Takut Nggak, Seneng Iya

28.9K 2.2K 37
                                    

"Apa-apaan sih!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa-apaan sih!"

"Kamu tenang dulu," pinta sang ayah.

"Tenang?"

Pria itu berdecih kasar "Enak banget kalau ngomong, emang papah pernah ngerasain gimana rasanya pas kita di vonis nggak bisa punya keturunan?!" kesalnya, sedikit membentak.

"Tenang dulu, mamah yakin ada cara lain supaya kamu punya keturunan."

Pria itu mendesis sinis, kedua orang tuanya bisa mengatakan hal seperti itu karena mereka sudah memiliki dia. Buah cinta mereka. Jadi mereka tidak tau bagaimana rasanya saat dokter memberitau bahwa pria itu tak bisa memiliki keturunan, efek dari kemoterapi yang dijalaninya selama beberapa tahun terakhir.

Pria itu mengusap wajahnya kasar, telapak tangannya berubah basah dan licin karena keringat dingin. Kepalanya terasa berat, hingga membuatnya memejamkan kedua matanya untuk sesaat.

"Kenapa mamah sama papah nggak ngomong sejak awal, kalau efek kemo bisa bikin aku mandul?!" tanyanya menggeram kesal.

"Kalau sejak awal kita ngomong, pasti kamu nggak akan mau dikemo. Papah tau apa yang ada didalam kepala kamu itu,"

Bruk

Pria itu menggebrak meja makan didepannya, menyisakan suara dentuman yang memekakkan telinga. Bahkan hingga membuat kedua orang tuanya tersentak kaget. Pria itu bangkit dari duduknya, dengan mata menyalang tajam dan tangan terkepal kuat. Hingga menyisakan guratan di pelipis, leher hingga kedua lengannya.

"Lebih baik aku mati, dari pada menanggung malu karena nggak bisa punya keturunan!"





🐝🐝🐝🐝


Ding

Dong

Devan mengedarkan pandangannya ke segala penjuru rumah berlantai dua yang khas dengan ornamen berbahan kayu. Cukup nyaman, elegan sekaligus mewah. Bahkan didepan rumah itu terdapat taman yang cukup luas, diisi oleh air mancur, pohon dan beberapa tanaman hias beraneka warna.

Ding

"Eh?" pekik Devan terkejut, saat pintu rumah tiba-tiba saja terbuka dan memperlihatkan seorang pria paruh baya dengan kening mengkerut dalam.

"Maaf, cari siapa ya?"

"Ah iya, perkenalkan nama saya Devan."

"Devan?"

"Iya."

"Kalo begitu, silakan masuk." ucapnya sedikit menepi dari pintu.

Devan mengangguk singkat, ia berjalan melewati pria paruh baya didepannya dengan kepala sedikit tertunduk. Sesuai instruksi, Devan menjatukan tubuhnya diatas sofa bludru berwarna hitam.

"Eh ada tamu ya?" tanya wanita paruh baya dengan rambut tergerai sebahu, yang baru saja keluar dari dapur.

"Tolong buatkan minum ya mah,"

SINGLE MOM (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang