Part 10

14K 935 8
                                    

Hari yang cukup menyebalkan bagi Andro. Meskipun dia bisa mendapatkan informasi tentang Marsih dan Anggun tapi tetap saja dia kesal karena dia tidak dapat melihat Anggun pagi tadi. Kesialan keduanya di hari itu adalah dia harus rela menandatangani surat peringatan pertama yang dikeluarkan komandannya. Rusak sudah reputasinya sebagai salah satu lulusan akpol terbaik namun nyatanya saat berdinas dia malah mendapatkan surat peringatan untuk alasan yang sangat sepele.

Sore menjelang malam, Andro sudah kembali dari dinasnya. Jejak kelesuan jelas ada di wajah dan bahasa tubuhnya. Terlihat sangat lelah dan tidak bersemangat. Langkah lemasnya akhirnya membawa Andro langsung menuju lemari es yang ada di ruang makan. Mungkin satu gelas es teh bisa membangkitkan mood-nya.

"Kamu itu pulang dinas, bukannya langsung bersih-bersih malah bukain lemari es. Habis dinas dari gurun?" Wiryo yang baru turun dari kamarnya sedikit terkejut dengan apa yang dilihatnya.

"Gerah yah. Pengen minum es teh." Andro hanya melirik sekilas ayahnya dan kembali mengambil segelas es teh yang entah milik siapa di kulkas. Segera saja Andro meminumnya.

"Itu es teh milik ayah! Kamu itu asal aja minum. Gak pake ijin lagi" Andro yang sudah menghabiskan setengah gelas es teh itu, lantas berhenti. Dia lalu memandangi ayahnya yang juga memandangnya dengan pandangan geram.

"Nanggung yah. Habis ini minta tolong mbok buat bikin es teh lagi. Ini buat Andro aja ya yah" Selesai mengatakan itu, kembali Andro menandaskan minum es teh yang ternyata milik Wiryo.

Keributan tidak penting dari ayah dan anak itu akhirnya membawa Gina, sang mama untuk datang menghampiri.

"Ini ada apa ya? Kok ribut gini sih? Ada apa emangnya?" Gina datang dengan sedikit omelan.

"Tuh anakmu datang dari dinas gak mandi, gak ganti baju langsung aja ngabisin es teh punya ayah."

'Ya ampun yah. Cuman es teh segelas aja ributnya kayak mau ada gempa bumi. Ya udah sini biar mama bikinin lagi yang baru buat ayah"

"Tuh yah, bener tuh mama. Es teh segelas doang dibikin ribut"

"Truss... Belain aja terus tuh.." Wiryo memilih pergi dengan mulut yang masih mengomel tidak karuan. Hilang sudah cita-citanya menikmati sore menjelang malam ini dengan es teh dan juga beberapa camilan yang sudah siap di meja tengah. Melihat itu, Gina lalu bergegas membuatkan lagi es teh baru untuk suaminya.

"Kamu itu ya gitu. Gak biasanya juga kamu kayak gini. Pulang itu ya sana, mandi dulu, bersih-bersih dulu. Pantes aja kalau ayahmu sewot gitu"

"Iya mah... Iya.. Ini Andro mandi deh" Memilih untuk mengalah, Andro segera pergi, naik ke kamarnya untuk bersih-bersih sebelum sebentar lagi turun untuk makan malam.

Malam harinya, sudah berkumpul Andro dan kedua orang tuanya. Tidak nampak Elena di sana.

"Elena kemana yah? Gak keliatan? Belum pulang?" Tanya Andro. Seharian ini dia tidak melihat adiknya itu. Pertanyaan itu hanya dijawab Wiryo dengan mengedikkan bahunya.

"Ndro, tolong kasih tahu adikmu itu. Perbaiki sikapnya. Kalau dia seperti itu terus, manja, egois kayak sekarang ini, dia sendiri yang akan rugi. Biarpun dia itu wanita, bukan berarti dia bisa kayak gitu" Tampaknya memang Wiryo sudah dalam titik yang benar-benar menyerah dengan perilaku Elena.

"Sudah yah. Tanpa ayah minta juga udah sering Andro ingetin soal sifat-sifatnya itu. Cuman ya tetep aja kayaknya. Gak mempan"

"Mulai sekarang, ayah akan mulai tegas dan keras ke adikmu itu. Ayah cuman pingin dia bertanggung jawab dengan dirinya sendiri."

Drrttt... Drrttt...

Tiba-tiba ponsel milik Andro yang dia letakkan di sampingnya berdering. Setelah dilirik, ternyata dari adiknya.

"Dari adikmu? Buat loudspeaker! Ayah pengen denger juga" Perintah Wiryo dengan tegas. Andro hanya mengangguk dan menurutinya. Dia menggeser ikon hijau dan mengaktifkan ke mode loudspeaker.

