BAB 4

2.2K 151 19
                                    

Bukankah malaikat itu ada?

Lalu kapan dia akan datang membawa kebahagiaan yang sudah Tuhan janjikan kepada setiap ciptaannya di bumi.

Kapan Luna bisa bahagia?

Kapan kebahagiaan menghampiri Luna?

Apa bisa, Luna bahagia?

•~•




🌕️🌕️🌕️

Luna tidak kuat melihatnya lagi. Dia segera bergegas berlari menuruni anak tangga dengan hati-hati. Kepergiannya ini mungkin akan sedikit mengurangi rasa sakit di hatinya. Luna sangat benci ketika ia menangis, tetapi kenapa Luna selalu saja menangis? Luna sangat ingin merasakan tawa kebahagiaan seperti orang-orang di luar sana.

"Luna mau kemana Kamu?" tegur Wito dari ambang pintu.

Luna tersentak kaget, dengan perasaan takut dia segera menghapus jejak air matanya dengan cepat, setelah itu Luna berjalan pelan ke arah ayahnya yang baru saja pulang.

"Biar luna bantu simpan tasnya Ayah," ujar Luna ingin menggapai tas kerja milik Wito tersebut.

Dalam satu hentakan Wito langsung mundur dari Luna. Seolah dirinya tidak ingin sama sekali disentuh oleh putrinya itu.

"Jangan bersikap baik, tidak usah bersikap munafik di depan saya," tuduh Wito.

Luna memandang Wito dengan sorot mata penuh luka. "Ayah... luna gak pernah seperti itu. Luna hanya ingin membantu."

Wito memutar bola matanya jengah, lalu berjalan mendekati Luna. "Kamu tau apa yang terjadi kepada saya hari ini?" tanya Wito serius.

Luna jelas menggelengkan kepalanya tidak tau.

"Saya kalah dalam berbisnis, dan saya yakin ini semua ada sangkut pautnya dengan Kamu! Kamu itu memang anak pembawa sial!" bentak Wito emosi.

Luna jelas sangat terkejut dengan semuanya. Kenapa? Kenapa setega ini? Luna selalu saja disangkut pautkan dengan sesuatu hal buruk yang terjadi pada keluarga ini? Di rumah ini seolah dia yang menjadi hal buruk itu. Kenapa, apa salah Luna sebenarnya.

Luna tidak kuasa menahan air matanya lagi, dia menangis di depan Wito saat ini. "Luna sama sekali gak tau apa-apa, Luna gak tau menau tentang hal itu ... Kenapa Ayah bisa berpikir seperti itu tentang luna?" tanya Luna bergetar.


Wito langsung menatap tajam Luna. "Jadi maksud Kamu ini semua salah saya! Semua ini gara-gara saya! Hah!" bentak Wito mencengram kuat pergelangan tangan Luna.

Luna menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Gak seperti itu Ayah... Tolong dengerin luna dulu...."

Wito membanting tas kerjanya. Menarik tangan Luna dengan sangat kencang untuk dibawa pergi olehnya. Bukan keluar melainkan ke arah kamar mandi. Bisa dibayangkan bukan, apa yang akan terjadi setelah itu.

Luna berontak minta dilepas. "Maafkan luna Ayah... luna mohon lepasin tangan luna, sakit...."

Wito tidak menghiraukan tangisan Luna ataupun permohonannnya itu. Dia terus menarik tangan Luna dan menghempaskan tubuh mungilnya ke dalam kamar mandi hingga punggung gadis itu terbentur ke dinding, dengan lumayan kencang. Luna hanya bisa pasrah ketika diperlakukan kasar seperti ini.

Luna Areva | Selesai✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang