BAB 46

2K 76 1
                                    

Luna berjalan mendekati Widia yang masih termenung di hadapannya. Wanita itu menatap kosong kedua bola mata Luna. Menolak percaya dengan apa yang dia dengar saat ini.

"Kamu itu beruntung, punya mereka yang masih sayang sama kamu. Kamu beruntung dibandingkan dengan aku Widia. Aku tau, waktu bagi seorang anak adalah berharga. Apalagi waktu bersama kedua orang tuanya. Momen indah yang setiap anak dambakan. Kamu terbilang masih beruntung dibandingkan dengan aku ini Wid."

Luna semakin mendekat. Air mata luruh menghiasi pelupuk mata. Bibirnya bergetar menahan isak tangis. Seharusnya Luna tidak menangis, seharusnya dia kuat dan tegar, tapi kenapa hatinya sakit jika menahan air mata untuk tidak jatuh keluar mengenai wajah. Rasanya sulit, dan sakit, benar-benar sangat sakit.

"Setiap hari dikasari, apa kamu pernah mengalaminya? Rambutku seolah seperti rontok setiap hari Wid, wajahku selalu merah akibat tamparan mereka. Batinku selalu disiksa, mentalku selalu diuji sekuat yang mereka bisa. Aku harus menahan banting, menahan batin dan rasa sakit lainnya. Apa kamu pernah membayangkan gimana rasa sakitnya Wid? Kamu mungkin sakit, tidak punya waktu memgobrol dengan orang tuamu, tapi aku? Walaupun aku bisa, aku selalu tidak bisa melakukannya Wid. Bukan tidak bisa, tapi tidak boleh dan tidak punya keberanian untuk sekedar menatap wajah mereka Wid. Aku sakit, fisikku tersakiti, batinku tersiksa setiap perdetiknya. Tapi aku bahagia Wid, aku selalu bisa punya cara untuk membahagiakan diri aku, walaupun aku tau bahagia yang ku sebut hanyalah ilusiku semata, hanya imajinasiku semata, bukan kenyataan yang seperti aku harapkan. Aku tau akan hal itu, dan aku selalu menolak takdir alam."

Luna tertunduk di hadapan Widia. "Kamu boleh kasari aku Wid, kamu bebas bully aku, kamu boleh jambak aku, tampar aku, fitnah aku, tapi satu hal yang aku minta sama kamu Wid... Jangan pernah jelekin orang tuaku, jangan, aku tau seberapa buruknya mereka, tapi orang lain gak punya berhak menjelekan mereka Wid. Juga tolong, tolong jangan ambil dia Wid. Jangan ambil kebahagiaan satu-satunya dari duniaku saat ini. Cuman dia yang aku punya," ucap Luna sendu menatap kedua bola mata Widia.

Widia bahkan tidak sanggup nerkata-kata. Dirinya keluh berbicara. Sekedar menatap mata Luna saja rasanya Widia tidak berani. Dia... Terlalu kejam untuk sekedar dipanggil pembbully. Dirinya selama ini telah kejam, sungguu kejam. Widia lupa bersyukur, dia melupakan poin itu. Lihatlah, ternyata ada yang lebih menderita dibandingkan dirinya yang bergelimang harta, dan masih bisa sedikit merasakan kasih sayang orang tuanya saat mereka pulang kerja 1 bulan sekali. Menghabiskan waktu bersama seharian, dengan diselingi tawa dan canda. Widia tidak pernah mau bersyukur. Dia malah melampiaskan rasa kesepian fengan mengusik keymtenangan jiwa memtal seseorang. Dia sungguu menyesal. Sungguh, Widia tidak tau jika Luna adalah anak... Broken home sama sepertinya. Jauh lebih menderita dibandingkan dirinya, dan jauh-jauh lebih terluka jika dibandingkan dengan dirinya. Oh Tuhan, Widia salah mengambil tindakan selama ini.

"Luna, g-gue...." Widia tidak sanggup berkata-kata.

Luna tersenyum. "Aku tau, kamu baik Wid. Jangan ucapkan itu, aku sudah lebih dulu memaafkanmu, jangan cemas aku akan balas dendam Wid, justru aku akan terus mendoakan kamu supaya kamu bisa selalu bahagia, dan dikelilingi orang yang sayang sama kamu. Wid-Ah!" Luna mengaduh memegangi kepalanya. Widia panik dan langsung bertanya,"Luna lo kenapa?!"

Luna menggelengkan kepalanya. "Alu tidak papa Wid. Jangan khawatir."

Luna berusaha berdiri, namun rasa sakit dikepalanya kembali hadir. Dirabanya rambut Luna, dan dalam satu tarikan, rambut segumpal berhasil tertarik. Hal itu mengejutkan Widia, dia semakin panik dan memegangi tubuh Luna agar tidak tumbang ke lantai yang kotor.

"Luna bilang sama gue lo kenapa Lun, maafin gue, ayo kita ke rumah sakit sekarang Lun ayo!"

"Jangan Wid, bawa aku ke UKS aja, aku perlu istirahat, dan tolong rahasiakan soal rambutku yang rontok ini Wid. Aku percaya kepada kamu."

Luna Areva | Selesai✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang