Deo menemukan Luna sudah tak sadarkan diri. Dia panik dan segera menggendong tubuh adiknya. Bersyukurlah karena sekarang Lana dan Wito sudah pergi bekerja. Deo jadi tidak usah cemas akan kehadiran kedua orang tuanya. Deo sedih melihat keadaan Luna, dia tidak mau melihat Luna seperti ini, tapi apalah daya Deo yang cuman bisa melihat tanpa bisa membantu adiknya lepas dari kekejaman orang tuanya.
Sampai di rumah sakit, dia langsung melakukan pembayaran, dan menitipkan Luna pada suster. Deo berpesan bahwa jangan sampai Luna tau bahwa dialah yang membawa Luna ke sini. Bilang saja, sopir rumah yang mengantarnya.
Deo melakukannya karena dia malu pada Luna. Malu jika dia mengaku bahwa Deo sudah mulai peduli kepadanya.
Mata Luna perlahan dibuka. Dia menatap sekelilingnya. Ini rumah sakit? Kenapa dia bisa ada di sini?
"Ergh... S-sakit," Luna memegangi kepalanya. Sungguh sangat sakit sekali di area sana.
Hingga seorang suster akhirnya masuk ke dalam dan langsung membantu Luna tiduran kembali.
"Maaf ya mbak, mbak harus banyakin istirahat," ucap sang suster.
Luna mengangguk patuh, sebelum suster itu pergi Luna segera mencekal tangannya.
"Suster, siapa yang bawa aku ke sini?"
Mendapat pertanyaan seperti itu, suster pun ingat perkataan Deo.
"Sus, kalo dia nanya siapa yang bawa dia ke sini, bilang aja sopir yang bawa ke sini yah."
"Oh itu, tadi sopir mbak yang bawa ke sini."
Luna terdiam sesaat. Sopir?
Luna ingat. Ada sopir khusus keluarga, Pak Maman namanya. Tapi, Luna tidak pernah di antar sekalipun olehnya. Ah, bukan Luna ingin. Tapi, Luna heran saja. Apa Pak Maman di suruh ayahnya atau ibunya?
"Terima kasih Suster."
Suster itu mengangguk. Tapi, baru satu langkah ia melangkah, Luna kembali menghentikkannya.
"Suster, saya tidak apa-apa kan?"
Suster itu menggelengkan kepalanya. "Saya... Nanti akan dijelaskan oleh Bu Dokter, saya permisi dulu."
🌑🌑🌑
Jika di sana Luna sedang terbaring, maka di sini Sakti sedang kesal menahan rasa gusar. Pasalnya, Luna dari tadi belum juga datang. Kemana gadis itu?
Brak!
Widia menggebrak meja Sakti. Membuat sang empu langsung saja menatap tajam gadis itu.
"Sakti, lo ngelamun aja. Mikirin apa sih, mikirin gue? Sorry yah, gue gak suka sama lo," ucapnya kepedean.
Sakti tersenyum miring. "Ngaco! Mana ada gue suka sama modelan kaya lo."
Widia melotot. "Modelan kaya gue? Maksud lo apaan? Gue itu cantik loh, malah cantik banget! Gila aja kalo lo gak suka sama gue."
Sakti menatap dingin Widia. "Cantik ya? Percuma cantik kalo gue gak suka lo."
Widia mengepalkan tangannya. Serasa ada pisau yang baru saja menusuk hatinya. Apa... Dia suka Sakti?
"Brengsek banget sih lo! Belagu tau gak!" bentak Widia kesal.
Sakti berdiri dari duduknya. Dan mendekatkan wajahnya pada Widia. Lebih tepatnya ke sekitar telinga gadis itu. "Lo kali yang suka sama gue," bisik Sakti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luna Areva | Selesai✔️
Teen FictionFOLLOW SEBELUM BACA!! REVISI✔️ Jadi bagaimana aku bisa pulang jika rumahku saja sudah dibuat hancur berantakan oleh orang-orang di dalamnya. Rumah yang seperti apalagi yang harus aku percaya? "Kapan aku bahagia... Kapan waktu itu datang... Kapan sem...