16-Semangat Tania

661 49 0
                                    

•••Tidak ada konsep dalam hidup karena aku sudah lelah menjalaninya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••
Tidak ada konsep dalam hidup karena aku sudah lelah menjalaninya. Mau gimanapun, ya memang ini kenyataan yang tak bisa di putar balikkan.
•••

Sudah satu minggu berlalu Tania menjalani harinya tanpa sosok sang papa. Selama satu minggu pula—mamanya bebas berbuat sesukanya terhadap Tania. Menyiksa bahkan dengan mudahnya menjual Tania seperti sebuah barang.

Perempuan yang duduk di kantin Uvinersitas itu menghela napas letih. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Pulang ke rumah Alena? Tak semudah itu, mamanya telah mengetahui keberadaan Tania selama tidak ada di rumah. Jadi, kalau Tania jarang pulang, mamanya akan datang ke rumah Alena dan berulah di sana.

Bukannya itu sangat menyebalkan? Tania tak ingin kehidupan Alena bertambah kacau karena mamanya yang kadang suka berbuat seenaknya itu.

Apa Tania harus kabur menjauh? Tidak mungkin! Tania sudah berjanji kepada papanya bahwa ia akan menamatkan pendidikkannya. Sampai sarjana nanti. Dan Tania—siap menerima siksaan selanjutnya.

"Es lo udah berembun, Tan." Fadhlan berucap, menepuk bahu Tania pelan seraya tersenyum simpul. Ia tak tega melihat Tania melamun sedari tadi. Bahkan minuman yang semula di pesan sudah berubah rasa jadi tidak manis.

"Jangan mikirin hal-hal yang buat lo sakit," ujar Fadhlan.

"Tapi semuanya emang menyakitkan, Lan."

"Apa yang lo mau sekarang?" tanya Fadhlan.

"Gue mau mati!"

"HEH! APE NI MATI-MATI? SEMBARANGAN MANEH TEH!" Shaka datang-datang ngegas, cowok Sunda itu sudah kembali setelah lama mengantre cilok Mang Adi. Shaka meletakan sepiring full cilok itu dengan makanan lainnya seperti batagor dan jus buah naga.

"Ini makan, atuh. Jangan sedih-sedihan. Udah, Tan. Tenang, kalem wae. Ada gue di sini. Teu perlu ngerasa sorangan," Shaka lanjut berujar, selalu mencampur bahasa membuat Tania lama mencerna.

"Ngomong yang bener, Shak," kata Tania.

Shaka nyengir lebar. "Lupa, udah kebiasaan."

Fadhlan hendak menusuk sebutir cilok namun tangannya langsung di geprak oleh Shaka. Cowok itu menggerling tidak suka, enak saja asal ambil. Shaka kan beli untuk Tania.

"Mau ngapain maneh?"

"Gue mau minta."

"Enggak! Ih, buat Tania doang!"

Cowok yang selalu mengenakan almamater itu mendengkus sebal, melirik Tania sekilas lalu kembali menatap Shaka dan berujar.

"Tania gak bakal makan sebanyak ini!"

"Tapi kan—"

"Makan aja, Lan. Gue gak selera," Tania memotong kalimat yang hendak Shaka ucapkan.

Stres In LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang