Part 3

17.3K 1.1K 46
                                    

Andromeda Wicaksono, seorang polisi muda. Baru saja lulus dari akademi kepolisian, dan sekarang dia ditugaskan di bagian kriminal dan ditempatkan di kota kelahirannya. Sungguh beruntung memang. Atau memang karena kepandaiannya? Andro, demikian dia biasa dipanggil, memang menguasai beberapa teknik beladiri. Otaknya juga cerdas, terbukti bahwa dia bisa lulus dengan langsung ditempatkan pada bagian kriminal yang tentu sangat membutuhkan daya analis yang sangat kuat. Beberapa kasus kriminal mampu dia pecahkan dengan baik, namun sekarang saat dia menangani satu kasus baru, membuatnya harus kembali ke masa lalu. Kembali pada kesadaran bahwa dia sudah melakukan satu kesalahan yang mungkin tidak akan bisa dia hapus.

"Belum pulang kamu? Mau bermalam di markas?" Satu tepukan halus di pundak Andro menyadarkannya dari lamunan. Di tangannya masih dia pegang berkas kasus yang membuat ingatannya seolah dipaksa kembali ke masa lalu.

"Siap Senior! Ijin mempelajari berkas terlebih dahulu!" Ujarnya tegas, saat mengetahui bahwa yang menegurnya adalah seniornya sendiri. Raditya, nama senior dari Andro. Mereka kerap bekerja dalam satu team dalam memecahkan kasus-kasus kriminal yang dibebankan oleh atasan mereka. Karena itu, hubungan mereka sudah seperti kakak dan adiknya. Terlebih, Andro sendiri adalah anak sulung, yang kadangkala dia menginginkan figur seorang kakak dalam kehidupannya.

"Udah, ini udah diluar jam kerja. Nyantai ajalah. Kayak sama siapa aja sih.." Radit sendiri tipe senior yang tidak terlalu melihat senioritas. Baginya, sosok Andro juga sudah menjadi adik sehingga ketika jam dinas sudah selesai, dia akan memperlakukan Andro lebih seperti adik dibandingkan dengan juniornya.

"Siap! Iya bang. Ini lagi lihat dan pelajari kasus baru yang tadi dikasih sama komandan." Andro lalu menyodorkan beberapa berkas dan diterima langsung oleh Radit. Sekilas, Radit membaca beberapa berkas yang sudah berpindah tangan itu. Kasus pemerkosaan seorang siswi sekolah saat pulang sekolah.

"Kasus pemerkosaan?" Tanya Radit sambil matanya melirik ke Andro. Andro yang sedari tadi masih duduk, sekarang berdiri, mensejajarkan dirinya dengan posisi Radit. Dia lalu mengangguk sekilas, membenarkan apa yang dikatakan oleh Radit.

"Ini kasus perkosaan pertama yang Andro tanganin bang. Biasanya komandan ngasih ke Andro kasus pencurian atau penggelapan."

"Itu yang bikin kamu tadi kayak mikir berat gitu? Karena ini kasus pertama kamu yang cukup berat?" Radit menebak saja dari gelagat Andro yang tadi tampak sangat mempelajari berkas kasusnya itu. Pertanyaan Radit itu hanya mendapat anggukan saja dari Andro.

"Kalau komandan ngasih kasus ini ke kamu, ya artinya komandan yakin kalau kamu bisa selesaikan ini semuanya." Radit kembali berkata. Dia bermaksud untuk memberikan semangat kepada juniornya itu.

"Bang, besok rencananya Andro mau ngadep ke komandan, minta biar kasus ini abang aja yang jadi leadernya. Jujur aja Andro siap buat kasus sebesar ini bang. Andro biar jadi anggota aja. Jadi sambil belajar juga gimana nanganin kasus kayak ginian" Apa yang baru saja dikatakan oleh Andro tersebut memang benar. Dia yang biasanya menangani permasalahan tidak sebesar ini.

"Lihat besok aja. Apa komandan mau atau tidak mengalihkan kasus kamu itu" Sebenarnya, sangat mudah untuk menolak. Selain karena Andro adalah juniornya, saat ini dia sendiri masih harus menangani kasus yang tidak mudah. Tapi entahlah, Radit seperti tidak bisa menolak jika yang meminta itu adalah Andro.

