13-Kesempatan dalam kesempitan

861 52 0
                                    

•••
Banyak hal kecil untuk bahagia, salah satunya ketika kita bersama.
•••

"Buat lo,"

Tania menatap sepiring cilok dengan jumlah banyak yang di berikan Shaka. Lelaki yang kadang suka mencampur bahasa itu menyengir lebar tatkala cilok Mang Adi ia letakan di atas meja Tania.

Shaka duduk di sebelah Tania, di depan mejanya ada Kiya dan juga Silan yang ikut duduk. Sedangkan Karel sibuk bermain game bersama Pinat dengan ponsel masing-masing.

Mereka datang ke kelas Tania karena tidak ada lagi kelas setelah ini. Begitupun Silan dari jurusan manajemen yang katanya free. Kalau istilah di SMA dulu, yakni jamkos.

"Makan atuh! Mumpung masih anget," ujar Shaka membuat Tania menoleh pada lelaki di sebelahnya.

"Gue nggak kepengen cilok,"

Shaka menggerling sebal. "Aih! Gue udah beli full sepiring masa ga di makan. Jahat lo, Tan. Terluka dompet gue ni!"

"Lagian kenapa beli sebanyak ini sih? Mubazir kalau gak habis," Tania meraih tusukan panjang guna mengambil sebutir cilok serta memakannya.

"Biar lo kenyang! Biar lo bohay, dan supaya montok!" kata Shaka menggebu. "Masa temen gue kurus si, entar di sangka cacingan!"

Tania sontak menjubeli mulut Shaka dengan cilok sehingga lelaki itu berhenti bersuara. Tania pusing kalau Shaka menyerocos terus.

"Telen!" paksa Tania jengah.

Silan yang melihat itu tergelak puas, "Mampus sia!"

Mata Shaka sedikit membulat seraya menyambar sebotol air lalu lekas ia teguk, menepuk-nepuk dada karena Shaka hampir tersedak cilok di mulutnya.

"Lu mah mau bunuh gue, kalo mau suapin biar lembut kek!" protes Shaka sewot.

"Dih pede. Gue cuma mau sumpel mulut lo!" balas Tania.

Karel yang asik sedari tadi menoleh, tertawa merdu dan berucap. "Harusnya pake kaos kaki gue, Tan."

"Kalo dia berisik kita sumpel lagi, oke?" Karel mengacungi jempol setuju sebagai respons.

"Gue kalo jadi elu udah balik Shak." Kiya menyahut.

"Iya!" Shaka berseru. "Abis ini gue ngambek. Bujuk gue pake rokok dua bungkus baru gue maapin."

"Mauan lu." Itu Pinat yang berucap tanpa mengalihkan atensi dari gamenya.

"Malem gak pada sibuk 'kan? Kumpul di kosan Karel sabi kaga?" ujar Silan pada temen-temannya.

"Gue ngikut aja," Pinat setuju.

"Aku juga mau," ujar Kiya. Dan Silan tersenyum padanya.

"Lu harus ikut juga Tan!" paksa Shaka. "Kalo perlu kita bawa Bumi,"

Tania mendengus. "Hancur otak Bumi kalo sama lo! Lagian mana mungkin Alena kasih izin. Gue juga ogah bawa Bumi."

"Bumi siapa?" Karel bingung.

"Ada Bumi, ada Langit dong?" Silan berkata tidak jelas.

"Bumi anak gue," ujar Shaka enteng.

"Jangan ngaku-ngaku!" Tania tak terima, jangan sampai sikap anak Alena macam Shaka.

"Terus Bumi siapa sih?" Kiya ikutan bingung.

"Anak dari temen gue, Ki." Tania menjawab.

"Anak kita kapan?" Shaka berujar pada Tania membuat perempuan itu memukul bahu Shaka sebal.

Stres In LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang