"Bu, ini semuanya udah ya. Sayurnya udah di panci besar. Ayam goreng sama tahu tempe juga udah di baskom"
"Ya udah kalau gitu. Sekarang kamu mandi dulu gih, mau ke bank dulu kan?" Anggun lantas mengangguk menjawab pertanyaan dari Marsih.
"Bu, mau nitip apaan? Kalau ada yang mau dibeli, sekalian nanti pulang dari bank, Anggun bisa mampir ke minimarket"
"Mau mampir ke minimarket? Beli sabun colek sekalian. Seno bilangnya mau habis" Kembali, Anggun mengangguk saja saat Marsih berkata demikian.
Pagi di rumah Marsih waktu itu diakhiri dengan Anggun yang berangkat ke bank sedangkan Marsih dan Seno berangkat ke warung. Jika biasanya Anggun memilih kantor cabang bank yang dekat dengan rumahnya, namun kali ini dia harus ke kantor cabang utama. Kantor cabang yang biasanya dia datangi sedang di renovasi, sehingga memaksanya untuk ke kantor cabang utama yang lebih jauh.
Suasana kantor bank nampak ramai pagi itu. Anggun dengan segera menuju ke meja dan menulis slip setoran. Selesai dengan semua itu, Anggun lantas menyelesaikan semua transaksinya di meja teller. Semuanya lancar. Tidak ada yang menganggunya, hingga saat dia hendak keluar dari kantor bank. Saat satpam membukakan pintu kaca itu untuknya, tepat di depannya berdiri seorang yang membuat dunianya hancur. Di depannya sekarang berdiri Andro. Keduanya terdiam. Keduanya membisu. Tidak ada yang berusaha berbicara, juga tidak ada yang berusaha beranjak pergi atau sekedar menyingkir dari tempat itu. Anggun masih mendongakkan kepalanya dan Andro masih saja memandang Anggun dalam kebisuan mereka. Hingga beberapa waktu, akhirnya satpam bank itu menghampiri mereka
"Maaf bapak ibu, bisa bergeser ke samping dulu? Bapak dan ibu menghalangi jalan" Tegur satpam itu dengan sopan. Teguran itu nampaknya segera menyadarkan keduanya. Anggun yang sedikit tergagap karena teguran satpam tadi langsung saja menggeser tubuhnya ke kiri. Dia langsung melangkahkan kakinya. Tetap diam dan pandangannya tetap fokus ke depan tanpa sedikitpun menoleh ke arah Andro.
Andro masih menatap apa yang terjadi di depannya sekarang ini menjadi tersadar juga. Tidak mau kehilangan lagi kesempatan, tangan kanan Andro dengan cepat menahan lengan kanan Anggun. Tidak bisa melanjutkan langkahnya karena lengannya ditahan oleh Andro, Anggun langsung menolehkan wajahnya. Dengan tatapan yang dingin dan mata yang memerah, Anggun lantas berkata:
"Lepas atau saya teriak!" Anggun berucap dengan suara rendah dan nampak menahan amarahnya. Tapi tampaknya Andro masih saja tidak melepaskan tangannya.
"Dengar! Hidup saya udah pernah hancur, tidak masalah jika memang sekali lagi saya hancur! Jadi, lepaskan tangan anda atau saya benar-benar berteriak di sini!" Pandangan Andro yang awalnya lurus tertuju ke Anggun beralih memandang sekitarnya. Benar, semua mata memang sedang memandang ke arah mereka. Andro segera sadar juga jika dia masih mengenakan seragam tempatnya bekerja, tentu akan menjadi buruk jika dia menimbulkan keributan di tempat umum. Andro lantas mengedurkan pegangan tangannya. Dengan satu hentakan, Anggun menghempaskan tangan Andro.
Anggun melangkahkan kakinya secepat yang dia bisa. Setengah berlari dia meninggalkan Andro. Dia berharap Andro tidak mengejarnya, namun ternyata dia salah. Andro kini mengikutinya.
"ANGGUN! AKU CUMA INGIN MINTA MAAF, NGUN. Maafin aku nggun...." Andro tidak perduli jika sekarang dia sudah menjadi pusat perhatian karena berteriak
"PLEASE NGGUN... PLEASE.. MAAFIN AKU" Andro kembali berteriak setelah tidak melihat respon apapun dari Anggun.
Mendengar dua kali Andro berteriak dan itu ditujukan untuknya, Anggun berhenti sejenak. Lalu dia membalikkan setengah badannya dan kemudian berkata:
"Maaf? Tahu apa anda soal maaf?" Anggun mengucapkan itu dengan intonasi suara yang terdengar sinis.
"Aku beneran nyesel Nggun.. Please.. " Jika tadi Andro dan Anggun berjarak, namun tidak kali ini. Andro sudah berada tepat di belakang Anggun. Mereka berdua masih berada di depan kantor bank.
"Menyesal? Buat apa dan untuk apa? Toh semuanya juga gak akan balik dengan penyesalan anda itu! Buat apa sekarang coba?"
"Aku ingin memperbaiki semuanya. Aku memang gak akan bisa balikin waktu, tapi seenggaknya aku ingin bisa memperbaiki yang udah aku rusak."
Anggun tidak ingin berlama-lama di sini dan meladeni Andro. Saat dilihat di depannya ada bus kota, segera dia berlari dan naik bus kota itu. Andro bermaksud untuk mengejar Anggun, namun ada yang menahan bahunya.
"Give him a little space. Dia pasti shock dengan ketemu kamu. Apalagi kamu pake acara teriak-teriak seperti tadi. Semuanya butuh waktu, Ndro. Kamu juga jangan keliatan maksa gitu. Di sini posisinya kamu yang salah dan kamu yang harusnya minta maaf. Gak ada ceritanya minta maaf pake teriak gitu" Radit dengan sabar mencoba memberikan pengertian kepada juniornya itu.
"Jadi itu yang namanya Anggun? Dia cantik ternyata. Kalau dia nolak kamu, bilang ke abang. Biar abang minta orang tua abang ngelamar dia buat abang. Beneran Ndro, dia cantik lho anaknya" Andro hanya menatap jengah ke arah seniornya itu. Di saat seperti ini masih saja dia berkata seperti itu. Apa Radit tidak tahu bagaimana Andro mengumpulkan semua keberanian dan kenekatannya untuk berucap maaf pada Anggun. Apa Radit juga tidak tahu kalau dia memang serius dengan keinginannya memperistri Anggun.
"Udah masuk yuk! Kita ambil gaji dulu. Tuh kita udah diliatin orang tuh" Radit lantas merangkul dan mengajak Andro untuk kembali ke kantor bank.
***
Di dalam bus kota, Anggun mencoba untuk menetralkan kembali jantungnya yang tadi berdegub lebih kencang karena emosinya. Berulang kali dia mengambil nafas panjang lalu menghembuskan kembali dengan perlahan. Terus dan terus hingga dia bisa merasakan ketenangan. Wajahnya sekarang tidak lagi menunjukkan kemarahan seperti saat dia bertemu dengan Andro. Pikirannya masih mengutuk kejadian hari ini. Bertemu dengan Andro mau tidak mau akan membangkitkan kembali kenangan buruk itu.
Sampai di warung, Anggun langsung saja mencari Marsih. Saat sudah menemukan dimana Marsih, tanpa menunggu lama, dia langsung memeluk Marsih dengan erat. Suara tangisan akhirnya keluar dari Anggun.
"Eh.. Eh.. Kamu kenapa ini? Ada apa Nggun, kok tiba-tiba dateng trus nangis gini? Ada apa?" Sudah tentu Marsih menjadi panik. Sudah beberapa waktu lamanya Anggun menjadi tenang dan tidak histeris lagi.
"Tadi waktu di bank, Anggun gak sengaja ketemu sama mereka bu.." Anggun berkata dengan suara yang lirih.
"Mereka? Mereka siapa?" Akhirnya Anggun menceritakan semuanya kepada Marsih. Bagaimana dia bertemu dengan Andro dan semua yang terjadi saat dia bertemu Andro. Marsih tahu persis siapa itu Andro. Marsih lantas membelai lembut rambut Anggun. Mencoba menenangkannya.
"Udah, kamu cuci muka dulu di belakang. Habis itu kalau mau pulang, ndak apa-apa. Warung biar ibu sama Seno yang jagain"
"Iya bu. Anggun di sini aja. Kalau di rumah malah sendirian kan bu. Anggun ke belakang dulu ya bu"
Anggun lalu ke belakang. Mencuci muka mungkin akan menyegarkan dirinya. Dia harus kuat. Setelah ini mungkin dia akan kembali dan dia tidak boleh kalah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Be Your Man (Tamat)
RandomHari sudah menjelang petang kala itu. Anggun melangkah tertatih keluar dari gudang sekolah. Tubuhnya terluka, namun hatinya jauh lebih terluka dari yang terlihat. Habis sudah air matanya meruntuki apa yang terjadi padanya. Dia sendiri tidak lagi bis...