36- Permintaan maaf yang tertolak

635 49 0
                                    

•••
Untuk menghilangkan rasa kecewa mustahil jika hanya kata maaf yang terucap, bahkan luka kecil akibat tergores pun selalu ada bekasnya.
•••

“Lo ada liat Tania nggak?"

Shaka bertanya cepat pada Kiya kala memasuki kelas dan tak menemukan perempuan yang ia cari. Setelah semalaman di rundung rasa gelisah kini Shaka malah tak melihat wajah Tania hampir seharian di kampus.

"Ga liat." Kiya menjawab heran. "Terakhir kelas dia langsung keluar gitu aja ga ngomong apa-apa."

Berdecak, Shaka mengacak rambut seraya bertumpu pada kursi. "Tania nggak bilang dia mau kemana gitu?"

"Nggak, Shaka. Gue liat Tania lagi kusut banget. Lo—lagi ada masalah 'kah?"

"Iya, gue yang buat salah."

"BEGO!" sembur Pinat tatkala muncul dari balik pintu. Perempuan berambut keriting itu menatap Shaka sinis lalu berujar.

"Ada masalah apa lo sama Tania hah?!"

"Bukan hal yang harus lo tau," kata Shaka menyahut bete.

"Dih! Awas aja lo sampe selingkuh."

"Bacot ah maneh mah, lo liat Tania gak?"

"Di belakang perpus lama," terang Pinat seraya duduk di sebelah Kiya. "Bersama seorang Fadhlan Nugraha."

Senyum Shaka yang semula terbit langsung luntur ketika mendengar nama Fadhlan di sebut.  Cowok Sunda itu lantas berdecih, ia berbalik badan dan langsung lari saking ingin menghampiri Tania untuk meminta maaf karena semua perbuatannya.

"Mereka lagi ada masalah apa sih?" Kiya bertanya heran pada Pinat.

Respons awal Pinat hanya mengedikkan bahu lalu berucap. "Yang pasti Tania nggak selingkuh."

"Sial. Lo nyindir gue?" sebal Kiya.

"Iya haha."

"Udah ah! Jangan di ungkit lagi Pin."

"Kasian gamon."

"Rese lo!"

****

Cowok yang kini duduk di sebelah Tania terlihat begitu teliti mengoreksi sebuah proposal kemenangan dimana isi proposal tersebut berisikan data dirinya dan juga Reiki yang akan naik menjadi seorang Presiden mahasiswa tahun ini.

Seharusnya Fadhlan tak perlu serepot ini untuk mengoreksi satu persatu lembar proposal yang akan di serahkan nanti. Hanya saja—dewan pemenang jurusan atau yang selalu di singkat DPJ sedang sakit seminggu terakhir jadilah Fadhlan yang turun tangan.

Kadang semenyebalkan itu ketika Fadhlan tau kalau tim yang sudah di bentuk sedemikian rupa justru sama sekali tidak totalitas dalam menjalankan perannya.

Mereka akan selalu menyepelkan tanggung jawab. Menganggap mudah padahal di kerjakan saja tidak.

"Udah, Lan. Besok lagi, seharin ini lo terlalu memaksakan diri cuma karna sekedar proposal." Tania akhirnya berujar selama beberapa menit memperhatikan Fadhlan yang terlihat pusing.

Fadhlan menutup proposal di tangannya, ia menghela napas lelah seraya menyerongkan posisi duduknya. "Gue pusing banget, mau jadi wakil presiden aja seribet ini."

"Tapi komunikasi lo sama Reiki aman 'kan?"

"Sangat aman. Kadang yang bikin gue capek tuh Reiki! Dia melampiaskan capeknya minta ciuman sama gue."

Tania mendelik sesaat lalu tertawa kecil. "Terus?"

"Gue nggak mau Tan, gue ngerasa ini gak bener. Gue masih suka cewek. Dan gak mau terlalu berlebihan sama hal kayak gitu. Lo—paham kan maksud gue?"

Stres In LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang