47- Tertangkap

570 46 3
                                    

•••
Perlahan kita akan tersenyum lebar meskipun harus rela mengorbankan.
•••

Wanita berumur 40 tahun atas nama Sani telah di tetapkan menjadi tersangka atas penabrakan perempuan remaja berusia 20 tahun. Dan di jatuhkan hukuman penjara selama kurang lebih 10 tahun.

Tiga hari telah berlalu atas kecelakaan Tania kini perempuan itu terlihat syok dan hampir terjatuh karena membaca berita atas khasus tabrak lari dirinya.

"Tan! Pelakunya udah ketangkep!" Kiya berucap lantang ketika ponselnya ramai akan berita kecelakaan Tania.

"Siapa dia sebenernya? Kenapa bisa-bisanya nabrak lo sih!" Pinat berseru kesal.

Tania yang posisinya sedang duduk di teras fakultas hampir limbung kalau Kiya tak menahan, hati perempuan itu mencelos serta badan yang begitu lemas mengetahui fakta sebenarnya.

"Tania, lo gapapa?" Kiya agak khawatir.

"Kepala lo masih sakit?" Pinat menimbrung.

Menggeleng, Tania berucap pelan. "Pelakunya nyokap gue."

"HAH?" pekik Kiya dan Pinat secara bersama.

"Lo yang bener Tan? Nyokap lo?" Kiya masih tak percaya.

Tania terkekeh miris. "Iya, ini hidup gue sebenernya, hancur."

Kiya dan Pinat bungkam melihat air muka Tania yang penuh rasa kecewa. Entah bagaimana perasaan Tania sekarang, yang pasti sangat sulit jika harus di jelaskan panjang lebar.

Betapa terlukanya Tania kalau ternyata mamanya sendiri yang mencoba melakukan pembuhuhan.

"Taniaaa," Shaka datang dan berujar begitu lembut.

Tania menoleh, menampilkan muka datar namun terlihat sangat hancur dan ingin menangis. Shaka yang melihatnya langsung duduk di sebelah sang gadis seraya merangkulnya.

"Aku minta maaf, tapi orang yang salah pantas di hukum."

"Gapapa, ini emang udah jalannya. Aku nggak bisa nahan dan lindungi mama terus, aku terlalu cape Shaka."

Shaka tersenyum kecil seraya mengusap kepala Tania. "Sekarang, kamu bisa pulang tanpa rasa takut, kamu bisa tidur dengan tenang tanpa harus menangis setiap malam. Ini final Tania, kamu berhak bahagia."

Kiya dan Pinat hanya menutup mulut rapat-rapat, jantung mereka berdetak berkali-kali lipat karena merasa gagal menjadi teman yang baik. Tania terlalu banyak menyimpan luka dan mereka selalu mengira Tania bahagia yang nyatanya tergores luka paling dalam.

"Tolong anter aku buat nemuin mama,"

Shaka mengangguk, "iya, sehabis kelas selesai ya sayang."

****

Tania tak kuasa menahan tangis kala melihat wanita yang melahirkannya memakai baju tahanan keluar dari dalam sel. Ia menggenggam tangan Shaka saking takutnya karena tatapan Sani begitu tajam.

"NGAPAIN KAMU KE SINI BERENGSEK?! PUAS UDAH MASUKIN SAYA KE PENJARA HAH?"

"Maafin Tania, Ma."

Sani meludah kasar. "DASAR ANAK NGGAK TAU DI UNTUNG, PERGI SANA! SAYA MUAK LIHAT MUKA KAMU SIALAN!"

Shaka geleng-geleng, ia agak mengenyampingkan tubuh Tania ke belakang badannya karena takut Sani main tangan.

"Tante, harusnya malu. Bukan malah kayak orang gila gini,"

"Kurang aja kamu!" bentak Sani marah.

Shaka mendesah pelan. "Tante emang udah nggak waras, bisa-bisanya nabrak anak sendiri."

Stres In LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang