Ingatan Peace Lili

30.9K 2.5K 5
                                    

Pemikiran dan sikapku menolak semua tentangmu, tapi tidak dengan hatiku.

_Devan Fernandes_

_Devan Fernandes_

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Gara-gara aku, hiks... kakak jadi..."

Devan mengangkat kedua kelopak matanya perlahan, di tatapnya Renata sekilas lalu beralih pada lantai yang mereka pijak.

"Pergi!"

Kalimat Renata terjeda, ia menatap Devan antara penyesalan bercampur keterkejutan. Kata pergi itu terlalu ambigu untuknya, apa yang sebenarnya Devan inginkan saat ini.

Apa laki-laki itu ingin agar Renata pergi menuju kamarnya, atau pergi yang dimaksud Renata harus angkat kaki dari rumah mungil berlantai dua itu. Artinya Renata diusir dari sana.

"Ma... maksudnya?"

Bola mata Devan bergerak perlahan, kedua manik tajam itu menatap wajah sayu Renata dengan tatapan mengintimidasi dan sarat akan kebencian.

"Kamu tuli?" desisnya membuat hati Renata teriris perih.

"Pergi atau saya seret paksa!"

Renata terenyuh, tanpa bisa dicegah air matanya kembali berjatuhan.

"PERGI!"

Tubuh Renata menegang terkejut, bentakan Devan membuat tangisnya terjeda beberapa detik. Pandangan gadis itu mengabur, karena ulah cairan bening yang sudah memenuhi kedua pelupuk matanya. Dadanya penuh sesak karena tersayat perkataan sarkatis laki-laki itu.

"M... maaf,"

Renata berlari menjauh sambil terisak, hatinya terasa sangat nyeri namun ia tidak tau cara mengatasinya.

"ARGH!"

Lelaki itu membenturkan kepalanya sendiri ke dinding, mengacak rambutnya sampai menghajar cermin yang ada disana hingga hancur. Berkat aksinya banyak serpihan kaca yang bertaburan layaknya ladang ranjau, belum lagi bau anyir yang mengelilingi kamar itu.

Meski sudah terluka tapi emosinya masih belum mereda. Alhasil Devan harus melampiaskan semuanya pada setiap benda, bahkan vas yang ada disana dibuat hancur. Perlahan tubuhnya luruh, tak lama terdengar sayup isak tangis yang mengisi ruangan mungil itu.

Sejujurnya Devan tidak tau kenapa ia bisa sangat emosional. Entah karena perlakuan Daud, kenyataan soal masa lalunya, Renata yang pergi atau mungkin perkataan kasarnya kepada gadis itu. Tapi satu yang pasti, hati Devan terasa sangat sesak.

"Maafkan saya Ren, hiks."

"Ka." panggil seorang gadis, takut

Devan memutar kepala, kedua alisnya terangkat kala melihat kehadiran seorang gadis disamping brankarnya. Sebagian wajah gadis itu tertutup surai panjangnya.

SINGLE MOM (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang