Perempuan dianggap sebagai makhluk yang lemah, tak heran mereka sering menjadi target kejahatan yang dilayangkan orang-orang tak bertanggung jawab.
Tak terkecuali dengan Rania Mahendra, gadis 17 tahun yang harusnya hidup dalam selimut kebahagiaan d...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Renata mengusap sayang cincin berlian yang kini melingkari jari manisnya, senyum perempuan itu masih setia mengembang mengingat kejadian beberapa menit lalu. Saat ini ia bersama Ami dan Bara berada di koridor kampus, banyak pasang mata yang menatap Renata iri.
Rupaya kabar soal dosen muda tampan yang melamar Renata sudah menyebar cepat, layaknya jago merah yang melalap setumpuk dahan kering. Tapi tidak sedikit dari mereka yang tidak percaya dengan berita hot itu, karena dari kaca mata mereka Devan terkenal dingin, killer, flat hingga irit bicara. Jadi mana mungkin pria sekelas Devan berbicara panjang lebar, apa lagi berbuat hal romantis didepan para mahasiswa. Bullshit!.
Ami tersenyum miring, perempuan itu menyenggol lengan Bara sebagai bentuk kode untuk pria yang ada disampingnya. Bara menoleh, ia ikut mengulas senyum geli melihat ekspresi Renata.
"Aduh duh, iya yang baru dilamar sama dosen ganteng."
Merasa sindiran yang diberikan Ami ditunjukan padanya, Renata menoleh dengan pipi bersemu.
"Tuh cincin jangan kebanyakan di gosok Ren, nanti keluar jin-nya loh."
Ami mencebik "Ah lo Bar, kaya nggak tau aja. Rena kaya gitu supaya cincinnya makin mengkilap, jadi kan bisa pamer ke mahasiswi disini kalo 'pak Devan sepenuhnya punya gue!' gitu." ujar Ami sengaja menekankan kalimat akhir.
Bara melotot tak percaya, bibirnya membentuk seringai kecil.
"Serius? Wah bagus juga ide lo Ren, gue sih setuju ya. Jadi nggak ada yang ngusik pak Devan lagi,"
"Ya iya lah, harus itu. Jangan sampe pak Devan deket sama ulet bulu kegatelan, lo jangan mau kalah saing sama mereka Ren!" timpal Ami menggebu-gebu.
Renata terkekeh pelan mendengar celotehan Ami dan Bara yang menurutnya saat menghibur.
Ami melenguh pelan, kedua matanya terpejam mengingat perlakuan Devan pada Renata yang menurutnya sangat romantis. Persis seperti novel.
"Gue nggak nyangka pak Devan bisa seromantis itu,"
"Lo tenang aja Mi, kalo lo mau gue bisa kok lebih dari apa yang pak Devan lakuin ke Rena." ujar Bara berbangga diri dengan menepuk dadanya.
Ami menjulurkan lidahnya, membuat ekspresi ingin muntah. Berbeda dengan Renata yang sudah tergelak karena tingkah Bara yang tak pernah absen merayu Ami, meski ujungnya hanya penolakan tapi tetap saja tak membuat pria itu menyerah.
Rupanya interaksi Renata dengan kedua temannya, bahkan ekspresi menggemaskan perempuan itu, tak sekalipun luput dari tatapan tajam namun teduh milik Devan. Pria itu terlalu fokus pada wajah cantik Renata, hingga tak sekalipun menyadari tatapan memuja dan kagum yang terang-terangan dilayangkan oleh para mahasiswi.
"Renata!"
Satu kata yang diucapkan oleh pemilik suara barito itu, nyatanya mampu memporak porandakan hati para mahasiswi yang berada disekitar koridor. Namun itu aneh, seharusnya yang merasa seperti itu adalah Renata. Karena nama perempuan itu yang dipanggil, bukan mereka.