•••
Ini bukan tentang siapa dia, melainkan prihal orang yang tepat akan segala kecemasan.
•••Asap putih mengepul di udara dari awal Shaka menyalakan pematik dan membakar ujung rokok yang sekarang sedang ia sesap. Cowok dengan pakaian santai itu tengah duduk anteng di teras rumah sejak sepuluh menit yang lalu. Menikmati udara malam dengan pemandangan jalanan serta taburan bintang di langit.
"Shaka,"
Menoleh, ia tersenyum senang melihat sang Ibu sudah berdiri di sebelahnya.
"Oy, Bu. Mau kemana nich?" tanya Shaka tengil.
"Ibu mau pergi ke indomaret dulu, ada beberapa bahan yang Ibu mau beli. Besok ada yang pesen kue buat acara pengajian. Lumayan uangnya buat nambah kebutuhan."
Shaka mengangguk-angguk. "Hayu Shaka anter." Ia hendak berdiri namun terurung karena Ibu menolak.
"Nggak perlu, Ibu naik gojek aja."
"IH!" Shaka terpekik. "Udah malem, Bu. Kunaon atuh naik gojek."
"Gapapa, niatnya mau ke rumah temen Ibu dulu ntar, sekalian ngobrolin buat pembuatan kue besok."
"Ya hayu sama Shaka ih."
"Nggak usah Shaka. Ibu bisa sendiri,"
Shaka mengerucutkan bibir, mematikan rokok lalu merajuk layaknya anak kecil. "Oh, Ibu udah gak mau ngajak Shaka ya? Oh apa Ibu malu sama Shaka? Emang Shaka jelek ya Bu?"
Ibu menyentil telinga Shaka. "Udah-udah, kamu makin hari makin aneh. Tuh, gojek Ibu udah dateng. Dah ya, Ibu pergi dulu."
"Buuu ...." Shaka berujar menahan pergerakan Ibu.
"Apalagi?"
"Maafin Shaka."
Respons Ibu hanya mengangguk seraya tersenyum, lalu tak lama hilang bersama ojek yang semula di pesan tadi. Kini justru berganti, dengan datangnya seorang perempuan berkucir kuda yang turun dari Abang ojek berjaket hijau.
"Haiii," sapa Farhana lalu duduk di samping Shaka.
"Gue kira lo gak jadi dateng."
"Ibu lo mana? Gue mau salaman," kata Farhana.
"Baru aja pergi, lo telat," kata Shaka seraya berdiri. "Ayo masuk. Jangan di luar nanti lo sakit."
Farhana menghela napas pelan, ia membuntuti Shaka masuk ke dalam dan segera duduk di sofa ruang tengah.
"Tunggu bentar," ujar Shaka melenggang masuk kamar dan kembali dengan buku merah bergembok hati beserta kuncinya.
"Pegang ini, simpen yang baik," kata Shaka menyerahkan buku tersebut.
Kening Farhana tentu mengernyit dalam tanda ia tak suka. "Kenapa lo kasih gue?!"
"Gue cuma takut."
"Tania tau?"
"Nggak," sahut Shaka seraya menggeleng.
Farhana menatap bingung buku merah yang kini sudah berada di tangannya. Entah apa yang harus ia lakukan, yang pasti Farhana ada di posisi serba salah untuk saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stres In Life
General FictionKita sebatas mengejar bahagia dengan cara sama-sama terluka. ( Warning ⚠ violence, profanity, gay and sexuality 18+) --- "Lama-lama, saya bunuh kamu!" "Arrgghhh." --- "Kalau gue cemburu, namanya gue sayang. Lo mau gue sayang?" --- "Lo mau kemana? Bi...