BAB 16

1.7K 130 33
                                    

16. Sebuah sakit yang membekas

🌻🌻🌻

••~••

Plak!

Kalian pun tau, apa yang sedang terjadi kini di dalam rumah besar keluarga Wito. Dan apa yang akan Luna terima akibat kesalahan yang tidak sengaja ia buat.

"Dasar anak kurang ajar!"

"Pulang seenaknya gak tau waktu! Merasa Ratu kamu di rumah ini hah!" bentak Lana emosi.

Luna hanya bisa menundukkan kepala sambil menangis saja. Ini juga salah Luna, karena Luna tidak pulang tepat waktu. Iya benar ini salah Luna dan bukan Lana.

Benarkan?

"Maaf Bunda... Maafin Luna," lirih Luna gemetar.

"Liat keadaan rumah! Berantakan! Gak terurus! Semuanya gara-gara kamu!"

Luna berlutut, dia memegang kaki Lana dengan begitu eratnya. "Maafin Luna Bunda, maafin Luna."

Lana dengan tega menendang tubuh Luna menggunakan kakinya. Tubuh Luna mental beberapa centi. Punggung Luna pun terbentur dinding. Dia kini kesakitan, dadanya sakit dan kepalanya pusing. Air mata pun tidak kunjung berhenti keluar.

Luna mencoba bangkit, dia merangkak ingin menggapai kaki Lana.

Kalian semua pun tau, surga ada di bawa telapak kaki ibu. Sekarang Luna ingin mencapai surga itu.

Bantu Luna, mau?

Hampir Luna menggapai kaki Lana, namun dengan teganya Lana malah menendang Luna kembali. Dengan kasar juga ia menjambak rambut Luna tak henti-henti.

Luna? Dia hanya bisa menangis dan menangis. Ingin melawan pun tidak bisa. Luna tidak mau jadi anak yang durhaka. Bantu Luna... Kuatkan hati dan raganya.

"Bunda Luna mohon... S-sakit... Luna gak akan bikin Bunda narah lagi, tapi tolong... Lepasin rambut Luna Bunda. Kepala Luna pusing, sakit Bunda," ringis Luna dalam tangisan yang sangat pedih.

Lana tidak peduli. Kekesalannya karena butik Lana baru saja terjadi penurunan pelanggan, ia lampiaskan semuanya pada Luna. Putrinya sendiri. Darah dagingnya.

Luna tidak berhenti meminta ampun. Luna tidak bohong, kepalanya sangat sakit dan berdenyut. Tolong Luna....

"Bun!" teriak Deo.

Lana melirik putranya. "Kenapa? Mau ikut siksa dia?"

Deo menggelengkan kepalanya. Matanya melirik ke arah Luna, sang adik. Ada sirat sedih dalam hati Deo. Tapi... Dia tidak bisa melawan Lana. Deo juga takut pada kedua orang tuanya itu.

"Ya sudahlah. Cepat kamu pergi!" teriak Lana.

Saat Deo hendak berjalan lagi, tiba-tiba sebuah pesan masuk dalam ponselnya.

Ting!

+62831 : Liat nih Deo.

Luna Areva | Selesai✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang