Part 7

13.1K 974 9
                                    

"Bu hari ini kita buat berapa bungkus nasi? Biar Anggun siapkan kertas bungkusnya"

"Seratusan bungkus saja dulu untuk hari ini. Mudah-mudahan bisa habis semuanya"

"Ya pasti habis bu. Hari gini dapat makanan gratisan, apalagi kalau ibu yang masak kan enak"

Sudah menjadi kebiasaan bagi Marsih dan Anggun untuk membuat nasi bungkus dan dibagikan secara gratis kepada orang-orang yang membutuhkan. Banyak tuna wisma, gelandangan, pemulung, pengamen atau orang-orang yang memang sedang kelaparan menikmati makanan gratis yang dibagikan oleh Marsih dan Anggun. Hari inipun mereka juga melakukan hal yang sama. Membungkus nasi dengan beberapa lauk sederhana seperti orek tahu tempe, tumis kacang panjang dan telur rebus dengan bumbu balado ditambah dengan kerupuk. Sederhana. Tapi itu lebih dari sekedar cukup bagi mereka yang memang sedang membutuhkan makanan. Baik Marsih maupun Anggun bisa merasakan kebahagiaan tulus dari mereka yang mendapatkan nasi bungkus itu.

"Bu ini nanti gimana bagiinnya ya? Kita ke jalan atau perempatan lampu merah terus bagiin nasi bungkus ini? Gitu ya bu nanti cara baginya?" Ini adalah kali pertama bagi Seno membagikan nasi bungkus gratis.

"Gak usah. Siapin aja di meja depan. Mereka udah tahu sendiri kok. Biasanya langsung ambil saja" Jawab Marsih singkat

"Lha kalau gitu kan bisa aja bu orang yang bisa beli, malah ambil nasi gratisan ini"

"Itu artinya mentalnya yang miskin. Orang bisa aja kaya raya hartanya, tapi mentalnya miskin. Bisa itu"

"Ibu sama mbak hebat ya. Masih sempet-sempetnya bikin kayak ginian. Orang biasanya hanya akan mikirin gimana dapet duit yang banyak, ini ibu sama mbak malah bagi-bagi makanan gratisan" Seno tahu bagaimana sebenarnya kondisi Marsih dan Anggun. Mereka bukan dari keluarga yang kelebihan uang. Apalagi keluarga konglomerat. Tapi itu tidak membuat Marsih berhenti berbagi dengan sesamanya.

"Tuhan itu udah ngasih kita banyak rezeki. Gak bener juga kalau rezeki itu kita nikmati sendiri. lebih baik kita juga berbagi, biar semuanya juga ikut ngerasain walaupun sedikit" Seno hanya manggut-manggut saja mendengar perkataan Marsih. Dia masih merasa kagum dengan tindakan sederhana dari Marsih dan Anggun.

"Berbagi itu gak akan bikin kamu tambah miskin. Malah sebaliknya. Buktinya, sekarang ibu bisa ngasih kamu kerjaan kan?" Marsih masih melanjutkan perkataannya.

"Iya kalau ibu sama mbak sih enak. Ada yang bisa dibagikan. Kalau Seno, apanya yang bisa dibagikan? Uang gajian dari ibu, langsung Seno kirim ke kampung"

"Berbagi itu gak cuman pake uang. Kamu juga udah berbagi kok. Sekarang kamu bungkusin nasi sebanyak itu, trus ibu sama mbakmu gak ngasih uang lebih ke kamu, ya artinya kamu udah berbagi tenaga kamu. Yang penting lakuin semuanya dengan ikhlas. Tuhan tahu kok" Kembali, Seno hanya manggut-manggut saja. Lagi-lagi dia harus dibuat kagum atas jawaban Marsih. Sekarang, dia sangat bersyukur bisa bekerja di tempat Marsih. Bekerja di tempat Marsih masih memungkinkannya untuk bisa meneruskan sekolahnya, walaupun harus dengan kejar paket C tapi setidaknya, dia masih bisa menambah ilmunya. Belum lagi sikap Marsih dan Anggun yang memperlakukan Seno layaknya bagian dari keluarga. Membuatnya tambah betah bekerja dengan Marsih.

Begitulah, hari ini dihabiskan Marsih, Anggun dan Seno untuk berbagi nasi bungkus gratis. Mereka masih tetap membuka warungnya, namun kali ini mereka meletakkan nasi bungkus pada meja yang diletakkan di luar warung, sehingga siapa saja yang ingin mengambil makanan gratis itu, mereka bisa langsung mengambilnya.

***

Andro melangkah dengan sedikit lemah. Cukup capek raganya. Hari ini dia diperbantukan untuk pengaturan lalu lintas. Dia yang terbiasa dengan berkas kasus-kasus kriminal, kini harus berada di jalan dan mengatur lalu lintas. Peluh menghiasi keningnya. Cuaca memang sangat panas siang ini. Dalam hatinya, Andro sebenarnya enggan untuk berdinas kali ini, tapi karena tugas dan sudah terikat sumpah untuk selalu bersedia ditugaskan di manapun, maka dia pun tetap melaksanakan tugasnya kali ini.

Andro mengabaikan beberapa rekannya yang duduk bergerombol. Tugasnya memang sudah selesai. Mereka kini tinggal menunggu panggilan dari markas untuk kembali atau masih ada tugas lain yang harus diselesaikan. Andro menolehkan kepalanya, berharap menemukan penjual minuman atau es krim. Namun dia tidak menemukan apapun. Akhirnya dengan langkah yang lemas, Andro berjalan tidak tentu arah. Berharap menemukan penjual minum di pinggir jalan atau minimarket dimana dia bisa membeli sesuatu untuk membasahi tenggorokannya.

Langkah kakinya terhenti saat dia melihat sebuah warung makan yang cukup ramai. Banyak orang keluar masuk warung makan itu.

"Thank God.. Akhinya nemu juga warung. Akhirnya gak kehausan lagi. Beli minum bentar trus abis itu balik ke base" Monolog Andro. Matanya berbinar saat menumukan warung makan yang buka dan ramai pengunjung. Dia segera mempercepat langkah kakinya. Namun, langkah kakinya tiba-tiba saja berhenti saat matanya menangkap satu sosok yang beberapa hari ini mengganggu pikirannya. Saat ini, mata elangnya menangkap sesosok wanita yang membawa nampan penuh berisi dengan nasi bungkus dan kemudian menatanya di meja yang ada di depan warung tersebut. Wajah itu. Wajah polos dan tidak berdosa yang sudah dia buat tidak berhenti mengeluarkan air mata, tidak akan pernah dia lupakan. Apalagi beberapa hari ini, wajah itu yang terus menerus ada di ruang kepalanya. Kakinya tiba-tiba terasa berat untuk melangkah. Tenggorokannya yang tadinya kering, mendadak tidak dipikirkannya lagi.

"Tuhan, aku mamang meminta untuk bisa bertemu dengannya, tapi kenapa secepat ini Kau mengabulkan doaku?" Guman Andro lirih. Matanya tiba-tiba saja terasa panas.

"Aku masih belum siap Tuhan untuk bertemu dengannya"

"Team Rajawali kembali ke markas"

"Team Rajawali kembali ke markas"

Suara panggilan dari handie talkie yang ada di lengannya membuyarkan lamunan dari Andro. Dia seakan tersentak dari lamunannya dan kembali pada dunia nyata. Andro segera mengambil ponsel di sakunya. Agak terburu dia mengarahkan kamera ponselnya dan mengambil beberapa gambar.

"Yaahh.. Kenapa ngeblur gini?" Sesalnya saat dilihat hasil fotonya tidak sempurna.

"Team Rajawali kembali ke markas"

"Team Rajawali kembali ke markas"

Kembali panggilan terdengar dari handie talkie yang dia bawa. Jika sudah seperti ini maka tidak ada pilihan lain baginya untuk pergi dari sana dan kembali bergabung dengan yang rekan yang lainnya. Dengan sedikit berlari, Andro kembali menuju base tempatnya berkumpul.

"Setidaknya gue udah tahu dimana tempatnya. Tuhan beri aku kekuatan untuk bisa menemuinya. Beri aku kekuatan untuk bisa meminta maaf darinya" Dalam hatinya, Andro terus menggumamkan doa. Entahlah, dia apakah dia harus senang, karena Tuhan cepat sekali mengabulkan doanya atau justru sebaliknya? Karena untuk sekedar menatap wajah wanita itupun dia belum memiliki keberanian.

Let Me Be Your Man (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang