•••
Kita memang sangat dekat, namun aku selalu merasa ada sekat yang tak terlihat.
•••"Alo Tania ... Udah lama deh gak liat lo."
Perempuan yang baru satu langkah keluar dari kelas agak terperanjat karena sapaan dari laki-laki di hadapannya. Ia mendesah pelan lalu tersenyum kecil dan berucap.
"Kita kan beda kelas. Lagian gue dapet kelas keseringan sore sih."
Karel mangut-mangut, ia menggaruk kepala lalu melontarkan pertanyaan pada Tania. "Mmm, Kiya mana?"
"Nganter Pinat ke tempat fotokopi."
Cowok itu hanya bergumam pelan lalu nyengir menatap Tania.
"Mau ke kantin gak? Yuk bareng, kayaknya ada Shaka di sana. Tadi sih dia kelaparan terus duluan deh."
"Silan kemana?" tanya Tania membuat mimik wajah Karel terlihat canggung.
"Dia masih marah sama gue, buat ketemu pun dia gak mau."
Tania menggusah napas, perempuan itu lantas geleng-geleng dan langsung melengos pergi menuju kantin. Karel tentu saja lekas mengejar dan mengimbangi langkah kaki Tania.
Kaki mereka sudah berpijak pada lantai kantin Universitas yang saat ini lumayan ramai. Mata Karel yang sedari awal mengedar dapat melihat jelas keberadaan Shaka yang duduk di ujung meja dekat penjual siomai.
"Noh laki lo Tan," ujar Karel. Pandangan Tania tentu mengikuti arah tunjuk jari Karel.
"Ayo buru kita makannn," kata Karel langsung berlari menghampiri.
Perempuan yang memakai flatshoes hitam polos itu agak mengernyitkan kening kala melihat Shaka tak sendiri. Cowok Sunda itu ternyata bersama Farhana, posisi mereka yang saling berhadapan dengan wajah Shaka yang terlihat serius membuat Tania merasa heran.
"Gue boleh ikut gabung?"
Shaka mendongkak mendengar suara sang gadis, laki-laki itu justru malah tersenyum girang. Ekspresi wajah yang semula serius berubah menjadi kesenangan.
"Boleh atuh! Sini duduk samping aku, mau pesen makan apa?"
"Apa aja," sahut Tania.
"Kita lagi pesen siomai sih, Tan. Tuh, Karel lagi antri," kata Farhana pada Tania.
"Ya udah samain aja."
Shaka mengangguk, ia berteriak agar Karel mendengar untuk menambah satu porsi pesanan lagi untuk Tania.
"Pulang sama aku ya Tan," tawar Shaka.
"Iya,"
Cowok itu senyum lebar seraya mendekatkan wajah pada telinga Tania dan berbisik pelan. "Pulang ke rumah aku, tadi pagi udah izin sama Ibu kalo kamu mau nginep."
Mendelik, Tania mencubit paha Shaka. "Gue gak ngomong gitu ya Shaka!"
"Udah ish, nurut aja. Demi kebaikkan kamu."
Tania mengembuskan napas pasrah. Shaka kadang terlalu hiperbola dalam menanggapi sesuatu.
"HAI PELACUR!?"
Tania terkesiap karena pundaknya di tepuk keras oleh seseorang. Ia menoleh, mendapati Sanres yang berdiri angkuh tengah menatapnya tajam.
"Jaga mulut sampah lo itu!" ujar Tania sengit pada perempuan berambut blonde itu.
Sanres terkekeh sinis, ia menaikkan sebelah alis tengil. "Shaka, Shaka. Lo masih mau aja ya sama cewek bekas pakai siapa aja. Gak jijik?"
"Eh bangsat! Lo bener-bener gila ya!" sambar Farhana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stres In Life
General FictionKita sebatas mengejar bahagia dengan cara sama-sama terluka. ( Warning ⚠ violence, profanity, gay and sexuality 18+) --- "Lama-lama, saya bunuh kamu!" "Arrgghhh." --- "Kalau gue cemburu, namanya gue sayang. Lo mau gue sayang?" --- "Lo mau kemana? Bi...