Perempuan dianggap sebagai makhluk yang lemah, tak heran mereka sering menjadi target kejahatan yang dilayangkan orang-orang tak bertanggung jawab.
Tak terkecuali dengan Rania Mahendra, gadis 17 tahun yang harusnya hidup dalam selimut kebahagiaan d...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Devan melenguh panjang saat merasakan gerakan lembut menyapa pipinya, namun saat ia hendak membuka mata usapan lembut itu terhenti. Akhirnya Devan kembali hanyut dalam mimpinya, matanya terlalu berat dan tubuhnya terlalu lelah setelah dua hari tidak tidur sama sekali.
"Mas capek ya?"
Suara lembut diikuti usapan diatas kulit pipinya membuat Devan terlena, mau tak mau ia mengangkat kedua kelopak matanya yang terasa berat.
"Sayang?" gumam Devan dengan suara serak khas orang bangun tidur.
"Mas capek ya?"
Devan tersenyum simpul, dia menggeleng lemah.
"Mas nggak papa,"
Gerakan tangan Renata terhenti, matanya menatap Devan kosong. Dia menarik tangannya menjauh, namun pergelangan tangannya ditahan oleh Devan.
"Udah, kaya gini aja."
"Aku ganggu tidur mas, kan?"
"Mana ada,"
"Kamu udah makan?"
"Aku..."
Ddrrttt
"Bentar sayang,"
Renata mengangguk, dia menarik tangannya menjauh selagi Devan menerima telepon entah dari siapa.
"Dimana?!"
Suara dalam dan penuh penekanan itu membuat Renata sedikit terkejut, dia menatap suaminya, tak disangka Devan juga memperhatikannya. Masih dengan telepon diatas telinganya, Devan memperhatikan istrinya dengan tatapan yang sulit terbaca.
"Shareloc, saya kesana sekarang!"
Panggilan terputus, Devan menegakkan punggungnya lalu melangkah pergi.
"Mas?" panggil Renata yang sedari tadi mengekor dibelakang suaminya.
Devan berbalik "Kenapa sayang?" tanyanya lembut.
"Mas mau kemana? Dan tadi telepon dari siapa?"
"Tadi dari Gio."
"Gio ngomong apa?"
"Dia bilang, mareka berhasil melacak posisi Marsel."
Mata Renata melotot tak percaya "Be... berarti..."
Renata membekap mulutnya sendiri, ia terlalu bahagia untuk menggambarkan seluruh perasaanya. Hingga yang bisa lakukan sekarang hanya menangis, dia bahagia.
Devan mendekat, dia memeluk tubuh istrinya erat.
"Hust, kamu berdoa aja ya. Semoga kali ini memang Marsel,"
"A... aku mau ikut mas."
Devan mengurai jarak "Nggak bisa sayang, kondisi kamu..."
"Aku mau ikut!" tegas Renata, Devan menghembuskan nafas panjang.