BAB 15

1.8K 108 16
                                    

"Terima kasih Tante, Om, sudah memberi izin Luna untuk ikut makan malam, makanannya sangat enak," ucap Luna pelan dan tersenyum.

Kia dan Andi mengangguk.

"Luna, kamu pulang diantar Sakti yah, tidak enak sudah malam juga. Takut di jalan kamu kenapa-napa," ucap Andi tersenyum.

Kia mengangguk. "Iya, betul itu Luna, kamu diantar pulang Sakti yah."

"Bagaimana Sakti?" tanya Andi.

Sakti tentu mengangguk saja. Ini juga akan menguntungkan bagi Sakti. Tau kenapa? Sakti jadi akan bisa tau di mana letak rumah Luna, dan siapa orang tuanya. Rencana bagus bukan?

"Tidak, Om, Tante, Luna bisa pulang sendiri. Tidak mau merepotkan, sudah cukup Luna merepotkan kalian," ucap Luna menunduk.

Kia menggeleng, dan menghampiri Luna lalu mengelus rambutnya.

"Luna tidak merepotkan. Malahan Tante senang Luna bisa datang. Sudah yah, kamu pulang sama Sakti oke?"

Luna menatap wajah Kia dan Andi bergantian, lalu berhenti di Sakti. Sakti mengangguk pelan seolah Luna harus mengiyakan permintaan mereka.

Luna pun mau tak mau harus mengangguk. "Baik Tante, terima kasih."

‘Yes’ batin Sakti bersorak girang.

‘Kali ini gue akan tau semuanya Luna. Lo gak bisa bikin gue pergi gitu aja.’

"Yo lah berangkat, keburu malem entar," sambar Sakti begitu semangat.

Andi terkekeh melihat kelakuan anaknya. "Kabogoh nyah?"

Sakti menghentikkan aksinya, dia menatap dingin ayahnya.

"Lain Pih." Sakti memasang wajah kesal.

Andi hanya mengangguk dan menepuk-nepuk bahu anaknya.

🌑🌑🌑

Di perjalanan, di atas motor ninja milik Sakti. Luna tidak bisa berhenti merasa cemas. Bagaimana keadaan Deo sekarang? Apa kakaknya baik-baik saja?

Luna mengerjapkan mata di kala merasa motor berhenti. Lantas dia menepuk bahu Sakti.

"Sakti, kamu kenapa?" tanya Luna panik.

Sakti melepas helmnya. Lalu menengok ke arah belakang. Tepatnya ke arah Luna.

"Gue laper, makan sate yu," ajak Sakti membuat Luna heran. Bukan heran, tapi sangat aneh.

"Sakti, bukannya kamu udah makan ya tadi?" tanya Luna polos.

Sakti menepuk keningnya.

Hih te peka’ batin Sakti kesal.

"Udah lo turun aja sih, ribet banget. Perut juga perut gue, kenapa lo yang ngatur?" tanya Sakti sensi.

Luna cemberut. "Maaf Sakti."

Mereka akhirnya duduk manis di meja abang tukang sate. Sakti terus memperhatikan Luna, sedang gadis itu hanya melihat aspal jalan sambil mata melamun. Sampai tidak tau jika dari tadi Sakti terus memperhatikkannya.

Baiklah, mungkin ini waktu tepat untuk Sakti mulai bertanya.

"Lun."

Luna mengerjap dan menengok. "Iya Sakti, ada apa, dan kenapa?"

Sakti menggaruk tengkuk kepalanya. Tidak gatal, cuman tanda bingung mau bilang apa dan bagaimana cara bicaranya.

Luna Areva | Selesai✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang