BAB 21

1.8K 108 9
                                    

Typo bertebaran:(

_____

Sakti terus menatap mata lentik milik Luna. Dia tidak bisa menghentikkan aksinya itu. Melihat Luna sekarang bagaikan candu bagi Sakti.

Tangan Sakti masih setia menggendong tubuh mungil Luna. Dan tangan Luna masih setia mengalung di leher milik Sakti. Mereka sama-sama terbuai oleh keadaan.

Luna kaget, dia dengan cepat berontak minta turun. "Eh, maaf Sakti, aku gak maskdu peluk kamu."

Sakti juga reflex melepas genggamannya. Sakti sekarang hanya bisa menggaruk tengkuk saja. Perasaan canggung berjalan cukup lama diantara keduanya, hingga Luna membuyarkan suasana.

"Sakti, kita mau ngobrol di mana? Jangan jauh-jauh yah, Luna gak mau bikin Sasti khawatir."

"Iya, kita ke penjual nasi goreng deket sini aja, tadi gue liat ada di depan tuh, yu."

Luna mengangguk setuju. Merekapun akhirnya berjalan kaki untuk menuju penjual nasi goreng dekat sana.

Sesampainya, Sakti menyuruh Luna langsung duduk saja, sedangkan dia pergi memesan nasi gorengnya.

Luna diam duduk sambil sibuk menggosok-gosokkan telapak tangannya agar mereda hawa dingin malam itu. Beberapa detik selanjutnya, Luna dikagetkan dengan kejadian cepat dimana sebuah jaket hitam hadir di atas pundaknya. Ah, ternyata itu milik Sakti.

Tapi, kenapa Sakti sangatlah berbeda sikapnya malam ini?

Ada apa sebenarnya?

"Ini nasi gorengnya Mas, Mbak," ucap penjual nasi goreng itu.

"Terima kasih Pak," ucap Luna tersenyum manis.

Sakti menutup wajah Luna menggunakan jaketnya. Jelas saja kejadian itu membuat Luna terkejut, dia segera menurunkan jaket Luna dengan perlahan.

Luna kini memandang wajah Sakti dengan penuh tanda tanya.

"Sakti, kenapa tutupin wajah Luna?"

Sakti gelagapan, dia gerogi dan diam untuk sesaat karena pertanyaan Luna. Hingga dirinya mengumpulkan keberanian dalam dirinya.

"Karena... Senyuman lo manis."

Luna melongo, dia mengerjapkan mata beberapa kali untuk mencerna kata-kata Sakti.

"Sakti, maksud kamu aku manis?" tanya Luna menahan senyum.

Sakti menggaruk tengkuk lehernya, dan sesaat mengangguk kecil menjawab pertanyaan Luna.

Luna tertawa kecil melihatnya. "Sakti, kamu habis minum apa hari ini? Terus makan apa juga?"

Sakti menaikkan satu alisnya. "Kenapa lo tanya itu?"

"Ya karena sikap Sakti malam ini aneh banget. Luna sampe gak tau, orang yang ada di depan Luna ini siapa."

Sakti terkekeh. Iya juga, dia bertingkah seolah dia ini bukanlah Sakti. Ya tapi... Sakti melakukannya demi Luna juga. Lebih tepatnya demi mendapatkan hati Luna.

"Gak kok, oh iya udah makan tuh nasi gorengnya. Keburu dingin."

Luna mengangguk dan memakan lahap nasi gorengnya.

Tunggu! Saat satu suap nasi goreng sudah masuk dalam mulut Luna, ia baru ingat akan sesuatu hal.

Janji 3× makan seminggu itu, lagi-lagi Luna ingkari.

Segera Luna memuntahkan isi mulutnya. Jelas saja, membuat Sakti terkejut atas perlakuan Luna itu.

"Eh, Lun kok dimuntahin? Kenapa, gak enak, atau keasinan?"

Luna Areva | Selesai✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang