••••
Dunia tidak selalu bercanda namun kita harus tetap tertawa. Mengukir senyum, untuk kamu yang terluka.
•••Shaka terus merengek layaknya bocah kecil membuat Ibu jadi pusing. Lelaki Sunda itu menangkupkan telapak tangannya hendak memohon agar tidak di suruh datang ke rumah ayahnya yang sudah jelas telah membuang ia dengan ibunya sejak dulu.
"Bu, Shaka enggak mau ke rumah ayah!"
Ibu menghela napasnya seraya duduk di sofa. "Tapi, Shaka. Ayah nyuruh kamu main ke sana. Dia kangen kamu."
"Najis pisan," ujar Shaka sarkastis. "Ibu kenapa sih masih aja baik? Bu, ayah jelas berengsek. Ngapain di bahas lagi?!"
"Shaka!" gertak Ibu marah.
"Bener kan, Bu? Ayah ninggalin kita dari Shaka SD. Terus sekarang bilang kangen? Ga punya otak itu orang."
"Shaka! Itu bukan kemauan ayah kamu." Ibu berkata menahan kesal.
Lelaki itu mendesah berat, meskipun Shaka tau itu bukan kemauan ayahnya sama saja. Bagaimana mengingat dulu, tatkala ayahnya di paksa menikah lagi dengan orangtuanya dan ayahnya di tuntut harus meninggalkan dirinya dan Ibu rasanya tidak terima.
Harusnya ayahnya bisa tegas bukan? Tapi, dengan bodohnya ayahnya itu justru memilih tinggal bersama keluarga barunya. Jadilah Shaka hanya berdua bersama Ibu.
Lagipun, kiriman uang dari ayahnya tidak pernah Shaka pakai barang sepeser pun. Ia hidup karena kerja keras ibunya selama ini. Bisa saja Shaka foya-foya dari uang ayahnya. Namun, Shaka tidak sudi harus makan nafkah dari orang pengecut macam ayahnya itu.
"Udahlah, Bu. Shaka tetep enggak mau ke rumah ayah. Ga ada gunanya. Shaka males, Bu!" tolak Shaka kesekian kalinya.
"Shaka, apa kamu ga kasian sama ayah yang udah lama ingin ketemu?" ujar Ibu.
Shaka menoleh cepat ke arah Ibu yang menatapnya dalam. "Kasian? Bu, harusnya ayah mikir. Kalau kangen ya ke sini aja. Ngapain harus kita yang ke sana? Dia enak lagi senang-senang sama keluarga barunya. Kita apa-apa berdua terus,"
"... Belum lagi, Shaka harus ketemu nenek, kakek yang jelas-jelas ga pernah mau liat muka Shaka. Mereka sok kaya. Pikirannya duit sama jabatan mulu, entar juga mati," imbuh Shaka.
Ibu terdiam sesaat, memang ada benarnya apa yang di katakan Shaka. Tetapi, ayahnya pun punya peran penting bagi Shaka. Menghela napas, Ibu masih tetap menatap Shaka, berusaha membujuk anak semata wayangnya itu.
"Shaka, kali ini aja, ya. Kamu ke sana, liat kabar ayah kamu. Dia sangat ingin ketemu, Shaka."
Lelaki itu berdecak keras, menatap ibunya agak sebal. Lantas Shaka berdiri, menyambar kunci motor yang di gantung seraya berujar dan berlalu keluar rumah.
"Jangan paksa Shaka, Bu!"
****
"Makasi, Pak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Stres In Life
General FictionKita sebatas mengejar bahagia dengan cara sama-sama terluka. ( Warning ⚠ violence, profanity, gay and sexuality 18+) --- "Lama-lama, saya bunuh kamu!" "Arrgghhh." --- "Kalau gue cemburu, namanya gue sayang. Lo mau gue sayang?" --- "Lo mau kemana? Bi...