wütend²

1K 78 6
                                    

20 : Marah marah.

Kicauan burung membuat seorang perempuan terbangun dari tidurnya. Cahaya matahari juga sudah menyelinap masuk ke dalam kamarnya karena gorden sudah di buka oleh Nina, sang mamahnya. Nina sudah masuk dan membuka selimut anaknya agar Zoya terbangun dari alam mimpinya.

"Sayang, bangun.." ujar Nina lembut. Inilah Nina, gadis polos sejuta kelembutan. Zoya yang merasa terusik tidurnya terbangun dan merentangkan kedua tangannya.

"Huap.. eh, mamah. Mamah ngapain?" Tanya nya dengan heran. Nina tersenyum hangat dan berjalan mengambil handuk anaknya.

"Kamu mandi sana. Galaksi udah jemput kamu loh dibawah." Duar. Galaksi? Galaksi Orlando Alexandar maksudnya? Apa tadi? Ada dibawah, sangat gila. Zoya langsung terbangun dari tidurnya dengan wajah yang sudah terkejut.

"Sudah dari tadi Galaksi datang, katanya si mau jemput kamu dan berangkat bareng ke sekolah." Ucap Nina lagi dan menyerahkan handuknya kepada sang anaknya. Zoya terdiam dan mengambil handuknya dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Tapi mah,"

Nina tersenyum. "Tidak ada tapi tapian, papah mu juga sudah berada dibawah bersama Galaksi." Ujarnya lagi. Zoya menghela nafasnya dan berjalan masuk ke dalam kamar mandi.

Meja makan sudah di isi oleh Nina, Wildan dan Galaksi. Galaksi sudah duduk di kursi meja makan keluarga Bagaskara. Bagaskara itu adalah nama marga dari keluarga Wildan dan Nina.

Wildan Bagaskara, Yap. Laki laki tua itu bernama Bagaskara. Galaksi diam saja sambil memakan rotinya yang sudah di sediakan oleh Nina.

"Nak Galaksi sudah mau lulus ya?" Tanya Nina kepada Galaksi agar suasana tidak canggung. Galaksi sedikit mengembangkan senyumannya walaupun kaku.

"Iya Tante," jawabnya kaku. Nina terkekeh heran karena melihat wajah Galaksi yang hampir mirip bahkan bukan hampir lagi tetapi 100% sangat mirip kepada Aryo.

"Kamu itu mirip banget loh sama Aryo, papah kamu itu. Dulu jaman SMA, Tante suka takut sama papah kamu." Ceritanya kepada Galaksi. Galaksi terkekeh pelan dan menganggukkan kepalanya.

"Iya, bahkan gue selama jadi sekretaris AXP saat itu merasa tertekan karena sifat papah elo itu yang kejam." Seru Wildan dengan kalimat elo gue. Wildan lebih suka gaul kepada Galaksi.

"Tapi, gajinya besar. Hehhehe," lanjut Wildan lagi saat mengingat gajinya yang sangat besar.

"Oh iya, bagaimana kabar caffe ku?" Tanya Wildan di sela sela makannya. Galaksi menoleh. "Sangat baik, apa om mau mengambilnya kembali?" Tanya Galaksi. Wildan terkekeh dan menggeleng.

"Kau urus ajalah. Aku sudah tua malas untuk berbisnis." Ujarnya sombong dan tertawa. Galaksi hanya mengangguk dan memakan makanannya sambil menunggu Zoya.

Selang beberapa menit, Zoya datang dengan seragam rapihnya. Zoya langsung terdiam tanpa memperdulikan Galaksi yang sudah menatap dengan tajam.

"Pagi pah, mah." Sapa nya sambil mencium pipi kedua orang tuanya dengan kasih sayang. Zoya langsung menarik kursinya dan duduk di depan Galaksi.

"Ekhem." Dehem Galaksi karena Zoya diam tidak menatap bahkan menganggap Galaksi adalah mahluk halus tak terlihat.

"Ada yang dehem ya pah? Papah denger gak? Atau mamah denger?" Tanya Zoya. Wildan menahan tawanya dan juga Nina yang sudah cekikikan.

"Zoya, kamu gak boleh gitu sayang." Sahut Nina memperingati. Zoya hanya tersenyum menampilkan deretan giginya.

"Ayok berangkat." Tarik Galaksi. Zoya mendongakkan kepalanya dan mengigit rotinya.

Zwilling : Kembar [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang