Acara pemakaman Elena telah selesai. Hari juga sudah menjelang petang. Anggun bersiap untuk segera pamit pulang. Setelah menidurkan Davin, Anggun melangkahkan kakinya keluar kamar dan berniat menemui keluarga Wiryo untuk berpamitan dan pulang. Langkah kaki Anggun terhenti saat dia melihat Gina yang sedang sibuk menata beberapa makanan dalam kotak, sementara Wiryo dan Andro juga sibuk menggelar tikar di ruang tamu dan ruang tengah rumah mereka. Beberapa asisten rumah tangga terlihat mondar-mandir menyiapkan beberapa hal. Tampaknya malam ini akan ada tahlilan untuk mendiang Elena.
"Bu, ada yang bisa Anggun bantuin gak?" Niat ingin berpamitan tapi malah Anggun menawarkan bantuannya. Dia tidak tega melihatnya. Apalagi melihat Gina yang sesekali masih terisak sambil terus saja menata makanan di kardus-kardus yang akan dibagikan.
"Kamu gak capek? Pulang aja kalau capek. Nanti malah dicari sama ibu dan kakak kamu lho" Gina sebenarnya sangat senang Anggun ada di sana, dia juga senang Anggun ternyata tipe orang yang langsung tanggap dengan situasi di sekitarnya.
"Kamu tadi kan udah nenangin Davin. Pasti capek kan? Udah, gak apa-apa kamu pulang saja. Terima kasih banget udah mau datang ya nak" Gina tidak mau egois. Dia bisa melihat jika Anggun juga sudah kelelahan. Davin memang sangat rewel hari ini. Mungkin saja bayi kecil itu tahu jika ibunya memang sudah tiada.
"Ya udah bu, kalau gitu Anggun pamit dulu ya bu" Anggun bermaksud hendak meyalami Gina, tapi saat tangannya terulur, Gina malah menarik tangan Anggun hingga memeluknya.
"Terima kasih ya nak... Terima kasih. Udah mau dateng hari ini. Sekali lagi ibu minta maaf semua salahnya Elena. Doain Elena ya nak...." Lagi, Gina menumpahkan tangisnya di pundak Anggun. Sementara, Anggun hanya bisa mengusap pelan punggung Gina, berusaha untuk menenangkannya.
Setelah melerai pelukan itu, mereka lantas beranjak keluar. Gina ingin mengantar Anggun sampai depan rumah. Sesampainya di ruang tamu, dilihatnya ada Wiryo, Andro dan satu lagi lelaki ada di sana.
"Yah.. Anggun mau pamit pulang. Kasihan juga udah capek daritadi ngurusin Davin yang rewel" Ucapan Gina sontak membuat tiga pria itu langsung mengalihkan perhatian mereka ke arah Anggun dan Gina.
"Terima kasih ya nak. Sudah mau datang. Doain Elena ya nak.." Wiryo berucap dan hanya dijawab anggukan ringan oleh Anggun.
"Ayok, Andro anterin" Andro bersiap berdiri dan saat akan melangkah mendekati Anggun, tangannya dicegah oleh Anggun.
"Kamu di sini aja. Masih banyak tamu, gak baik kalau kamu gak ada. Kasihan pak Wiryo dan ibu. Mereka udah lelah banget. Aku bisa pulang pakai taksi." Andro sedikit kecewa dengan penolakan dari Anggun, walaupun alasan Anggun sangat masuk akal.
"Bener itu apa katanya Anggun. Kamu harus di sini. Temani bapak sama ibu. Kalau kamu khawatir, biar Anggun abang yang anterin" Lelaki tadi ternyata Radit. Rekan satu kantor dengan Andro di kepolisian.
Andro sebenarnya antara rela dan tidak rela jika Anggun harus diantarkan oleh Radit. Pernyataan Radit yang dengan jelas mengatakan bahwa dia menaruh rasa terhadap Anggun adalah alasan utama ketidakrelaan dari Andro. Jika harus dibandingkan dengan Radit, jelas jika dia kalah semuanya. Setidaknya, Radit tampil tanpa catatan hitam seperti dirinya.
"Yakin bang mau anterin Anggun? Rumah abang gak searah lho sama rumahnya Anggun" Radit yang sudah menganggap Andro adalah adiknya sendiri tentu tahu jika sebenarnya bukan dirinya yang dikhawatirkan, tapi lebih pada rasa kecemburuan Andro. Dalam hatinya, Radit ingin sekali menggoda Andro, tapi mungkin sekarang tidak tepat waktunya. Sekarang waktu berduka untuk Andro dan keluarganya, tidak mungkin juga Radit menggodanya.
"Anggun naik taksi aja. Malah ngerepotin jadinya kalau diantar. Gak apa-apa" Anggun menjadi tidak enak hati jika harus merepotkan orang lain.
"Enggak, kamu gak boleh naik taksi. Biar sopirnya ayah yang anterin kamu. Jangan naik angkutan umum pokoknya" Kening Anggun langsung berkerut. Tidak biasanya Andro bersikap seperti ini. Mengapa dia menjadi posesif seperti itu?
Sungguh, saat ini Radit ingin sekali tertawa melihat bagaimana wajah Andro. Perpaduan antara kesal, marah dan cemburu bercampur menjadi satu. Sangat terlihat jika memang Andro tidak suka jika Radit mengantarkan Anggun.
Radit yang berdiri di samping Andro, lantas merangkul Andro dari samping. Radit berharap jika Andro bisa berpikir dewasa.
"Tenang. Abang tahu yang ada di pikiranmu. Abang tidak akan lakuin itu. Jangan khawatir." Andro sontak saja mendongakkan kepalanya. Melihat ke arah Radit dengan pandangan yang sedikit ragu.
"Masih gak percaya sama abang? Hm?" Beberapa saat Andro masih saja memfokuskan pandangannya pada Radit.
"Oke, Nggun, kamu biar diantar bang Radit aja. Maaf, gak bisa anter kamu pulang" Andro memilih untuk mengalah. Lebih baik jika Anggun diantarkan oleh Radit daripada dia naik taksi. Kalaupun toh ada masalah nantinya, dia tahu harus kemana untuk bertanya.
"Nah, kalau gitu abang pamit nganter Anggun pulang. Malam nanti abang gak bisa dateng tahlilan. Kena piket malam. Kamu kuat ya. Sekarang kamu yang jadi sandaran bapak sama ibu. Jadi gak ada pilihan lain selain kamu harus kuat" Radit berpamitan pulang sekaligus juga menguatkan mental Andro. Sedari tadi dia datang melayat, sangat nampak jika Andro kondisinya kacau.
Selesai acara pamitan dengan sedikit drama, Radit lalu beranjak keluar rumah Wiryo dengan diikuti Anggun di belakangnya.
Suasana di mobil menjadi hening. Anggun merasa seperti terjebak. Dia tidak mengenal sama sekali pria yang sekarang sedang mengemudikan mobil dan akan mengantarkannya. Hanya suara audio mobil yang saat ini terdengar.
"Mau langsung pulang atau kita cari makan dulu? Tadi belum makan kan di rumahnya Andro?" Radit berusaha memecah kesunyian diantara mereka.
"Kayaknya gak usah. Anggun langsung pulang aja." Walaupun sebenarnya benar yang dikatakan oleh Radit bahwa mereka memang belum makan sama sekali sedari datang ke rumah Wiryo.
"Kenapa? Takut ya? Gak perlulah takut sama aku... Kamu keliatan capek dan wajah kamu juga pucat. Jangan dibiarin, nanti kena asam lambung malah tambah parah lho" Radit memang memanfaatkan situasi ini. Dia ingin lebih mendekatkan Anggun dengan Andro tapi dengan caranya sendiri. Radit ingin tahu bagaimana sebenarnya sosok Anggun.
"Pulang aja, makan di rumah. Kasihan ibu udah capek masak tapi malah gak dimakan. Gak apa-apa ya mas, eh pak?" Radit tersenyum mendengar nada kikuk dari Anggun.
"Bang... Panggil aja bang Radit. Biar samaan kayak Andro yang manggilnya juga gitu"
Mungkin kali ini bukan saatnya Radit untuk lebih mengenal lagi sosok Anggun. Tak apa. Masih ada banyak waktu. Banyak hal yang harus dia sampaikan kepada Anggun tentang Andro. Tentang bagaimana menyesalnya Andro dan tentang bagaimana usahanya selama ini meminta maaf darinya.
Dan mungkin, Radit juga harus menceritakan tentan perasaan Andro kepada Anggun.

KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Be Your Man (Tamat)
RandomHari sudah menjelang petang kala itu. Anggun melangkah tertatih keluar dari gudang sekolah. Tubuhnya terluka, namun hatinya jauh lebih terluka dari yang terlihat. Habis sudah air matanya meruntuki apa yang terjadi padanya. Dia sendiri tidak lagi bis...