•••
Sekarang aku paham, kita akan tetap kembali ketika sifa ego hilang tergantikan dengan rasa sayang. Memang sedikit alay namun cukup memuaskan.
•••Di bawah pohon rindang dengan semilir angin cowok yang memakai kaus hitam serta celana chino krem tengah bersandar pada vespa putih kesayangannya. Sejak Tania mendiamkan Shaka, cowok itu merasa tak semangat melakukan apapun. Rasa bersalah terus menyelimuti Shaka sampai detik ini.
Tadi tatkala Shaka menemui Tania ia berharap bisa memeluk erat tubuh Tania, namun nyatanya di gubris saja tidak. Sekarang ia berada di parkiran kampus yang sepi karena hari semakin menjelang sore, dan Shaka masih menunggu Tania keluar kelas. Berniat mengantar perempuan itu pulang.
Ia mengakui bahwa dirinya tengah galau. Kini Shaka berusaha memutar otak guna mendapatkan maaf dari perempuannya.
"Gue harus ngelakuin apa biar Tania gak marah lagi ya?" Shaka berucap pada Si putih—motor kesayang.
"Lo pasti kangen kan di dudukin Tania?" ucap Shaka menghela napas. "Kita harus jalan-jalan lagi nanti sama Tania! Oke?" cowok itu mengusap spidometer Si putih lalu nyengir.
"Motor kok di ajak ngomong, sampe lu jadi orang jawa juga gak bakal nyaut,"
Menoleh, Shaka berdecap sewot melihat Farhana yang julid terhadapnya. "Ngapa si emang, iri ya gak punya Si putih kayak gue?"
Farhana refleks mengerutkan kening lalu tertawa geli. "Iri? Ya kali gue iri sama motor."
Shaka menyenyeh. Cowok itu lantas seperti biasa menarik kucir kuda Farhana membuat perempuan di sebelahnya terpekik kaget.
"Rambut gue sakit anjing!" sembur Farhana.
"Kan rambut lo, bukan rambut gue. Jadi yang sakit lo atuh bukan gue. Dan gue gak bakal jadi orang jawa!"
"Stres!"
"Far," seru Shaka. Farhana tentu menengok.
"Apa?"
"Han," seru Shaka lagi.
"Hah?
"Na,"
"Apaan sih?" Farhana merasa keki.
"Farhana."
"Lo lagi kenapa dah? Bikin gue sewot mulu," kata Farhana sebal.
"Lagi galau!" ungkap Shaka jujur.
Perempuan yang sedari awal memegang binder berwarna drak grey itu mengembuskan napas. Ia sekarang mengerti mengapa Shaka bersikap menyebalkan.
"Tania?" ujar Farhana menebak sumber kegalauan Shaka.
"Ho'oh."
"Kenapa lagi?"
"Gue udah jahat banget sama dia Far, Tania nggak seburuk yang kita pikir."
"Lo yang mikir gitu, bukan kita." Farhana menyanggah tak terima.
"Iya gue."
"Terus sekarang Tania gak mau maafin lo?"
"Belum mau, bukan nggak."
"Sabar ya,"
"Bacot!" Shaka jengkel. "Gue gak butuh kata sabar begitu Farhana!"
Tergelak, Farhana tentu mengangguk paham. Ia menepuk bahu Shaka kala melihat Tania di ujung sana sudah duduk anteng di atas motor Fadhlan. Menunjuknya, ia berusaha memberi tau Shaka.
"Noh maksud gue, liat."
"Ah anjing, sebel aing mah ngeliatnya!" gerutu Shaka. Ia padahal sudah menunggu Tania tetapi semesta memang sedang tidak berpihak pada dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stres In Life
Ficción GeneralKita sebatas mengejar bahagia dengan cara sama-sama terluka. ( Warning ⚠ violence, profanity, gay and sexuality 18+) --- "Lama-lama, saya bunuh kamu!" "Arrgghhh." --- "Kalau gue cemburu, namanya gue sayang. Lo mau gue sayang?" --- "Lo mau kemana? Bi...