BAB 50 (Tinggal kenangan)

4.4K 117 10
                                    


"DOKTER PASIEN SADAR!!"

Teriakan itu membuat Sakti lekas mendekat ke arah suster. Dia nampak bahagia. "Luna sadar Sus?! Dia sadar?! Beneran?!"

"Mohon bersabar, Dokter akan memeriksa pasien lebih dulu."

Dokter pun akhirnya masuk ke ruangan. Mulai memeriksa keadaan Luna yang masih lemas.

Sakti bersandar di dinding tembok, sedangkan Deo masih duduk sambil bertumpu tangan memijat kepalanya. Suasana di sini mencekam hebat, tidak ada yang bisa tahan menunggu keadaan Luna yang sedang berjuang di dalam sana.

"LUNA!! LUNA LO DI MANA!!" Sasti datang. Di belakangnya terdapat ayah Sasti, Bimo dan kekasihnya.

Sasti tau informasi ini dari Bimo, dan tentu saja Bimo tau informasi ini dari Sakti. Sasti mendekati Sakti dengan wajah bers]mpah air mata. "DI MANA SAHABAT GUE!!" Wanita itu mencengkram kuat kerah jacket Sakti.

"JAWAB DI MANA DIA!!" Sasti marah.

Sakti melirik ruangan di sampingnya. Membuat Sasti mengerti jika saat ini Luna berada di sana. Ia berjalan pelan ke arah pintu, air matanya tidak pernah mau berhenti turun, matanya bahkan sembab.

"Luna lo kuat Lun, ayo bertahan demi kita semua Luna," lirih Sasti menunduk.

Sasti kembali berjalan berbalik arah. Dia melirik keadaan di sekitarnya. Orang-orang di sini sedang menangis, menangis dan menangis. Hingga sampai pada Sasti melihat orang tua Luna. Dia bergegas mendekati mereka.

"PUAS KALIAN!" Sasti terlihat emosi.

"SEBENCI ITUKAH KALIAN SAMA LUNA! APASIH SALAH LUNA SAMA KALIAN!" teriak Sasti pilu.

"KALIAN GAK TAU KAN, KALO SELAMA INI LUNA HIDUP DENGAN BAYANGAN MATI YANG SELALU MENGHANTUI DIA! LUNA SAKIT DAN KALIAN GAK ADA YANG TAU SAMA SEKALI KAN!!"

Ayah Sasti segera mendekat, dia memeluk putrinya, memberi isyarat jika tidak baik berteriak di sini, apalagi kepada orang yang lebih tua darinya.

"Sudah sayang, kendalikan emosi kamu." Sasti dipeluk oleh ayahnya.

Sasti membalas pelukan. "Tapi Luna Yah, dia ... Dia sakit dia... Arghhh Lunaa!!!" Sasti meraung pada ayahnya.

Sakti menatap pokus Sasti. "Jadi lo tau rahasia penyakit Luna, selama ini? Dan lo sama sekali gak kasih tau gue tentang itu Sas?" dia bertanya dengan kecewa.

Sasti melepas pelukan ayahnya, dia berjalan ke arah Sakti. "Lo!" Sasti mendorong tubuh Sakti.

"Lo gak akan tau gimana sulitnya gue buat jaga rahasia itu!! Gue selalu mau kasih tau lo! Tapi Luna selalu bilang, dia gak mau lo khawatir! Dia mikirin perasaan semua orang! Dia orang yang kuat karena sembunyiin penyakitnya dari orang lain! Bahkan jika gue gak tau, mungkin aja Luna akan rahasiain penyakit ini selamanya!! Gue pengen bilang sama dunia kalo Luna sakit!! Luna butuh semangat lebih! Luna butuh dukungan kita semua...." Sasti menangis tersedu-sedu di hadapan Sakti.

Lana berdiri dengan mata sembab. "Saya memang ibu yang tidak berguna, tapi tolong izinkan saya untuk menebus--"

"UDAH TERLAMBAT!" potong Sasti.

"Pasien sudah sadarkan diri, kalian boleh menengoknya." Perkataan Dokter membuat semua orang tersenyum lega.

Mereka semua segera masuk ke dalam ruangan. Hal pertama yang mereka lihat adalah sosok wanita kuat yang kini terbaring di atas brankar rumah sakit. Senyuman di wajah Luna mengembang kala melihat semua orang yang begitu berarti dalam hidupnya kini hadir di sini. Terutama kedua orang tuanya, dan Deo sang kakak.

"Sayang maafin Bunda!! Maafin Bunda sayang!! Bunda janji gak akan sakitin kamu lagi, maafin Bunda!!" Lana langsung memeluk Luna dengan sangat erat.

Pelukan ini, pelukan yang selama ini dia dambakan, kini datang tanpa dia minta kembali pada Tuhan. Kasih sayang Lana, seolah mengalir nyata di sini. Luna menangis saat itu juga. Wito sama memeluk putrinya, dia mencium kening Luna dengan sangat lama.

Luna Areva | Selesai✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang