•••
Untuk saat ini, tidak ada pikiran untuk bahagia. Karena rasanya semua sudah sia-sia.
•••Perempuan yang suasana hatinya sedang tidak baik itu membuka pintu rumah dengan lesu. Tania berdecak pelan tatkala melihat Sani tengah duduk di sofa ruang tengah seraya membaca majalah di tangannya.
Tania salah, ia pikir pulang lebih awal tak akan bertemu mamanya, namun ternyata kesialan selalu saja menimpa Tania. Kalau begini, lebih baik ia pulang saja ke rumah Alena. Sialnya sudah telat karena Sani menyadari kehadiran Tania.
"Saya nggak mau di bantah, nanti malem ikut saya. Udah lama juga kamu saya bebasin," Sani menyeletuk, tanpa mengalihkan pandangan wanita itu berucap menyebalkan.
"Buat kali ini, Tania mohon jangan paksa Tania, Ma. Izinin Tania berdiam diri di kamar," ujar Tania menyahut.
Majalah yang semula Sani pegang kini ia banting di atas meja. Wanita itu menggeram, berdiri lalu berbalik menatap Tania tajam.
"KAMU ITU EMANG BEGO, KALAU SAYA BILANG JANGAN NGEBANTAH YA NURUT. SELALU AJA NGEJAWAB. DASAR ANAK SETAN!" gertak Sani.
Tania mengembuskan napas, "Jangan teriak, Tania gak tuli."
"KAMU ITU BIKIN SAYA EMOSI TERUS!" bentak Sani marah.
"Mama buat Tania cape terus. Setiap pulang, Tania nggak bisa istirahat tenang."
Sani terkekeh sinis. "Mau tenang? Mati aja, beban saya pasti berkurang."
"Bener-bener Ibu gak punya hati!" tekan Tania membuat Sani mendelik tak terima. Wanita itu dengan gesit berjalan menghampiri Tania dan langsung menjambak rambut sang anak.
"Kurang aja kamu ya!" ujar Sani tersulut emosi. "Rasain ini!"
"Argghh," Tania meringis kala rambutnya di tarik kuat oleh Sani. Wanita itu sama sekali tak pantas di sebut seorang ibu.
"Lepasin! Jangan sentuh rambut gue. Lo gak pantes gue hormatin!" saking sudah lelah menahan kesal, kini nada bicara Tania meninggi dan tidak sopan.
Plak.
"Saya benci kamu anak sialan!"
Rasa panas menjalar pada pipi Tania, ia hanya bisa memejam seraya menikmati denyutan nyeri akibat tamparan Sani.
'Tuhan ... Cape banget' bantin Tania berucap.
"SINI KAMU!" tanpa iba, Sani menyeret tubuh Tania ke dalam kamar mandi. Wanita itu menghempaskan tubuh Tania pada lantai putih yang dingin.
Mengambil gayung, lalu dengan enteng Sani memukul kepala Tania dengan keras dan menimbulkan dengungan hebat pada telinga Tania. Perempuan lemah itu hanya pasrah, Tania tak bisa membalas Sani dengan kekerasan yang sama juga.
Semesta memang tak pernah adil untuk dirinya.
"Ini akibatnya kalo kamu susah untuk nurut!" ujar Sani seraya menendang perut Tania.
Perempuan yang terkapar di lantai ini terbatuk, kepalanya berdenyut hebat dengan pikiran berkelana mengingat foto-foto mesra Shaka bersama Sanres. Belum lagi mengingat perkataan tajam dari Shaka. Semuanya menjadi satu membentuk rasa sakit yang teramat.
"Rasanya saya mau bunuh kamu anak gak berguna!" ujar Sani membuat Tania mendongak.
"Bunuh, Ma! Lakuin sesuka Mama!"
"Jangan menantang saya!"
Bugh.
Sani menendang paha Tania sampai membiru akibat terlalu kuat. Wanita itu meludah lalu pergi begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stres In Life
General FictionKita sebatas mengejar bahagia dengan cara sama-sama terluka. ( Warning ⚠ violence, profanity, gay and sexuality 18+) --- "Lama-lama, saya bunuh kamu!" "Arrgghhh." --- "Kalau gue cemburu, namanya gue sayang. Lo mau gue sayang?" --- "Lo mau kemana? Bi...