"El, ada......" Belum selesai Andro berbicara, Elena langsung memotongnya

"Bang, bantuin gue bang. Mobil gue kena tilang. Lo kan polisi bang, pasti bisa bantuin gue kan"

"Emang kenapa sampe kena tilang malam-malam gini?"

"Ele nerabas lampu merah tadi, trus kena."

"GAK ADA!" Bukan Andro yang berbicara setengah berteriak. Tapi Wiryo yang dengan tegas memberikan perintahnya.

"Aaa... yaahh?" Tentu saja Elena kaget mendengar suara dari ayahnya, apalagi tolakan tegas dari Wiryo.

"Ele, kamu selesaikan sendiri masalah kamu! Jangan bawa-bawa abang kamu!"

"Ayah, tapi kan..."

"Gak ada bantahan Ele, kamu yang ngelanggar, ngapain abang kamu yang dibikin repot! Andro, biarin adik kamu selesaikan sendiri masalahnya! Ayah gak kasih ijin kamu buat bantuin adik kamu!" Mendengar ini, Andro dan Gina hanya bisa diam. Mereka baru kali ini melihat Wiryo yang sangat geram. Andro lalu mematikan ponselnya.

"Ayah hanya ingin mendidik adikmu itu biar dia bisa lebih bertanggung jawab. Paling tidak pada dirinya sendiri. Dia gak bisa terus-terusan kekanakan dan manja kayak gitu. Mau jadi apa dia kalau kayak gitu terus?" Lagi, Gina dan Andro hanya menganggukkan kepalanya Membantahpun rasanya akan percuma saja. Wiryo adalah tipe orang yang sangat teliti dalam mengambil keputusan. Dia pasti sudah memikirkan semuanya dan juga pasti punya alasan yang sangat kuat hingga akhirnya dia mengambil keputusan seperti itu.

Bertiga mereka kembali meneruskan makan malam yang sedikit tertunda karena telpon dari Elena tadi. Ditengah menikmati makan malamnya, pikiran Andro kembali menuju pada Anggun. Semuanya itu membuat Andro terlihat tidak bersemangat dengan makan malamnya. Seperti tidak berselera untuk menghabiskan makan malam di piringnya sendiri.

"Kamu kenapa? Masakan mama gak enak ya kali ini?" Gina mencoba mencari tahu mengapa Andro terlihat seperti susah untuk menghabiskan makanannya. Wiryo yang mendengar itu lalu melirik sekilas ke arah sulungnya itu.

"Enggak kok ma. Masakan mama gak ada masalah."

"Kamu lagi ada masalah? Coba cerita ke mama sama ayah. Mungkin kita bisa bantuin" Perkataan dari Gina itu membuat Andro menghentikan sejenak makan malamnya. Dia meneguk air putih untuk sekedar menenangkan dirinya. Apa mungkin kini saatnya dia berterus terang tentang apa yang sudah dilakukannya beberapa tahun silam? Mungkin dengan berterus terang dengan kedua orang tuanya, mereka bisa membantunya, tapi dengan mengatakan yang semuanya ke orang tuanya, mau tidak mau Elena akan terseret juga. Andro sangat paham, sekarang Wiryo sedang berusaha keras merubah sifat Elena. Jika saja Wiryo sampai tahu apa yang terjadi, entah apa yang akan dilakukan ayahnya itu kepada adiknya. Apalagi, akhir-akhir ini Wiryo bersikap sangat keras kepada Elena.

Malam malam usai dan sekarang mereka sedang berkumpul di ruang keluarga. Andro memutuskan untuk mengatakan semuanya kepada kedua orang tuanya. Entah sekarang atau nanti, orang tuanya akan tahu juga tentang dirinya. Akan lebih baik jika orang tuanya itu dari dirinya langsung dibandingkan jika mereka tahu dari orang lain.

Sekarang, Andro sudah duduk di depan orang tuanya. Berkali-kali dia menghela napas panjang. Andro sangat sadar, apa yang sudah dia lakukan itu sudah mencoreng nama keluarganya.

"Yah, Ma... Andro udah ngelakuin kesalahan besar. Andro udah.. Eeee... Andro udah memperkosa yah.. ma... Kejadiannya waktu SMA dulu ya.. ma" Diam. Hening. Sunyi. Tidak ada suara apapun yang terdengar setelah Andro mengatakan itu semuanya. Gina menatap dengan pandangan seolah tidak percaya apa yang didengarnya. Sementara Wiryo, malahan menunjukkan wajah yang datar. Satu alisnya naik, dengan senyum yang seolah mengejek dia lalu merespon pengakuan Andro

"Akhirnya, kamu berani jujur juga..."

Let Me Be Your Man (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang