BAB 14

1.7K 107 13
                                    

Deo semakin memperkencang cara dia menjalankan motor. Dia tidak tenang, karena setelah kejadian tadi, hatinya selalu dilanda oleh rasa bersalah yang besar. Apa dia keterlaluan?

"Arghh!" Deo berteriak di tengah jalanan dan di sela-sela ia berkendara.

Drt....drt....

Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Deo meminggirkan motor ke tepi jalan, dan segera mengangkat telpone itu.

"Iya, kenapa?"

"Bos, lo udah bikin perhitungan kan?"

Deo terdiam sejenak. "Iya udah."

"Bagus Bos, gue hargain rasa peduli lo sama geng ANTA."

"Hm, udah gue mau lanjut jalan."

Deo mematikan sambungan telpone. Segera ia kembali menjalankan motornya dengan kecepatan tinggi.

🌑🌑🌑

Luna terbangun. Dia meraba bagian kepalanya, dan dia menemukan ada sebuah perban menempel di sana.

"Kamu sudah bangun sayang?"

Pertanyaan itu berasal dari Kia. Luna sampai kaget melihat Kia, yaitu seorang ibu yang pagi itu ia bantu. Tapi, pertanyaannya kenapa ibu ini ada di sini? Pikir Luna saat ini.

"Ibu... S-saya... Di mana?" tanya Luna membetulkan acara duduknya.

Kia tersenyum lantas mendekati Luna. Kini dia mengelus pelan rambut Luna.

"Sayang, ini rumah ibu, kamu jangan takut yah."

"Rumah ibu? Tapi kenapa saya--"

"Udah bangun? Gimana kepala lo, udah gak sakit?" tanya Sakti yang datang sangat tiba-tiba.

Luna kaget. Bukannya menjawab, dia malah diam termenung saat melihat Sakti sekarang tengah duduk di hadapannya. Ini seperti mimpi bagi Luna.

"Sakti... Kamu--"

"Ini rumah gue, santai aja. Oh iya, dia nyokap gue," ucap Sakti memotong.

Kia tersenyum. "Iya sayang, ibu ini ibunya Sakti. Ibu ini juga orang yang sudah kamu tolong pagi itu."

Sakti menaikkan satu alisnya. "Nolong, maksud Mamih apaan?"

Kia menoleh pada putranya. "Iya Sakti, pagi itu Mamih belanja banyak banget dan gak sengaja Mamih jatuhin belanjaannya, terus jadinya jatuh deh. Dan gadis cantik ini, menolong Mamih, iya kan?"

Luna hanya tersenyum kecil dan mengangguk. "Terima kasih Bu, sudah mengizinkan Luna beristirahat sebentar di sini. Tapi... Maaf, Luna harus segera pulang."

Kia menampilkan wajah sedihnya. "Loh, kok mau pulang sih. Udah sayang, kamu di sini aja dulu. Tuh luka kamu juga belum sembuh banget kan, nanggung masih sore juga. Ah gimana kalo kamu ikut makan malam di sini, mau yah?" tanya Kia semangat.

Luna dibuat bimbang. Bukan niat hati menolak, tapi... Kalian juga tau kan apa alasan kuat dibalik ini semua.

Luna memegang pelan tangan Kia. "Maaf Bu, Luna gak bisa. Soalnya Luna--"

"Lo makan di sini. Gak ada penolakan. Ini permintaan gue," potong Sakti penuh penekanan.

Luna hanya bisa pasrah. Sebenarnya, trauma akan bullyan Sakti selama 2 tahun ini tidak mudah hilang begitu saja. Jadi, mau tidak mau Luna harus mengikuti apa maunya Sakti.

Luna Areva | Selesai✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang