•••
Tidak ada bedanya antara kamu dan dia. Ketika dalam masa sulit kalian datang dengan sendirinya.
•••"Berengsek!"
Bar yang biasa Sani datangi untuk menjual Tania kini sudah di segel oleh pihak polisi akibat adanya pesta narkoba dan berakhir di tutup paksa.
Wanita yang masih mencekal kuat pergelangan Tania lantas berbalik badan, menarik Tania kasar dan langsung ia masukkan Tania ke dalam mobil.
Sani tidak pulang, melainkan ia membawa Tania ke sebuah club besar di kotanya. Meskipun jam menunjukkan semakin pagi. Wanita itu sama sekali tidak peduli. Ia mulai menghubungi salah satu teman prianya. Berbicara singkat lalu mematikan kembali ponselnya seraya melirik sinis Tania yang duduk di belakang kemudi.
Tangan Tania yang terdapat luka di sana sudah sempat ia perban ala kadarnya guna menghentikan darah yang masih keluar itu. Sudut bibirnya pun masih sangat terasa perih.
Menempelkan kepala pada kaca mobil, Tania mendesah berat, ia menatap jalanan yang tampak sepi karena jam segini manusia normal pasti tengah bergelut dengan mimpinya.
"Gue harus apa?" ujar Tania pelan, mengusap bahunya yang terasa dingin karena baju yang ia kenakan tak bisa menutupi lengannya.
"Turun!" Tania tersentak, menoleh yang ternyata mobil mamanya sudah berhenti.
"Gue enggak mau!" tandas Tania.
Sani tanpa basa-basi keluar dari dalam mobil, membuka pintu lantas menarik kembali tangan Tania. Sani mencengkeram tepat pada luka di tangan Tania. Menyeretnya agar masuk ke dalam club besar itu.
Remang-remang lampu membuat Tania memicingkan matanya kala berada di dalam club. Mendesis kesal karena bau alkohol yang masuk pada penciumannya.
"Sini!" Sani masih dengan kasar menyeret Tania, lantas melemparkan tubuh Tania pada pria yang sedari tadi tersenyum nakal padanya.
"Langsung transfer," ujar Sani yang di balas kekehan singkat pria berkemeja biru tua itu.
"Aman," balasnya.
Sani pergi meninggalkan Tania begitu saja, wanita itu malah duduk di meja ujung dekat Bartender yang tengah meracik minuman. Tania berdecap tidak sopan seraya melirik tajam pria di sampingnya.
"Jangan sentuh gue!" ancam Tania.
"Hei, belum apa-apa kenapa kau kasar sekali manis?" kata pria itu.
"Saya duda. Belum punya anak, bisakah kau bermain dengan hebat?" lanjutnya membuat Tania meludahi wajah pria tersebut.
"NAJIS!" tukas Tania.
"Wow, beraninya kau?" pria itu tanpa berdosa mengelus paha Tania yang terekspos. Membuat Tania marah dan segera menepisnya.
"Jaga tangan lo!" geram Tania menahan amarahnya. Yang mungkin meledak seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stres In Life
General FictionKita sebatas mengejar bahagia dengan cara sama-sama terluka. ( Warning ⚠ violence, profanity, gay and sexuality 18+) --- "Lama-lama, saya bunuh kamu!" "Arrgghhh." --- "Kalau gue cemburu, namanya gue sayang. Lo mau gue sayang?" --- "Lo mau kemana? Bi...