BAB 44

1.6K 71 0
                                    

Latar belakang.

***

Harum aroma masakan bisa Deo cium dengan hidungnya. Siapa yang memasak pagi-pagi begini? Deo mulai bangkit dari tidur nyenyaknya dan berjalan lesu ke arah dapur. Di sana dia bisa jelas dengan melihat Luna sedang sibuk memotong sayur-sayuran. Deo segera menghampiri adiknya itu.

"Luna, lo bangun jam berapa?" tanya Deo berusaha mengumpulkan kesadarannya terlebih dahulu.

"Jam empat Kak Deo, seperti biasanya," jawab Luna tersenyum lalu melanjutkan acara memotong wortel dan daun bawang.

Deo menatap Luna terkejut. "Lo lagi sakit Lun, jangan masak dulu. Istirahat aja sana," ucap Deo mengambil pisau yang ada di tangan adiknya.

Luna menggelengkan kepala. "Luna baik-baik aja Kak Deo, udah Kakak siap-siap aja buat sekolah. Seragamnya udah Luna licin dan di taruh di atas tempat tidur Kakak. Buku-buku pelajaran Kak Deo juga udah Luna masukin semuanya ke dalam tas, sepatu Kakak udah Luna siapin di bawah kasur, dan--"

"Lo bukan pembantu gue, lo adik gue Lun. Berhenti bersikap seolah lo pembantu rumah ini, sepulang Ayah dan Bunda dari luar kota, gue akan dukung hak-hak lo di rumah ini. Jangan takut, gue ada di samping lo Luna." Deo tiba-tiba saja memeluk Luna. Membuat Luna dilanda perasaan haru, kaget, senang dan sedih menjadi satu.

Satu tetes air mata keluar mengenai wajah Luna. Gadis itu cengeng jika mengenai masalah hidupnya. Ya, Luna memanglah cengeng dalam apapun. Contohnya saja saat ini.

"Kak Deo... Kakak gak bercanda kan?"

Deo semakin erat memeluk adiknya. "Maaf buat masa lalu Luna. Maafin Kakak lo yang bego dan pengecut ini. Bertahun-tahun lo menderita, dan gue? Gue bahkan gak pantes lo sebut Kakak Lun. Gue terlalu brengsek. Gue terlalu gengsi buat nunjukin rasa iri gue, gue yang bodoh dan bego dalam pelajaran suka bersembunyi di balik bokap dan nyokap. Gue benci diri gue sendiri. Maafin gue Lun. Maafin Kakak lo ini." Deo mencium puncak rambut Luna.

Luna mengangguk. "Gak usah minta maaf Kak Deo. Luna udah dari lama maafin Kakak. Kakak itu baik, Kakak adalah kakak terhebat buat Luna. Jangan nyalahin diri kakak lagi yah. Luna sayang Kak Deo. Makasih untuk malam kemarin dan hari ini Kak."

••££••

Sakti berjalan-jalan di jejeran boneka di toko besar ini. Banyak sekali boneka beruang di sana, namun tidak ada satupun yang Sakti pikir cocok jika bersanding dengan kekasih imutnya itu. Jadilah butuh waktu lama bagi dirinya untuk memilih boneka di sini. Waktu setengah jam akhirnya Sakti mendapatkan boneka yang dia cari. Boneka beruang berwarna pink berhasil dia beli. Tentu menggunakan uang tabungan dirinya selama ini, yang direncanakan akan dia gunakan untuk acara kelulusan sekolah nanti. Tapi tidak apa, Sakti bisa menabung lagi. Kali ini tujuan Sakti ke toko perhiasan. Dia ingin membeli kalung untuk Luna. Ya, walaupun kalung sederhana, Sakti yakin gadis itu sudah senang mendapatkannya.

Sakti sudah membeli semuanya. Kini dia akan segera pergi ke sekolah dan memberi kejutan pada Luna. Oh iya, hari ini Sakti menyuruh Sasti yang menjemput Luna. Dia tidak bisa menjemput karena ya inilah alasan terbesarnya.

Di lain tempat, Sasti dan Luna sedang berjalan beriringan di koridor kelas. Sasti dan Luna kadang tertawa atas candaan yang saling menimpal di antara mereka. Sampai akhir di mana sebuah gangguan datang kepada mereka.

Luna Areva | Selesai✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang