BAB 48

2.5K 84 1
                                    

Kesialan yang selalu menjadi julukan.

***

Luna mengangguk matang. "Aku gak akan bawa bonekanya, aku mau bonekanya kamu simpan aja ya, demi aku?"

"Aku beli bonekanya buat kamu Lun, masa aku yang simpan?" Sakti tidak terima dengan keputusan Luna.

"Aku bakal sering ke sini, jadi nanti aku bisa puas peluk bonekanya. Kalo di rumah, apa kamu yakin bonekanya bakalan tetap utuh? Aku takut gak bisa jaga barang dari kamu Sakti," ucap Luna sedih.

Sakti menghembuskan napas panjang. "Oke, aku izinin bonekanya buat tinggal di kamar aku. Demi kamu."

Luna tersenyum lebar. "Beneran?!"

Sakti mengangguk. "Iya, serius."

"Eh udah mau malam nih, pulang sekarang atau nanti?" tanya Sakti.

Luna hampir lupa waktu jika tidak diingatkan Sakti. "Pulang sekarang aja, gimana?" ucap Luna.

Sakti mengangguk. "Yaudah, ayo aku antar. Seragam kamu juga kayaknya udah kering, gak usah ganti baju, biarin seragamnya dibungkus aja terus masukin ke tas kamu."

Luna mengangguk. Dia hendak berjalan keluar kamar, namun Sakti menghantikkannya.

"Eh tunggu sebentar!"

Luna berbalik badan. Mendapati uluran tangan Sakti yang memberikan sebuah jacket. "Pakai ini, di luar nanti dingin, apalagi naik motor."

Luna menerima jacket Sakti. Dia berkata,"Terimakasih, Sakti."

"Pake sekarang, jangan nanti." Sakti menatap Luna.

Luna mengangguk. "Iya, aku pake."

Selesai Luna memakai jacket. Sakti langsung menggenggam tangan Luna dan berjalan membawanya keluar dari kamar.

Luna sudah diberi kabar baik oleh Kia. Tentang status Sakti yang beberapa bulan lagi akan berganti sebagai seorang kakak. Luna ikut bahagia mendengar kabar itu. Dia sangat tidak sabar melihat adik Sakti nanti. Mmm... Itupun jika dia masih ada di dekat keluarga ini.

"Luna mau pulang sekarang yah?" Andi yang melihat Luna dan Sakti berjalan dari atas tangga langsung bertanya.

"Iya Ayah, Luna mau pulang sekarang." Luna tersenyum.

"Begitu rupanya, oh iya sudah bawa kue di atas meja makan belum? Itu tadi Bunda siapkan khusus buat kamu sayang." Kia bicara sambil membawakan teh untuk Andi.

Luna menggelengkan kepalanya. "Belum Bunda, mmm... Sebaiknya jangan repot-repot Bunda, Luna sudah senang bisa makan bersama kalian. Luna tidak mau merepotkan lebih."

Kia menggelengkan kepalanya dengam cepat. "Tidak ada yang merasa direpotkan sayang, Bunda malah senang direpotkan oleh kamu."

"Ambilkan kuenya di atas meja A, biar Luna membawanya." Kia memyuruh Sakti.

"Siap Mih."

"Kalian hati-hati di jalan yah, ingat Aa jangan ngebut bawa motornya," ucap Kia tegas.

Luna Areva | Selesai✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang