Tumbuh dari kebaikan
Bangkit dari kesalahan
Berusaha memendam kenyataan yang menyakitkan
🌕️🌕️🌕️
Luna masih dalam keadaan menangis dengan kedua mata yang masih menatap lurus ke depan, di mana keluarganya sedang asik bercanda dan mengobrol di meja makan. Sangat indah pemandangan itu saat ini. Luna begitu ingin ikut andil dalam momen tersebut. Sejak kecil, Luna selalu terbayang momen indah seperti saat ini. Membayangkan diri bergabung menikmati candaan dan tawa dari semua orang.
Luna mengintip di balik pintu dapur. Tubuhnya yang mungil sangat terlihat lucu dan menggemaskan.
"Pah, Deo di sekolah latihan basket sama temen-temen. Pak Gurunya bilang kalo Deo jago main basket," ucap Deo dengan bangga.
Wito tampak senang dan dia mengelus rambut putranya. "Anak Papah memang pintar."
"Iya Bunda bangga sama kamu sayang," ucap Lana mencium kening sang putra.
Tidak kuasa menahan diri, akhirnya Luna memberanikan diri untuk menghampiri mereka bertiga, dengan membawa selembar kertas di tangannya. Luna pun menyodorkan kertas itu dengan polos ke hadapan Wito juga Lana yang membuat keduanya menatap Luna tidak suka.
"Apa ini? Ngapain Kamu beri kertas ulangan kepada Kami?" tanya Lana jutek.
Luna yang semula menunduk, kini dia memberanikan diri untuk menatap kedua orang tuanya itu, sambil menahan rasa takut di dalam hatinya.
"Ayah... Bunda... Luna tadi dapet nilai seratus di ulangan Matematika." Luna tersenyum sebahagia mungkin di hadapan keduanya.
Lana menarik bahu Luna kencang, membuat gadis itu terkejut, dan kini wajah Luna tepat berada di depan wajah Lana yang sedang menatapnya dengan tajam dan penuh amarah.
"Terus maksud Kamu apa?" tanya Lana.
"L-luna... Cuman ingin Ayah dan Bunda bangga sama L-luna," jawab Luna menahan tangisnya.
Lana tertawa lantas mencengkram kuat kedua bahu Luna. Membuat si kecil Luna merintih kesakitan akibat kuku-kuku Lana yang saat itu juga menancap pada kulit halusnya.
"Kamu pikir Kami berdua akan bangga sama Kamu hah!! Tidak akan pernah!" bentak Lana.
"Kamu harus ingat ini, sampai kapanpun saya tidak akan pernah bangga sama Kamu. Kamu itu anak pembawa sial! Kelahiran Kamu itu sudah membuat perusahaan minyak saya kebakaran. Kamu itu anak titisan setan, andai saya tau kalo istri saya akan melahirkan seorang bayi perempuan, saya akan suruh dia menggugurkan kandungannya saat itu juga! Kamu tau tidak, bahwa saya sangat benci anak perempuan yang cengeng dan tidak berguna. Anak laki-laki jauh lebih bisa diandalkan! Paham kamu sekarang!" bentak Wito menatap Luna dengan sorot mata yang dipenuhi kebencian.
Luna dengan tangisan yang terisak menatap Wito dengan penuh tanda tanya. Luna belum paham apa perkataan Wito saat itu. Dia hanya anak kecil berumur 6 tahun yang dipaksa dewasa oleh keadaan. Dia tidak pernah tau kesalahan seperti apa yang sudah dia lakukan sehingga membuat kedua orang tuanya sangat membencinya sebegitu dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luna Areva | Selesai✔️
Teen FictionFOLLOW SEBELUM BACA!! REVISI✔️ Jadi bagaimana aku bisa pulang jika rumahku saja sudah dibuat hancur berantakan oleh orang-orang di dalamnya. Rumah yang seperti apalagi yang harus aku percaya? "Kapan aku bahagia... Kapan waktu itu datang... Kapan sem...