"Ya udah, kita pulang saja. Ini juga udah malam." Ajakan dari Radit ke Andro itu dibalas anggukan oleh Andro. Dia lalu bergegas membereskan meja kerjanya dan kemudian berjalan bersama keluar dari markas kepolisian yang sudah sepi malam itu dan hanya menyisakan beberapa polisi yang memang bertugas dinas malam dan mereka yang akan patroli malam.

Mereka berdua berpisah di parkiran mobil. Dalam kesendirian di mobil yang dikendarainya itu, kembali, pikiran Andro melayang pada peristiwa bejat yang sudah dia dan beberapa temannya lakukan beberapa tahun lalu. Membaca berkas laporan mengenai perkosaan itu dan bagaimana kondisi korban membuatnya langsung mengingat kejadian itu.

Andro memilih untuk melajukan mobilnya menuju kedai kopi yang buka 24 jam. Tampaknya dia butuh sesuatu yang menyegarkan pikirannya. Kedai kopi adalah pilihan yang tepat. Dengan baju seragam kepolisian yang masih menempel di badannya, dia tidak akan mungkin masuk ke club atau diskotik. Jelas hal itu akan membuat dirinya bermasalah di tempatnya berdinas sekarang.

"Malam....Kapten... Baru pulang?" Sapa barista kedai kopi itu ramah ke Andro. Mereka sendiri sudah saling mengenal. Andro sering mengunjungi kedai kopi ini saat dia harus lembur atau dia ingin merilekskan dirinya dengan menikmati kopi dan alunan musik ringan yang memenuhi ruang kedai kopi itu.

"Malem juga mas Evan. Buatin......"

"Coffee latte dengan less sugar sama croissant waffle? Benar?" Barista yang bernama Evan itu tampaknya sudah hapal dengan pesanan dari Andro hingga dia langsung saja memotong ucapan dari Andro. Andro hanya tersenyum dan mengangguk saja.

"Gue tunggu di sana ya.." Andro lalu menunjuk satu spot yang juga menjadi tempat favoritnya saat berada di kedai kopi tersebut. Spot yang ditunjuk Andro itu ada di pojok dengan view langsung ke jalan raya.

Butuh sekitar lima belas menit menunggu hingga Evan datang membawa semua pesanan Andro tadi.

"Gue kan gak pesen brownies?" Andro sedikit bingung saat Evan juga memberikan satu potong brownies bersamaan dengan croissant waffle.

"Brownies ini gue buat sendiri dengan dark chocolate, dan dari beberapa artikel yang gue baca, chocolate itu dipercaya buat reducing stress." Malahan sekarang Evan duduk di depan Andro. Tingkah Evan itu semakin membuat Andro bingung.

"Your body language has describe kalau kapten lagi gak baik-baik saja. Apalagi mata kapten yang gak seperti biasanya. Whatever the problem is, masalah itu dihadapin kapten. Jangan dihindarin"

"Keliatan banget gitu ya gue ada yang dipikirin?" Penasaran juga akhirnya Andro bertanya ke Evan.

"Banget... Mata kapten gak bisa bohong, dan itu kunciannya kapten" Selesai mengatakan itu, Evan kembali berdiri dan melangkahkan kakinya kembali ke tempatnya. Namun, baru beberapa langkah, dia kembali membalikkan badan, dan sambil menunjuk ke brownies yang sedang Andro potong, dia berkata:

"and don't worry, those brownies are free of charge"

Kini tinggalah Andro sendiri kembali. Kembali pikiran-pikiran tentang apa yang dilakukannya dulu datang kembali. Sambil menyesap coffee latte yang ada di depannya, seolah dia ingin bertanya:

"Kamu dimana Anggun? Bolehkah aku menemuimu? Sekedar ingin tahu bagaimana kamu sekarang? Bagaimana kondisimu? Apa kamu seperti gadis korban perkosaan yang kasusnya aku tanganin itu? Apa yang terjadi denganmu setelah hari itu?"

Andro menatap jauh jendela yang menampilkan pemandangan malam yang ada di depannya itu. Lalu lintas malam biasanya menarik perhatian Andro, namun tidak kali ini. Biasanya dia menghabiskan waktu di kedai kopi itu dengan menikmati kopi dan beberapa snack dengan senyum yang ringan di bibirnya. Tapi, kali ini tampak beda. Hanya ada tatapan yang cenderung kosong dan senyum hambar yang ada di bibirnya.

"Apa aku sudah terlambat?"

Let Me Be Your Man (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang