Part 33

7.6K 549 3
                                    

Andro benar-benar melakukan apa yang tadi pagi dikatakan kepada Marsih. Selepas dinas, dia langsung saja meluncur ke rumah Marsih. Jadilah sekarang, dengan masih mengenakan pakaian dinas kepolisian, Andro langsung saja bertamu ke rumah Marsih. Jam masih menunjukkan pukul enam sore saat Andro tiba di rumah Marsih. Saat ini dia sedang duduk di ruang tamu dan hanya ditemani Farhan saja.

"Mas Farhan keren ya.. Lulusan luar negeri ternyata. Pantesan langsung kerja, posisi manager pula. Keren lho mas.." Terdengar seperti memuji yang berlebihan, tapi memang itu ungkapan jujur dari Andro. Apalagi, Andro juga tahu kalau Farhan di Jepang juga sebenarnya bekerja untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dan juga kebutuhan Marsih.

"Lo itu muji atau nyindir?" Farhan menjawab singkat pujian dari Andro dengan pertanyaan sarkas.

"Beneran mas. Dulu itu abis SMA Andro pengen sekolahnya ke luar negeri. Cuman ayah malah nyuruh ke akpol. Yo wes, sekarang malah jadi polisi"

"Lo tadi bilangnya mau ngasih oleh-oleh. Emang lo darimana?" Farhan mengingat sejenak tentang apa sebenarnya tujuan dari Andro ke rumahnya sore ini. Merasa diingatkan, Andro lantas menepuk jidatnya sendiri. Tanpa berkata lebih banyak lagi, dia lantas keluar menuju ke mobilnya, membuka bagasi belakang lantas mengeluarkan satu koper yang berisi oleh-oleh. Dengan semangat digeretnya koper itu.

"Lo mau ngungsi ke sini? Pindahan?" Tanya Farhan sambil mengerutkan keningnya melihat apa yang dibawa oleh Andro.

"Ya ini mas oleh-olehnya. Jadi kemaren tuh Andro kan dinas luar gitu. Ternyata banyak oleh-oleh lucu di tempat Andro dinas itu mas. Langsung keingat sama keluarga di sini. Trus ya ini mas oleh-olehnya." Farhan sekarang menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal. Umumnya, orang akan memberikan oleh-oleh sekedarnya saja. Hanya sebagai tanda persahabatan. Bukan juga sampai satu koper penuh.

"Eh, tapi maaf dulu ya mas. Ini oleh-olehnya isinya tuh kain, baju, daster yang khas tempat kemarin Andro dinas. Ada gantungan kunci, tempelan kulkas... Hm... Apalagi ya?" Andro lalu berjongkok dan membuka koper. Melihat apa yang dibawa oleh Andro, Farhan hanya geleng-geleng kepala. Dia lantas masuk ke dalam rumah, memanggil Marsih, Anggun dan Seno.

"Kamu mau jualan di sini? Udah resign dari polisi?" Respon pertama dari Anggun saat dia melihat Andro membongkar isi kopernya. Andro menoleh sebentar ke arah Anggun lalu dia tersenyum ringan. Dia memilih untuk mengabaikan dan tidak menjawab pertanyaan yang bernada sindirian dari Anggun itu.

"Ini oleh-oleh buat ibu, Anggun, dan semuanya pokoknya. Karena gak tahu gimana selera keluarga di sini, ya udah Andro beli aja semua warna." Andro menjelaskan lagi.

Keempat orang di depannya sekarang ini saling pandang. Bingung. Akhirnya Marsih berinisiatif maju dan melihat apa yang dibawa oleh Andro. Melihat itu, Andro lantas berdiri dan memberikan ruang untuk Marsih.

"Ini kamu kasih semuanya buat kami di sini?" Tanya Marsih memastikan dan langsung dijawab dengan anggukan oleh Andro.

"Terima kasih buat oleh-olehnya. Lain kali gak perlu maksain seperti ini." Sejujurnya Marsih merasa serba salah. Sisi hatinya masih belum bisa menerima sepenuhnya keberadaan Andro tapi dia juga bisa melihat bagaimana kegigihan dan ketulusan Andro.

"Kamu udah makan belum? Kalau belum, ikut saja makan bareng. Rencana malam ini mau makan di luar. Ibu belum belanja bahan makanan, jadi gak masak. Gimana? Mau ikut?" Semua yang ada di sana tentu terkejut dengan ucapan Marsih. Andro sontak saja membulatkan matanya. Dia sama sekali tidak menyangka Marsih akan menawarinya. Marsih menerima kedatangannya saja dia sudah sangat bersyukur.

"Bo.. Boleh bu?" Tergagap Andro justru menanggapinya dengan kembali bertanya dan dibalas dengan anggukan oleh Marsih.

"I... Iya... Andro mau bu. Hehehehe.. Kebetulan juga dari kantor tadi langsung ke sini. Emang belum makan juga" Andro menjawab dengan cengengesan. Sejujurnya saja dia sangat gugup di dalam hatinya.

"Ya udah, ibu sama Anggun siap-siap dulu. Kamu tunggu dulu di sini sama Farhan dan juga Seno" Marsih lantas menggandeng tangan Anggun. Dia sangat paham jika anaknya itu pasti kebingungan dengan apa yang dilakukannya.

"Ibu, kenapa harus ngajak dia sih?" Anggun memberengut kesal. Marsih tersenyum ringan lantas berujar

"Gak apa-apa. Sekali-kali juga. Kalau diinget-inget dia udah banyak bantuin kita. Sering kan dia bantuin pas kita mau tutup warung atau pas kita mau buka? Sekarang, malah bawa oleh-oleh segitu banyak. Paling tidak, ibu ngajak dia buat ucapan terima kasih"

"Iya sih sering bantuin. Tapi dia kan lakuin itu juga gak ikhlas tho, bu." Anggun masih mencoba bertahan dengan pendapatnya.

"Iya ibu tahu itu. Tapi lihat juga bagiamana usahanya dia, dan ibu kok ngerasanya dia emang beneran udah menyesal dan pengen perbaiki semua yang udah dia lakuin."

"Ah... Ibu baru juga dikasih oleh-oleh langsung lembek gini" Marsih lantas lebih mendekat ke Anggun. Tanganya terulur dan membelai lembut rambut Anggun. Lantas dengan suara yang lembut Marsih lantas berkata

"Ibu pikir, bener apa yang dibilang mas kamu beberapa hari lalu. Cobalah mulai membuka hatimu untuk memaafkannya. Ibu yakin, kalau kamu lakuin itu dengan tulus dan bener dari hatimu, maka kamu akan lega. Kamu akan lebih ringan."

"Tapi.... " Belum selesai Anggun berbicara, lantas Marsih kembali berucap

"Dicoba aja dulu. Toh, selama ini kan kamu emang belum mencobanya kan?"

Diamnya Anggun mengakhiri perbincangan ibu dan anak. Mereka lalu merapikan diri dan segera beranjak ke luar.

Tidak butuh waktu lama, Marsih dan Anggun lantas kembali keluar dan bergabung dengan Farhan, Seno dan Andro. Mereka nampak ngobrol santai. Andro sudah berganti dari baju seragamnya dengan kaos, sehingga penampilannya lebih santai dan rileks.

Perlu waktu setengah jam, dan kini mereka berlima sudah ada di satu restoran sederhana pilihan Anggun untuk makan malam. Awalnya, tentu Andro ingin duduk di sebelah Anggun, namun Anggun yang mengetahui gelagat itu, langsung saja menyeret Seno dan dengan setengah memaksa memintanya untuk duduk di sebelahnya. Untungnya Andro bisa menutupi rasa gugupnya dengan sikapnya dia yang sok kenal dan sok dekat dengan Farhan. Hingga orang yang melihatnya pasti akan mengira dia bagian dari keluarga yang sedang makan malam itu.

Makan malam berlangsung dengan santai. Tidak ada yangistimewa. Semuanya menikmati makanan yang mereka pesan. Namun, ada satu halyang luput dari pandangan mereka semua. Andro dan Anggun, untuk pertama kalinya bisa saling tersenyum dengan ringan, walaupun dengan alasan yang berbeda.Anggun tersenyum karena dia memang menikmati makanan yang dia pilih, makanan favoritnya. Sementara Andro tersenyum karena bisa Marsih yang mau mengundangnya makan malam. Walaupun makan malam biasa saja dan bukan makan malam di tempat mewah, tapi hal ini sungguh sangat berkesan untuknya. Menjadi semakin dekat dengan keluarga Marsih membuatnya semakin yakin jika maaf yang tulus akan segera dia dapatkan. Hanya menunggu waktu saja.

Let Me Be Your Man (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang