BAB 2

2.7K 182 5
                                    

Sampah? Setidak berharga itukah diriku di mata semua orang?

Apa aku tidak berhak bahagia?

Apakah hanya kalian yang berhak bahagia di dunia ini?

•~•



🌕️🌕️🌕️

Luna memanjakan mata melihat betapa indah bunga-bunga mawar di taman sekolah. Dia duduk sambil mata melamun. Perut Luna terasa lapar, meski dia sudah sarapan roti sisa yang masih bisa dimakan di rumahnya, tetap masih tidak bisa mengganjal perutnya yang sangat kelaparan ini . Apalagi jatah Luna diberi uang hanya 50 ribu rupiah untuk 1 minggu, dan uang itu kini sudah habis. Luna menggunakan seluruh uangnya untuk membeli buku pelajaran yang diwajibkan dibeli. Mencari pekerjaan pun tak ada waktu, sebab Luna sehabis pulang sekolah hanya akan disuruh diam di rumah, dan membereskan rumah kembali. Luna seperti burung yang selalu hidup dalam sangkarnya.

"LUNA!"

Seseorang memanggil namanya dengan kencang. Luna langsung menengok ke arah sumber suaranya. Di sana berdiri sesosok lelaki berkaca mata yang sedang berjalan mendekat ke arahnya.

Luna pun mulai berdiri dari duduknya."Iya, kenapa?"


"Sakti manggil Lo, dia ada di tempat tongkrongannya sama temen-temennya."

Luna menunduk, dan mengangguk paham. "Aku ke sana sekarang."

"Jangan lama ya Lun, Sakti gak suka gerakan siput lo. Dia nanti bisa marah," ucap lelaki itu mengingatkan.

Luna tersenyum kecil. Dia mengangguk lagi,"Iya sekarang aku ke sana."


•~•

"Sakti Lo tau gak berita si Demian yang lagi deketin si Olipia anak jurusan IPA? Berani banget dia ambil gebetan gue. Pengen banget gue hajar," ucap Bimo kesal.

"Lo yang kurang gerak cepat Bim! Harusnya sejak Lo gebetin tu cewek, Lo deketin dia jangan malah Lo jauhin, cemen!" ucap Sakti mengejek.

"Bukannya cemen, gue cuman gak mau aja gue duluan yang ngejar cewek, gengsi dong gue," balasnya merapihkan kerah seragam.

"Gengsi lo besarin! Giliran diambil orang aja ketar-ketir!" ucap Sakti sinis.

"Ah elah, pedes banget mulut Lo. Makan cabe berapa biji sih hah?!" ucapnya kesal.

"Kemana sih si Luna! Lelet banget itu cewek!" Sakti menendang bangku yang ada di depannya.

Semua orang yang ada di sana, melihat Sakti penuh rasa takut. Sebetulnya, mereka kasihan pada Luna yang setiap hari selalu diganggu Sakti, dan diperintah ini-itu. Namun, mereka tidak ada yang bisa melawan Sakti.

"Sak, gak kasihan apa Lo sama Luna. Dia sendirian di sekolah ini, mana orang tuanya pun gak pernah ada yang tau. Jangan keterlaluan lah, mainin mental dia," peringat Bimo.

Sakti tertawa,"Kenapa emang? Lo suka dia? Tumben belain cewek cupu kaya dia!"

Bimo menepuk bahu Sakti. "Membela bukan berarti suka. Sebagai manusia, gue cuman kasihan sama Luna, dan gue ingetin buat Lo, untuk gak terlalu benci sama dia. Benci itu bisa jadi cinta."

Luna Areva | Selesai✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang