BAB 7

1.9K 128 3
                                    

Bersyukurlah kalian, karena masih bisa merasakan kasih sayang dari orang tua.

_

Boleh tidak aku memutar waktu ke belakang? Karena aku ingin memohon pada Tuhan, agar aku tidak dilahirkan.

•~•









🌕️🌕️🌕️

Baru bangun tidur, Luna harus dihadapkan dengan cacian dari Kakaknya yaitu Deo. Deo datang-datang langsung memarahi Luna.

"Heh babu! Sengaja ya, lo bikin tugas gue ngasal, supaya nilai gue anjlok terus di marahin bokap nyokap?! Anjing banget sih lo!" bentak Deo menggebrak pintu.

Lana dan Wito sedang tidak ada di rumah. Mereka pergi keluar, karena ada urusan bisnis masing-masing. Jadi, Deo lebih leluasa memarahi Luna sepuasnya. Ya... Walau sekalipun ada Lana dan Wito, Deo bisa saja memarahi Luna, tapi ia tidak mau ketahuan jika Deo menyuruh Luna mengerjakan tugas miliknya.

Luna yang baru selesai bersiap-siap dengan seragam sekolahnya, terkejut saat melihat Deo datang dan langsung marah-marah seperti ini.

Luna menundukkan kepala. "Maaf Kak, Luna kan gak masuk jurusan IPA, jadi... Luna gak ngerti."

Deo melempar buku ke muka Luna. Dengan kasar ia menendang kursi yang ada di sana.

"Halah alesan! Bilang aja lu ngiri sama gua. Dasar setan! Nilai gue jadi nol gara-gara lo! Pokoknya, lo harus dihukum!" bentak Deo.

Luna menatap Deo takut. Dia berjalan mundur untuk menghindari Deo.

"Luna mohon Kak, jangan sakitin Luna... Luna mau sekolah, Luna janji besok-besok ngerjain tugasnya bakal lebih teliti, maafin Luna ya Kak Deo," ucap Luna memandang Deo penuh rasa takut.

Tidak pikir panjang, Deo langsung menarik tangan Luna. Lalu mendorong tubuh Luna hingga jatuh ke atas lantai. Wajah Luna sudah banjir dengan air mata. Sedih, setiap kali Deo membentak dan melontarkan kata-kata kasar padanya. Luna sedih, karena Deo selalu saja seperti ini kepadanya.

"Lo itu emang pembawa sial banget buat keluarga ini. Kenapa lo gak matia aja sih anjing!" teriak Deo emosi.

Luna menatap Deo. Penuh luka di dalam sorot matanya. "K-kak Deo... Maaf."

Tukh!

"Arghh!" teriak Luna.

Deo baru saja menendang kaki Luna. Tepatnya di bagian tulang kering gadis itu. Membuat sakit yang amat mendalam di bagian sana. Luna sampai ngilu karenanya.

"K-kak Deo... S-sakit," rintih Luna menangis pilu.

"Rasain! Itu hukuman buat lo. Karena lo udah bikin nilai gue anjlok! Dasat babu!" bentak Deo sebelum akhirnya tubuh kekar itu menghilang dari balik pintu kamar Luna.

Luna memegang kakinya, meringis ngilu saat merasa denyutan nyeri pada gulang keringnya. Luna memegangi itu dengan sangat hati-hati.

"A-aww... S-sakit," lirih Luna.

Luna hendak berdiri, mencoba berusaha berdiri meski rasa sakit pada kakinya sangatlah mendalam. Luna tidak boleh lemah, dia harus bisa berjalan untuk segera datang ke sekolahan.

Luna Areva | Selesai✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang