Kebaikanmu yang membuatku jatuh terlalu dalam, setidaknya tolong izinkan aku menetap selamanya dilorong rasamu.
_Devan Fernandes_
***
Renata duduk meringkuk diatas ranjang, tubuhnya masih gemetar hebat. Bayangan masa lalu terus saja berputar dalam kepalanya seperti kaset rusak. Berulang kali ia berusaha menyingkirkan kenangan kelam itu, entah dengan memukul kepalanya sendiri, berteriak, menangis maupun mengumpat kasar untuk Marsel.
Namun tetap saja, rasa takutnya terlalu nyata untuk dihadapi. Renata belum sepenuhnya berdamai dengan masa lalu, dia memang pernah berpikir apa yang akan dilakukan saat bertemu Marsel dimasa depan.
Kemungkinan jika Marsel akan berusaha untuk melenyapkannya bersama Devanka, maupun kemungkinan jika Marsel berusaha merebut hak asuh Devanka. Tentang Marsel yang akan menghasut Devanka untuk membencinya dan membawa buah hatinya pergi jauh, sampai Renata tak mampu melihatnya lagi.
Sejak dulu Renata sudah membuat antisipasi, serta sikap yang harus ia tunjukan didepan Marsel. Tapi ternyata semuanya menguap, yang ada hanya ketakutan semata.
"Mama?"
Tangis Renata terhenti, ia menoleh kearah pintu.
"Devanka?!"
Merasa terpanggil sekaligus khawatir dengan kondisi Renata, Devanka berlari dan langsung berhambur kedalam pelukan mamanya.
"Devan anak mama," bisik Renata terdengar memilukan, pelukan mereka semakin erat.
"Anak mama."
Renata mengusap sayang kepala Devanka, tak lupa mencium seluruh inci wajah tampan anaknya.
Devan diam di ambang pintu, setelah menitipkan Renata pada bi Jati dan meminta Renata istirahat, ia langsung tancap gas menuju sekolah Devanka. Bertahun-tahun Devan memendam amarah pada Marsel, bahkan dia sudah menyiapkan segala kemungkinan yang tak jauh berbeda dengan Renata.
Tapi nyatanya saat bertemu langsung dengan Marsel, Devan tak mampu lagi mengontrol sifat iblis dalam dirinya. Apa lagi saat Marsel dengan lancangnya mengumpat dan memanggil istrinya dengan kata-kata kotor, yang lebih tepat untuk Marsel sendiri.
Jadilah tangannya harus kotor karena bersentuhan dengan manusia sialan seperti Marsel.
Ddrrttt
Ponsel Devan bergetar, ia melirik Renata dan Devanka sekilas lalu beranjak keluar kamar.
Devanka mengurai jarak, tangan mungilnya menghapus jejak air mata yang membasahi kedua pipi Renata. Bibir mungilnya tersenyum tipis, bermaksud mencairkan suasana. Devanka memang sudah biasa melihat Renata yang terkadang bersikap aneh, seperti ketakutan akan sesuatu, sampai melarangnya pergi kemanapun seharian penuh. Tapi ini kali pertama Devanka melihat Renata benar-benar berantakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SINGLE MOM (END)
General FictionPerempuan dianggap sebagai makhluk yang lemah, tak heran mereka sering menjadi target kejahatan yang dilayangkan orang-orang tak bertanggung jawab. Tak terkecuali dengan Rania Mahendra, gadis 17 tahun yang harusnya hidup dalam selimut kebahagiaan d...