33- Di tampar kenyataan

583 38 0
                                    

•••
Diri sendiri sudah menampung banyak beban, tapi bisakah orang lain tidak perlu menjadi sasaran?
-Tania Sarelina-

Realita selalu menghancurkan definisi dari bahagia yang sudah tersusun semestinya.
- Shaka Okta Aldian -
•••

Perempuan yang berjalan seraya membawa secangkir teh hangat itu mulai meletakkannya di atas meja kaca—lalu duduk di sebelah laki-laki yang sedang melepaskan jaket dari tubuhnya.

"Di minum, Lan." Tania membuka suara lebih dulu.

Fadhlan mengangguk di sertai senyuman indah di wajah ganteng cowok itu. Mengambil cangkir tersebut, lalu ia seruput pelan dan berujar.

"Makasi, Tan."

"Iya."

"Gue—nggak ngerepotin kan mampir ke rumah lo malem-malem gini?" Fadhlan terkekeh kecil seraya menggaruk tengkuk, ia salah satu manusia yang mempunyai sifat tidak enakkan. Jam sebelas malam bertamu agaknya memang kurang sopan.

"Kalau gue bilang ngerepotin apa lo bakal langsung pulang?"

"Langsung cabut sekarang juga gue, Tan."

Tania tertawa kecil di barengi dengan gelengan kepala. "Nggak, lo ga ngerepotin sama sekali. Cape ya Lan ngurus organisasi di kampus? Lo aktif banget di himpunan manasiswa."

"Gak secape lo ngelajanin hidup, Tan."

Tania bergeming beberapa detik, setelahnya gadis itu terkekeh getir. "Lo selalu baik sama gue, apa yang harus gue kasih ke lo?"

"Tan, gak ada alasan buat gue bersikap jahat sama lo. Dan kalo di tanya lo harus kasih gue apa? Gue cuma mau, bahagia selalu Tania. Lo berhak untuk hal itu."

"Apa gue berhak mati juga?"

"Tania!" sentak Fadhlan tak suka.

"Gue cape, Lan. Semesta sejahat ini sama gue. Semenyakitkan ini gue hidup," ujar Tania, mata perempuan itu memerah menahan tangis yang hendak keluar.

"Gue di lahirkan hanya untuk menikmati luka!"

"Lo tau?" Fadhlan menatap Tania lekat. "Gue! Bertahan meskipun nyokap gue udah ga ada Tan. Dan—lo! Harusnya bisa bertahan demi diri lo sendiri, demi bokap lo di atas sana. Gue yakin lo mampu, Tania."

Brak!

Pintu di banting secara kasar, mereka lantas terlonjak. Tania menghela napas pasrah melihat keberadaan mamanya yang berdiri di ambang pintu.

'Tuhan jangan lagi'

"TANIA CEPAT IKUT SAYA!" tanpa menghiraukan Fadhlan, Sani berteriak seraya berjalan ke arah Tania dan menarik paksa perempuan itu.

"Ma, Tania nggak mau," ujar Tania lirih.

"KAMU PIKIR SAYA PEDULI?"

"Tante, jangan bersikap kayak gini," Fadhlan berusaha mencegah.

"JANGAN IKUT CAMPUR SIALAN!" bentak Sani kencang. "SETELAH ALENA? KAMU MAU MINTA BELAS KASIH SIAPA LAGI TANIA?!" cerca Sani pada anaknya.

"APA PERLU SAYA HANCURKAN MEREKA SEMUA?!"

Tangan Tania terkepal kuat. "Ma, jangan ancam Tania!"

"Ini peringatan buat anak kurang ajar kayak kamu. Cepat ikut saya!" Sani menarik-narik Tania agar segera pergi bersamanya.

Semenyedihkan ini Tania hidup. Ia sulit mendapatkan ketenangan, rumahnya dan rumah Alena akan selalu di ganggu oleh Sani. Wanita yang berstatus ibu kandung ini tak pernah puas menyiksa dan terus menyiksa.

Stres In LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang