Part 4

15.8K 1K 19
                                    

BRUGH..

Andro menghempaskan tubuhnya ke kasur. Jam sudah cukup larut saat dia sampai di rumah. Untung saja dia berdinas di kepolisian, sehingga jika dia pulang selarut inipun orang tuanya tidak akan banyak bertanya. Tapi, untuk apa juga orang tuanya bertanya kepadanya? Menjadi seorang polisi bukanlah cita-cita seorang Andro. Dia sangat menginginkan profesi lainnya sebagai pegangan hidupnya. Namun, selepas lulus SMA, ayahnya hanya memberi dua pilihan untuk Andro, berkuliah di jurusan hukum atau menjadi masuk ke akademi kepolisian. Dan akhirnya Andro lolos seleksi di akademi kepolisian. Jika dulu dia terpaksa untuk memilih kepolisian sebagai jenjang karirnya, tapi nampaknya sekarang dia cukup menikmati saat dia berdinas di kepolisian.

Andro masih mengenakan seragamnya saat dia merebahkan tubuhnya di atas kasur. Tangannya lalu merogoh kantong dan mengeluarkan ponselnya. Dia lantas membuka aplikasi pesan singkat dan mencari beberapa nama kontak di sana. Andro lalu mengetikkan sesuatu, tapi saat jarinya akan mengetuk "send" , sejenak dia berhenti. Otaknya berpikir sejenak. Andro memilih menghapus kembali pesan singkat yang tadinya akan dikirimkannya itu. Dipandanginya layar ponsel yang digenggamnya dengan perasaan yang campur aduk.

TOK... TOK... TOK...

Lamunan Andro buyar seketika saat dia mendengar pintu kamarnya diketok. Ini sudah jam sebelas malam. Siapa yang masih terjaga di hampir tengah malam ini? Sedikit mendesah karena merasa istirahat dan lamunannya terganggu, Andro tetap berdiri dan membuka pintu. Keningnya berkurut saat mendapati siapa yang mengetuk pintunya

"Mama? Ada apa ma kok malam-malam gini ke kamar Andro?"

"Kamu baru pulang nak? Tadi dinas malam ya? Udah makan belum? Kalau belum, mama bisa panasin dulu masakannya? Atau mau mama masakin dulu sesuatu buat kamu makan?" pertanyaan bertubi-tubi dari Gina, sang mama. Andro tersenyum ringan mendapati perhatian dari mama-nya.

"Andro tadi udah makan kok mah. Sebelum pulang, tadi mampir dulu buat makan" Setidaknya Andro tidak berbohong, karena memang tadi dia mampir dulu ke kedai kopi langganannya.

"Ya udah kalau gitu. Kamu kenapa masih pakai seragam gini? Jangan lupa kalau mandi nanti pakai air hangat. Bisa masuk angin nanti kalau pakai air dingin biasa" Masih saja Gina mengkhawatirkan anak sulung lelakinya itu.

"Iya ma... Ini bentar lagi Andro juga mau mandi kok. Udah lepek juga badannya" Andro lalu mendekat dan mengecup kening Gina untuk menenangkan sang mama. Gina akan terus seperti ini.

"Udah sana, cepetan mandi dulu baru nanti istirahat. Besok masih harus dinas pagi kan ya?" Andro lalu mengangguk dan masih dengan senyum di bibirnya. Selepas itu, Gina lalu beranjak kembali ke kamarnya dan Andro kembali masuk dan menutup pintu kamarnya kembali. Sedikit bergegas Andro masuk ke kamar mandi dan mulai membersihkan dirinya. Membersihkan dan menyegarkan diri mungkin adalah pilihan yang paling tepat untuk merilekskan diri.

***

Pagi di keluarga Wicaksono. Tidak ada yang istimewa. Seperti yang ada di keluarga lainnya, mereka akan berkumpul di ruang makan. Kepala keluarga, Wiryono Wicaksono, sudah duduk di kursi makan dan bersiap untuk makan pagi. Sang istri, Gina Wicaksono juga dengan sigap melayani suaminya. Tangannya cukup cekatan mengoleskan selai coklat pada lembaran roti tawar sebagai sarapan paginya. Sedang mereka berdua makan pagi, Andro datang dari arah kamarnya. Tubuh tegapnya sudah kembali terbalut dengan pakaian seragam kepolisian. Sampai di meja makan, seperti biasanya, Andro mengambil tangan kanan Wiryo dan kemudian menciumnya. Hal yang sama dilakukan juga pada Gina. Setelahnya, baru dia duduk di samping Wiryo.

"Adikmu belum bangun juga?" Tanya Wiryo singkat

"Sepertinya belum yah.. Tadi Andro lewat kamarnya juga masih ketutup. Kayaknya sih masih tidur yah" Andro menjawab sambil dia mengambil nasi dan rendang daging, menu sarapan pagi ini.

"Biar mama yang bangunin adikmu..." Gina berucap sembari beranjak dari kursi, namun tangan Wiryo langsung menahannya.

"Biarin aja. Dia sudah dewasa. Sudah waktunya dia bisa mandiri. Aku sendiri sudah berulang kali mengingatkannya. Tapi kalau dia tetap seperti ini, manja dan semaunya sendiri, itu sudah pilihannya" Ucap Wiryo tegas.

"Tapi nanti dia bisa telat kuliah..." Gina masih mencoba membela anak bungsu mereka

"Biarkan. Kalau dia tidak mau telat, harusnya dia bangun lebih pagi!" Tegas Wiryo. Mendengar perkataan suaminya yang tegas dan keras itu, Gina akhirnya hanya menurut saja. Dia kembali duduk dan kini ikut sarapan pagi bersama suami dan anak sulungnya.

Suasana kembali hening. Semua larut dengan porsi makanan di depannya sendiri-sendiri.

"Andro, kamu sendiri bagaimana? Pekerjaannmu? Lancar?" Akhirnya pertanyaan Wiryo memecah kebisuan di ruangan itu.

"Semuanya aman yah. Gak ada masalah di kerjaan. Cuman, kemarin komandan kasih kasus baru buat Andro sedikit pusing"

"Emang kasusnya berat? Kasus apa sih?" Kali ini Gina yang bertanya.

"Hm... Kasus perkosaan. Korbannya sekarang malah traumatik berat. Jadi ya, agak susah dalam proses penyelidikannya. Bukti dan saksi juga sangat minim" Andro menerangkan dengan lugas. Wiryo berhenti sejenak dari aktivitas makan paginya. Tatapannya fokus pada secangkir teh panas di depannya. Tanpa mengalihkan fokusnya, Wiryo lantas menanggapi perkataan Andro

"Biadab bener laki-laki yang udah memperkosa itu. Kasihan gadis itu, pasti hancur dia. Masa depan dan semuanya. Bener-bener ya, laki-laki kayak gitu gak pantes hidup. Kalau ayah ketemu, udah ayah potong burung-nya. Biar dia menderita juga"

Uhhhuukk... Uhhuukk....

Andro tersedak saat mendengar ucapan yang cukup frontal dari ayahnya. Bagaimana nanti jika ayahnya tahu apa yang sudah dia lakukan empat tahun lalu?

"Kamu kenapa? Makanya, kalau makan jangan sambil ngelamun. Kesedak kan..." Gina lantas menyodorkan gelas berisi air putih untuk Andro dan langsung diterima Andro.

"Ayah frontal banget mah. Pakai mau potong burung segala. Kan horor"

"Beneran itu Ndro. Bukan laki-laki namanya kalau sampai memperkosa wanita. Pantesnya dia dibilang banci sih."

"Udah-udah. Kalau mau ngobrol nanti saja. Makan dulu. Nanti kesedak lagi lho." Gina akhirnya menengahi, karena kalau tidak, obrolan tidak akan pernah berhenti.

Sedang mereka kembali melanjutkan makan paginya, tiba-tiba bungsu keluarga itu datang dengan muka cemberut, karena sudah kesiangan bangun. Dengan wajah kesal, dia lalu mendudukkan dirinya.

"Kenapa gak ada yang bangunin Elena sih? Kan Elena harus kuliah pagi. Telat kan kalau gini!" Ujarnya dengan kesal dan bibir yang cemberut

"Kamu punya ponsel dan bisa set up alarm, kamu juga ada jam waker di samping tempat tidur kamu. Benda itu juga bisa kamu pakai buat membangunkan kamu" Jawaban Wiryo sungguh diluar perkiraan Elena. Sedangkan Gina dan Andro lebih memilih diam, karena nampaknya kekesalan Wiryo pada sikap manja Elena sudah mencapai puncaknya.

"Iya.. Tapi kan biasanya ada yang bangunin El.." Tetap saja Elena merajuk

"Tidak mulai hari ini! Kamu udah dewasa! Kamu harus bertanggung jawab atas diri kamu sendiri! Dan ingat El, tahun depan sudah empat tahun kamu kuliah. Selesai gak selesai kuliah kamu, ayah akan stop dana pendidikan kamu! Kamu mau lanjutin kuliah kamu apa tidak, ayah gak peduli" Lagi perkataan keras Wiryo bukan saja membuat Elena kaget, Gina dan Andro juga ikut kaget juga.

"Aaayyyaahh.. Kok gitu siihh?" Rengekan manja dari Elena tidak ditanggapi oleh Wiryo. Dia malah memilih beranjak dari ruang makan dan bersiap berangkat ke kantornya. Andro yang sudah selesai sarapannya juga beranjak dari tempat itu dan bergegas ke markas kepolisian, tempatnya bekerja. Gina juga beranjak mengiringi langkah Wiryo dan mengantarkan kedua lelaki itu hingga sampai di pintu gerbang rumah.

"Iiihh... Kok nyebelin semuanya siihh" Sewot Elena seorang diri.

Let Me Be Your Man (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang