11-Ibu kantin sayang

810 66 39
                                    

•••Rumah yang di anggap tenang, ternyata menjadi boomerang, seperti membunuh tanpa niat dan menginginkan mati dengan sangat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••
Rumah yang di anggap tenang, ternyata menjadi boomerang, seperti membunuh tanpa niat dan menginginkan mati dengan sangat.
•••

Tania turun dari Si putih milik Shaka. Seraya merapihkan kemejanya perempuan itu memasukkan ponsel yang semula di genggam kini benda pipih itu berada di dalam totebag berwarna krem yang bergambar bunga aster.

"Tan, coba senyum. Asem banget muka lu di tekuk mulu," ujar Shaka seraya melepas helmnya, lantas menampakkan comma hair milik lelaki itu. Gaya rambut Shaka persis seperti orang Korea. Namun kelakuannya macam orang primitif.

"Kalau gue senyum nanti lo diabetes."

Pergerakan Shaka menyisir rambutnya dengan jari terhenti begitu saja, pipi lelaki itu agak mengembung lalu terbahak kencang membuat Tania melotot karena gelak Shaka sedikit menyita atensi beberapa mahasiswa yang lewat.

"Sumpah, nyesel gue bareng ke kempus sama lo."

Tawa Shaka mereda, lelaki itu berguman pelan sambil mangut-mangut aneh. "Emang gitu, cewek kalo deket gue bawaannya kesel. Padahal itu cara bikin kangen."

Tania tak mengidahkan, perempuan itu berjalan meninggalkan Shaka yang langsung di protes oleh lelaki Sunda itu.

"Mau langsung masuk kelas? Kantin pusat hayu. Makan dulu, laper gue," Shaka berjalan menyeimbangkan langkah Tania.

Perempuan itu menoleh sesaat, melihat wajah Shaka yang sudah menyengir lebar. Lantas Tania memalingkan wajahnya jengah.

"Hayu, Tan. Gue teraktir. Tadi sebelum pergi, Ibu kasih duit gede nih. Dua ratus ribu. Wih lumayan 'kan? Kebeli rokok dua bungkus gue."

Mengembuskan napas, Tania berkata. "Ya, udah."

Shaka senang. "Nah, gitu, rezeki ulah di tolak, pamali."

Tania mendesis. Langkahnya hampir memasuki pintu kantin. "Gue nolak lu! Bukan rezekinya."

"Kapan gue nembak lo?"

Langkah Tania terhenti, menoleh cepat pada Shaka seraya menudingnya. "Maksud gue, nolak lo biar ga ganggu gue terus!"

"Oh ... Kirain ini kode."

Tania tak meladeni lagi, perempuan itu langsung duduk di meja yang terlihat kosong. Kemudian Shaka ikut duduk pula di hadapan Tania. Ia menilik Tania beberapa detik lalu menoel lengan perempuan itu.

"Tan."

"Apaan?"

"Manggil Ibu kantin apa ya yang enak?"

"Penting banget gue jawab, Shak?" ketus Tania tak habis pikir.

"Penting!" ujar Shaka. "Kalau gue panggil, Bu. Dia kan bukan ibu gue. Misal gue panggil, Bi. Nanti di sangka pembantu gue. Terus kalau di panggil Mbak. Kan udah ibu-ibu, ga pantes. Masa gue panggil Tante, entar di sangka lonte."

Stres In LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang