•••
Ternyata sedekat apapun kita, kamu tetap menyimpan banyak luka. Yang aku kira kamu selalu terlihat bahagia.
•••"Taniaa, lo liat Shaka nggak?" perempuan yang hendak masuk kelas itu mengurungkan niatnya lalu menoleh pada seseorang yang bertanya barusan.
Menggeleng, Tania menjawab acuh. "Nggak, lo kan temen sekelasnya."
Karel mendesah kecil dengan bahu lemas. "Dari malem tuh bocah ngilang. Gua cari ke rumahnya juga gak ada, hp dia mati. Gue tadi sih udah nanya Farha, tapi malah di suruh nanya ke elo, Tan."
"Gue?" Tania menunjuk dirinya sendiri. "Gak tau, Shaka nggak ngasih kabar."
"Shaka sekarang susah banget di ajak main!" Karel menggerutu bete. "Ya udah, Tan. Kalau gitu, gue cabut dulu, kabarin kalo ketemu Shaka ya?"
"Oke," Tania mengiyakan dan Karel lari ngibrit dengan cepat. Perempuan itu mendengus lalu hendak kembali masuk kelas namun tertahan karena getaran ponsel.
Drrrttt.
Agak terkesiap, Tania segera merogoh totebag lalu terlihat jelas nama Shaka di layar ponselnya. Ia menggusah napas lalu menerima panggilan dan menempelkan benda pipi tersebut di daun telinga.
"Asalammualaikum, Tania kamu di mana?"
Kening Tania mengerut bingung seraya menjawab salam. "Waalaikumsalam, Iya Bu? Tania lagi di kampus. Ada apa?" sedikit heran karena suara di seberang sana malah Ibu Shaka.
"Taniaa, Shaka ... Masuk rumah sakit, sekarang Shaka di rawat." Tania dapat mendengar jelas isak tangis Ibu di seberang sana dengan nada bergetar.
Perasaan Tania seketika langsung panik dan khawatir yang mendalam. Perempuan itu tanpa berpikir berbalik badan dan berjalan cepat meninggalkan kelas dan mata kuliah hari ini.
"Ibu, Tania ke sana sekarang, tolong kirim alamat rumah sakitnya ya, Bu."
"Hati-hati Tania," Ibu mematikan sambungan secara langsung membuat Tania bergerak gusar, raut wajah Tania begitu khawatir terhadap cowok Sunda itu.
"Ada apa dengan kamu Shaka," ucap Tania lirih serta di hantui rasa takut.
****
"Pasien atas nama Shaka Okta Aldian. Ada dimana?" Tania bertanya panik pada seorang resepsionis yang langsung membuka buku daftar nama pasien serta komputer berusaha cepat mencari nama yang di sebutkan.
"Untuk pasien atas nama Shaka, ada di ruang ICU lantai dua, Kak."
"ICU?" Tania agak syok dan langsung mengangguk segera mengucapkan terima kasih. Perempuan berambut curly itu agak berlari sepanjang lorong dan menjumpai Ibu yang duduk di kursi besi seorang diri.
"Ibuuu...," seru Tania membuat wanita itu menoleh cepat dan menangis.
"Tania," Ibu berhambur ke dalam pelukan Tania membuat sang empu hampir goyah karena belum siap menahan.
"Shaka dimana, Bu?" tanya Tania.
Ibu menatap Tania dengan genangan air mata yang menumpuk, wanita itu memapah Tania agar duduk dan langsung menarik napas dalam.
"Shaka ada di dalam, sedang di tangani oleh dokter."
"Kenapa harus di ICU?"
"Shaka— sakit Tania," Ibu terisak kembali. "Selama ini, Shaka sakit keras. Dan Ibu, baru tau tadi malam karena Shaka pingsan tiba-tiba dengan bibir sangat pucat."
Ibu tertunduk sedih. "Maaf, Ibu baru bisa kasih kamu kabar sekarang karena Shaka melarang Ibu untuk memberitahu kamu. Shaka, nggak mau kamu nambah beban pikiran."
KAMU SEDANG MEMBACA
Stres In Life
General FictionKita sebatas mengejar bahagia dengan cara sama-sama terluka. ( Warning ⚠ violence, profanity, gay and sexuality 18+) --- "Lama-lama, saya bunuh kamu!" "Arrgghhh." --- "Kalau gue cemburu, namanya gue sayang. Lo mau gue sayang?" --- "Lo mau kemana? Bi...