"Wah, pas ternyata, berarti ukuran badan lo sama percis kaya gue. Kita sama," ucap gadis itu terkekeh.
Luna hanya bisa mengangguk saja. Dia sekarang sudah memakai baju milik seorang gadis yang sudah menolongnya dari aksi bullying Widia.
Luna memandang gadis itu. "A-aku... Mm... Makasih ya, kamu sudah menolong aku. Tapi... Lain kali, jangan bahayakan diri kamu demi aku yah." Luna menundukkan kepalanya.
"Ah santai aja, dan oh iya gue kasih tau sama lo. Kalo lo lagi dibully, jangan pernah nangis yah, itu bakalan bikin orang yang bully lo semakin kuat. Pokoknya jangan terlihat lemah di depan orang gila kaya mereka okeh."
"Dan kenalin, nama gue Sasti Aleasya, kalo nama lo siapa?" tanya Sasti memandang wajah Luna.
Luna mendongakkan kepala, ia gugup. "N-nama aku... Luna."
Sasti tersenyum dan mengangguk. Dia langsung memeluk tubuh Luna dengan sangat erat.
"Gue bakal jadi temen lo Lun, lo tenang aja."
Luna jelas saja terkejut saat Sasti memeluknya. Dengan ragu, Luna ikut membalas pelukan Sasti.
"Terima kasih Sasti, kamu teman pertamaku."
Sasti segera melepas pelukan itu ketika mendengar tutur kata Luna. "Temen pertama lo, maksud lo... Selama ini lo gak punya temen?" tanya Sasti ragu.
Luna mengangguk kecil. "Iya Sasti."
Sasti tentu saja membulatkan matanya. "Lo seriusan Lun, di sekolah sebesar ini lo gak punya satu temen pun?"
Luna mengangguk lagi. "I-iya Sasti, memangnya kenapa?"
Sasti langsung memegang kedua bahu Luna. "Gila aja sih Lun lo nanya ke gue kenapa. Ya jelas lah gue heran, ini sekolah tuh besar. Murid cewek dan cowok di sini juga banyak. Masa iya, gak ada satu orang pun dari mereka yang jadi temen lo sih. Dan pertanyaannya adalah, kenapa mereka sampe gak mau temenan sama lo. Luna lo harus cerita sama gue, titik gak pake koma. Cepetan cerita!" ucap Sasti mengguncang-guncang tubuh Luna.
Luna kaget dengan reaksi Sasti yang seperti ini. Baru kali ini, Luna berinteraksi dengan seseorang yang cerewet. Mm... Maaf, bukan maksud Luna mengatai Sasti tapi memang Sasti cerewet.
"Sasti aku--"
Teng....Teng....
Bel masuk tiba-tiba saja berbunyi. Luna jadi tidak bisa melanjutkan perkataannya. Itu membuat Sasti mendesah kecewa.
"Yah... Udah bel, kalo gitu gue duluan yah mau ke ruang kepsek dulu. Oh iya, gue belum cerita sama lo. Gue sebetulnya murid baru, dan besok gue mulai masuk. Oh, btw lo kelas apa, besok gue mau cari lo."
"Aku kelas sebelas IPS 1."
"Okeh, yaudah gue pergi dulu yah dah... Luna."
Luna hanya mengangguk, dia tersenyum kecil mengiringi kepergian Sasti.
"Tuhan, apa dia malaikat baik itu?" gumam Luna.
🌑🌑🌑
Luna kini berjalan santai menyusuri jalanan. Dia seperti biasa, berjalan untuk berpulang ke rumah mewah Satriawito. Meski dia lahir di sana, tapi Luna ragu jika menyebutkan bahwa itu adalah rumahnya. Rumah Luna? Bukankah fungsi rumah menampung semua kebahagiaan dan kesedihan secara merata. Tetapi, kenapa di rumah itu hanya Luna yang selalu bersedih, dan hanya tiga orang keluarganya saja yang selalu berbahagia. Kenapa?
Tin....tin....
Luna dikejutkan oleh suara klacson motor yang berbunyi tepat di belakangnya. Karena penasaran, Luna pun akhirnya menoleh untuk melihat siapa pengendara motor ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luna Areva | Selesai✔️
Teen FictionFOLLOW SEBELUM BACA!! REVISI✔️ Jadi bagaimana aku bisa pulang jika rumahku saja sudah dibuat hancur berantakan oleh orang-orang di dalamnya. Rumah yang seperti apalagi yang harus aku percaya? "Kapan aku bahagia... Kapan waktu itu datang... Kapan sem...