1. PERMULAAN MENYAKITKAN
"Bangun kamu Luna!! Cepat cuci piring dan segera bereskan seluruh rumah!" Teriakan itu ditunjukan untuk gadis yang sedang tertidur pulas di atas kasur kecil yang terlihat sudah usang.
Dengan perlahan ia bangun dengan susah payah mengumpulkan kesadaran yang belum terkumpul. Tanpa diduga detik selanjutnya dia merasakan nyeri begitu hebat disekitar rambutnya. Wanita ini menjambak rambut dan menarik baju yang sedang ia kenakan, sampai kepalanya terbentur sangat kencang ke permukaan dinding.
"Kerjaannya cuman malas-malasan mau jadi apa kamu hah, kamu di rumah ini sudah jadi beban. Jangan menambah beban hidup saya lagi!!" Bentaknya begitu kesal.
Gadis itu merintih kesakitan dengan tangan mengelus-ngelus rambutnya perlahan. Dia selalu saja tidak bisa berkutik di hadapan ibunya. Lana adalah nama ibu Luna. Memang hanya berbeda huruf saja tetapi sikap Lana sama sekali tidak pernah terlihat seperti sikap seorang ibu kepada putrinya. Lana justru selalu memperlakukan Luna layaknya seorang pembantu. Rumah ini begitu besar, namun semua orang di rumah ini tidak pernah mau menyewa seorang pembantu IRT untuk membereskan pekerjaan rumah. Bagi mereka kehadiran Luna saja sudah cukup perannya sebagai pembantu rumah itu.
"A-ampun... Maafin luna Bunda," lirihnya pelan menahan rasa sakit pada bagian rambutnya.
"Diam jangan banyak bicara Kamu! Cepat sana rapihkan kamar Deo dan siapkan sarapan. Ingat Luna jangan membuat Deo terlambat masuk ke sekolah lagi!" bentak Lana meluapkan amarahnya.
Luna menatap ibunya dia berkata, "Bunda... boleh tidak memberaihkan rumahnya nanti saja pulang sekolah. L-luna... Hari ini tidak mau terlambat masuk kelas lagi soalnya sudah sering sekali Luna terlambat, Luna takut dikeluarkan Bunda."
Lana menatap jengkel ke arah Luna, dengan gerakan begitu cepat ia langsung menjambak rambut Luna penuh dengan emosi dalam dirinya. "Mau mengatur Kamu di rumah ini hah? Kamu pikir saya peduli? Mau Kamu dikeluarkan atau tidak, saya tetap tidak akan merasa kasihan sama Kamu! Cepat pergi ke dapur dan siapkan sarapan. Jangan membuang waktu waktu saya!!" bentak Lana tanpa rasa kasihan sedikitpun.
Brakkk
Lana telah pergi menghilang dari balik pintu kamar Luna, dengan langkah tertatih Luna berjalan limbung menahan rasa sakit pada kepalanya akibat jambakan dari Lana. Luna mulai membersihkan tempat tidurnya dengan perasaan sedih tertanam dalam hatinya. Luna melihat ke arah foto keluarga yang ada di atas meja belajar miliknya. Di dalam bingkai foto itu hanya terdapat Lana, Deo dan Wito sedangkan Luna tidak nampak di dalamnya.
"Kapan luna bisa merasakan kebahagiaan itu...." Tangis Luna pecah ketika melihat bingkai foto tersebut.
Setelah selesai merapihkan tempat tidur Luna pun akhirnya pergi ke dapur untuk segera menyiapkan sarapan. Luna sangat pintar memasak, sedari ia kecil dia sudah diharuskan bisa memasak karena itu adalah syarat yang harus Luna penuhi agar tetap bisa tinggal bersama semua keluarganya di rumah ini. Senyum Luna mengembang ketika harum aroma dari nasi goreng sudah menyebar di area dapur. Dia sedikit mencicipi rasa nasi gorengnya, setelah dirasa enak Luna pun segera mulai memasukkan nasi goreng ke dalam wadah besar untuk dihidangkan ke semua orang.
"LUNA CEPAT DEO BISA TERLAMBAT!" teriak Lana dari arah ruang makan.
"I-iya Bunda sebentar," teriak Luna terbata-bata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luna Areva | Selesai✔️
Teen FictionFOLLOW SEBELUM BACA!! REVISI✔️ Jadi bagaimana aku bisa pulang jika rumahku saja sudah dibuat hancur berantakan oleh orang-orang di dalamnya. Rumah yang seperti apalagi yang harus aku percaya? "Kapan aku bahagia... Kapan waktu itu datang... Kapan sem...