BAB 31

1.3K 72 5
                                    

Apa kataku, mereka pada akhirnya akan perlahan menyayangiku.

_____

Luna sudah mempersiapkan meja makan dengan telaten tanpa ada kurang satu hal pun. Anggota keluarganya masih belum terlihat turun dari masing-masing kamar. Itu adalah kesempatan Luna untuk lebih mempersiapkan makanan dengam begitu indahnya. Tidak lupa, Luna hias bagian tengah meja makan menggunakan bunga mawar indah berwarna merah. Kata orang, mawar merah melambangkan cinta. Dan Luna sangat cinta keluarga ini.

Senyum Luna terukir saat dua manik matanya menangkap sosok Lana berjalan pelan menuruni anak tangga. Wanita cantik itu berjalan mendekati Luna.

"Sudah siap semuanya Luna?" tanya Lana dengan tampang datar.

Luna mengangguk. "Iya Bunda."

"Bagus, cepat panggil Ayahmu dan Deo untuk segera makan." Lana berucap sambil duduk.

Luna mematuhi Lana. Dia segera berjalan cepat menaiki anak tangga untuk menjemput Deo juga Wito. Namun, belum setengah Luna naik, Wito dan Deo sudah dulu ada dan mulai menuruni tangga. Jadilah mereka berpapasan dengan Luna.

Wito dan Deo mulai duduk di meja makan. Tinggalah seorang Luna yang masih diam tenang melihat pemandangan. Dia berdiri diam di dekat tangga sambil tersenyum melihat ke arah keluarganya.

Saat itu, detik itu juga, waktu seolah terhenti.

Mengapa?

Karena hal yang mengejutkan membuat hati Luna rasanya diremas bahagia. Mata Luna bahkan sampai mengeluarkan serpihan air mata kecil.

"Ayo duduk, kamu boleh makan bersama kami," ucap Lana dingin.

Luna memandang Lana kaget. "Bun-bunda ... Serius?"

Lana memutar bola matanya. "Kesempatan untuk kamu tidak menolak hanya satu kali. Jika kamu tidak cepat ke sini, saya pastikan ajakan ini akan hangus detik ini juga," katanya mengancam.

Luna jelas saja langsung berlari dan duduk di samping Lana. Posisi Luna sekarang diapit oleh kedua orang tuanya, dan berhadapan langsung dengan kakaknya Deo.

Deo menatap bahagia Luna. Namun, senyuman tidak ia terbitkan, Deo masih takut dan lemah. Dia takut Luna akan tau jika dia perduli padanya. Biarkanlah, hanya Tuhan dan Deo yang tau bagaimana perasaan sayang Deo pada adiknya.

"Saya sudah putuskan, bahwa janji kamu untuk tidak makan, saya batalkan. Untuk uang jajan, akan saya tambah menjadi satu juta perminggu. Tapi, ketika nanti kamu melakukan satu kesalahan lagi. Siap-siap saja, saya tidak akan mengampuni kamu." Wito berucap dan langsung pergi meninggalkan area meja makan.

Lana pun juga ikut-ikutan pergi.

Kini, hanya tersisa dua orang saja di sana. Luna dan Deo makan dengan perasaan canggung.

Air mata Luna sedikit mengalir, tapi dia sangat pintar menyembunyikan kesedihannya. Ditepisnya air mata itu perlahan sambil tangan tidak henti mengaduk-ngaduk nasi putih dicampur sup itu.

Di seberang meja, Deo masih pokus memperhatikkan gerak-geriknya. Dia senang orang tuanya mau mencabut janji makan itu. Tapi, Deo khawatir jika Luna membuat kesalahan lagi, maka semuanya pasti akan menjadi seperti semula lagi. Luna akan disiksa kembali.

Luna Areva | Selesai✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang