Mungkin sekarang hanya cukup di rasakan bukan untuk di ceritakan kebanyak orang, sekalipun dia sang pacar.
•••"DIMANA TANIA?!"
"Apaan sih?!" perempuan yang tengah menggendong anak serta duduk di sofa itu terperanjat kaget karena wanita yang tiba-tiba masuk tanpa permisi.
Sani berkacak pinggang, mata tajamnya mengedar ke seluruh sudut ruangan di rumah Alena. Mencari sosok perempuan yang selama ini tak pernah ia sayang.
"SAYA TANYA DIMANA TANIA? KAMU TULI?!"
Alena menatap marah pada Sani. "Jangan teriak-teriak! Tante nggak punya sopan santun ya?!"
"Nggak usah nasehatin saya!"
Alena berdecih tak suka, ia menutup telinga Bumi guna anaknya tak mendengar teriakan menyakitkan dari wanita tak punya hati yang saat ini tengah ada di rumahnya.
"Alena nggak tau, Tan. Ngapain sih Tante masih aja nyari Tania? Mau bikin luka apalagi?!" ujar Alena.
"BERANI YA KAMU NGELAWAN SAYA?!"
Prang.
Vas bunga yang semula tersusun rapi di atas meja kini sudah pecah berserak di atas lantai. Sani terkekeh sinis melihat wajah Alena yang terkejut.
"Tante udah nggak waras?" ujar Alena tak habis pikir betapa stresnya Tania selama ini.
"Kamu yang gila!" bentak Sani murka.
Alena menggeleng prihatin dengan tingkah Sani yang selama ini membuat Tania tertekan. Sebagai sahabat, Alena merasa gagal menjadi rumah untuk Tania karena tak bisa melindungi sahabat satu-satunya.
"SAYA TANYA DIMANA TANIA?" teriak Sani lagi. Wanita itu masih bersikukuh menyangka bahwa Tania ada di rumah Alena.
"Alena nggak tau Tan—"
"MAMA!" Tania menginterupsi ucapan Alena. Perempuan dengan pakaian dress hitam panjang serta kerudung pasmina hitam yang hanya menutup sebagian rambut itu terlihat marah karena sudah membuat keributan di rumah Alena.
Ia benar-benar tak bisa berpikir jernih terhadap Sani yang tanpa malu datang ke rumah Alena hanya untuk marah-marah seperti ini.
"Mama beneran udah gila! Ngapain si Ma bikin malu di rumah Alena?" ujar Tania pada Sani.
"INI SEMUA GARA-GARA KAMU! DARI MANA AJA KAMU GAK PULANG-PULANG HAH?!"
"Apa pedulinya Mama? Cuma mau nyiksa Tania aja 'kan?!" balas Tania.
"Anak kurang ajar!" Sani geram, wanita itu sudah mengepalkan tangan karena marah pada Tania.
"Iya, Ma. Tania kurang ajar karna Mama yang ngajarin Tania. Mama yang udah buat Tania kayak gini."
"Berengsek!" Sani dengan emosinya lantas langsung menjambak rambut Tania kuat dan menghempaskan tubuh Tania di lantai hingga lututnya mengenai serpihan kaca dari vas bunga tersebut.
"Tania ...." Alena menjerit ngilu. Perempuan itu berlari ke lantai dua sekadar menaruh Bumi di dalam kamar dan segera ingin membantu Tania.
"DARI MANA AJA KAMU!" bentak Sani kasar.
Dengan wajah datar Tania menjawab. "Makam Papa."
Sontak, Sani tertawa remeh seraya bersedekap dada. "Ngapain dateng sama orang yang udah mati?"
"Papa mati karna Mama!" sahut Tania.
"TUTUP MULUT KAMU ANAK SIALAN!"
"Kalo Mama nanya ngapain Tania ke makam Papa, jawabannya cuma satu. Tania bilang ke Papa kalo Tania benci Mama!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Stres In Life
General FictionKita sebatas mengejar bahagia dengan cara sama-sama terluka. ( Warning ⚠ violence, profanity, gay and sexuality 18+) --- "Lama-lama, saya bunuh kamu!" "Arrgghhh." --- "Kalau gue cemburu, namanya gue sayang. Lo mau gue sayang?" --- "Lo mau kemana? Bi...