•••
Rasanya percuma jika terus percaya kalau yang di beri terus rasa kecewa.
•••"Pipi lo memar banget, kenapa?" Kiya bertanya pada Tania, perempuan berponi tipis itu merasa penasaran dengan Tania yang selalu terlihat tidak baik.
"Oh iya, gue baru sadar, pipi lo kenapa Tan?" Pinat menimbrung.
Ketiga perempuan itu terus melangkahkan kaki menuju kelas, sejak dari kantin tadi, sebenarnya Kiya merasa heran melihat Tania yang selalu banyak diam.
"Taniaaa, ayo cerita, ada apa?" ucap Kiya.
Tania menghela napas pelan seraya tersenyum simpul pada dua temannya. "Gapapa, udah biasa. Lo berdua gak usah lebay," ujar Tania. Ia meringis pelan tatkala mengingat tamparan keras yang di berikan Sani sebelum pergi kuliah pagi tadi.
"Lo—terlalu misterius untuk kita Tania," ujar Pinat.
Tania hanya terkekeh sebagai respons, perempuan itu lantas mengecek ponsel sekadar melihat apakah ada pesan masuk dari Shaka atau tidak. Dan nyatanya nihil. Cowok Sunda itu sama sekali tak memberikan kabar sejak kemarin.
"Shaka kemana ya?" ujar Kiya lebih dulu, "Gue mau nanya nih sama dia tentang Silan. Abisnya Silan makin benci sama gue. Siapa tau kan, ada cerita-cerita dari Shaka."
"Wajar kali, kan lo jahat sama dia," ujar Pinat pedas membuat Kiya berdecak kesal.
"TANIA ...," seruan keras dari belakang membuat ketiga perempuan yang tengah berjalan itu berbalik badan.
"Sanres?" heran Pinat kala melihat perempuan nyentrik itu di ujung koridor tengah berjalan menghampiri Tania.
"Mau ngapain dah dia?" ucap Kiya tak suka, sedangkan Tania terus menatap Sanres yang hampir dekat dengan dirinya.
"Mau apa? Gue gak ada waktu buat ladenin omong kosong lo," serang Tania tanpa pembuka.
Sanres tegelak sinis, ia menaikkan sebelah alis lalu menyodorkan amplop putih pada Tania.
"Buat lo, coba buka. Lo pasti suka," ujar Sanres seraya bersedekap dada.
Kiya dan Pinat saling lirik, lalu atensi mereka fokus pada Tania yang tengah membuka amplop tersebut. Kening Tania mengerut dalam melihat isinya, lantas ia ambil dan langsung tertegun dengan jantung nyaris tak berdetak kala melihat foto tak senonoh yang kini berada di tangannya.
Meneguk saliva, Tania menatap Sanres tajam. "Apa maksud lo?"
"Perlu gue perjelas lagi?" ujar Pinat menyebalkan.
Kedua bola mata Kiya dan Pinat hampir keluar melihat foto mesum yang di berikan Sanres, foto dimana Shaka dan Sanres sedang bercinta tanpa sehelai benang pun.
"Ini editan kan? Jujur lo Sanres!" desak Pinat mencoba tak percaya.
"Coba tanya Shaka, itu editan bukan?" kata Sanres tengil. "Hebat juga kalo yang ngedit sampe sereal itu."
Plak.
Tangan Tania refleks menampar pipi Sanres. Ia menatap marah pada Sanres seraya mengepalkan tangan.
"Berani ya lo nampar gue?" ucap Sanres syok. Ingin membalas namun Tania sudah lebih dulu pergi tanpa permisi.
"Dasar lonte lo anjing!" serang Kiya dan berlari menyusul Tania.
"Najis!" Pinat berludah depan Sanres dengan memberikan jari tengah. Dan ia pun turut mengajar Tania.
Tanpa adanya rasa malu dan bersalah, Sanres terkekeh jahat. Ia menyinggungkan senyum sinisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stres In Life
General FictionKita sebatas mengejar bahagia dengan cara sama-sama terluka. ( Warning ⚠ violence, profanity, gay and sexuality 18+) --- "Lama-lama, saya bunuh kamu!" "Arrgghhh." --- "Kalau gue cemburu, namanya gue sayang. Lo mau gue sayang?" --- "Lo mau kemana? Bi...