Part 5

15.5K 985 1
                                    

Warung makan yang biasanya hanya dilayani oleh Anggun dan Marsih, kini bertambah personelnya. Ada seorang lagi. Beberapa hari lalu, Marsih memutuskan untuk menerima satu pegawai lagi untuk membantu mereka baik di rumah dan di warung. Seno, nama orang yang kini bekerja dan juga sekaligus bertempat tinggal di rumah Marsih. Seno, dia seorang putus sekolah karena orang tuanya tidak mampu membiayainya dan sekarang, dia memilih untuk merantau ke ibukota, mengadu nasib. Marsih bersedia memperkejakan Seno dengan satu syarat, jika dia tetap melanjutkan pendidikannya. Karena masih harus bekerja di rumah dan warung Marsih, akhirnya Seno memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya dengan menempuh jalur Paket C. Tidak masalah bagi Marsih, yang penting Seno bisa menyelesaikan pendidikannya, apapun cara yang ditempuhnya.

"Seno, nanti tolong angkatin panci yang isi sayur lodeh ya. Biar dibawa sekalian ke warung"

"Iya bu.." Seno menyahut perkataan Marsih dan langsung mengangkat panci berisi sayur lodeh dan membawanya ke teras rumah, sambil menunggu taksi online yang mereka pesan datang. Ini adalah salah satu alasan lain mengapa Marsih dan Anggun memilih Seno. Mereka butuh lelaki yang pasti lebih kuat untuk membantu mereka mengangkat barang-barang yang berat.

"Seno, nanti berangkatnya ke warung bareng sama mbakmu ya. Ibu berangkat dulu saja. Biar gak kesiangan buka warungnya" sekali lagi, Seno hanya mengangguk menanggapi ucapan Marsih. Tidak butuh waktu lama bagi Marsih dan Anggun untuk bisa menerima Seno dan malah menganggap Seno adalah bagian dari keluarga mereka. Selain Seno yang dasarnya rajin dalam bekerja, sopan santun dan tindakan Seno juga dinilai baik oleh Marsih dan Anggun. Farhan yang ada di luar negeri, ketika diberi kabar oleh Marsih mengenai keberadaan Seno justru merasa senang. Setidaknya, keberadaan Seno bisa turut menjaga Marsih dan Anggun juga.

Jadilah sekarang, warung makan yang kini dikelola Marsih diramaikan juga dengan keberadaan Seno. Biasanya, Seno yang akan mengambil dan mengantarkan makanan dan minuman ke meja pelanggan, mencuci piring dan gelas, dan semua pekerjaan yang lebih ke fisik. Anggun sekarang lebih banyak melayani pembeli makanan, sementara Marsih akan fokus pada masakan dan menu masakan yang akan dijual di warung.

Waktu terus bergulir. Seno yang awalnya seorang pemuda yang pendiam dan cenderung pemalu, sekarang mulai berubah menjadi pemuda yang cukup supel. Awalnya, dia tidak akan bersuara jika tidak ditanya dan diajak ngobrol terlebih dulu, namun sekarang, dia sudah bisa bergabung dan bercanda bersama Marsih dan Anggun. Hasilnya, warung makan itu kini lebih ramai oleh candaan dari ketiga orang itu. Hal yang mengagetkan bagi Marsih, kini Anggun sudah mulai bisa tertawa lebih lepas. Entah itu terjadi karena apa, Marsih sangat bersyukur mendapati anak perempuannya cenderung ke arah lebih baik.

"Pintu dan semuanya udah dikunci belum?" Marsih kembali memastikan apakah Seno yang sekarang bertugas menutup warung jika memang sudah waktunya mereka akan pulang.

"Sudah bu. Jangan khawatir. Udah Seno tutup pintunya dengan segenap jiwa dan raga"

PLUK...

Anggun mengetok pelan dahi Seno.

"Ngunci pintu itu ya pake gembok tho yo" Lanjut Anggun setelah dia mengetok dahi Seno, sementara Seno sendiri mengelus dahinya.

"Hehehehe.. Iyo yo mbak. Harusnya pakai gembok ya" jawab Seno lagi. Masih dengan senyum yang lebar

Marsih hanya tersenyum saja melihat interaksi antara Anggun dan Seno, karena semakin lama justru lebih terlihat seperti interaksi antara kakak dan adik.

"Udah, jangan ribut di jalan gitu. Itu lho taksinya udah datang. Seno, nanti kamu naikkan ke bagasi ya panci kosongnya" Marsih melerai interaksi keduanya dan mengingatkan kalau pesanan taksi online mereka memang sudah sampai.

***

Malam harinya, Marsih, Anggun dan Seno menghabiskan waktunya di depan tivi. Seharian lelah mengurusi warung makannya, kini saatnya mereka sekedar melepas lelah. Berkumpul bersama dan menikmati tayangan komedi di tivi bersama-sama sudah lebih dari cukup bagi mereka.

"Eh, buk, mas Farhan itu ganteng ya bu?" Rasa penasaran Seno mengenai sosok Farhan tampaknya sudah tidak bisa ditahan. Selama ini dia hanya mendengar cerita dari Marsih dan Anggun saja tentang bagaimana sosok Farhan.

"Lha kenapa kok tiba-tiba kamu nanya ke ibu soal mas Farhan?" Anggun bertanya balik ke Seno.

"Gini lho mbak, kan sekarang ini Seno nih yang paling ganteng di rumah ini. Trus kalau nanti mas Farhan pulang ke sini, kan bisa jadi predikat Seno sebagai orang yang paling ganteng kan bisa terancam" Jawaban polos tapi sekaligus narsis dari Seno, tentu saja membuat Marsih dan Anggun tertawa

"Lha kok mbak sama ibuk tertawain Seno? Apanya yang lucu ya mbak? Buk?" Sekarang justru Seno yang kebingungan dengan Marsih dan Anggun yang tertawa. Menurutnya tidak ada yang lucu di sini.

"Ya iyalah kamu itu yang paling ganteng di sini. Wong satu-satunya yang laki di sini ya cuman kamu." Anggun kembali menimpali pertanyaan konyol dari Seno.

"Naahh mangkanya itu mbak. Nih ya kalau emang mas Farhan ganteng, ya kan Seno tuh bisa persiapan. Gitu lho mbak, maksudnya"

"Emang kamu mau ngapain? Persiapan apa? Mau persiapan masak?" Tidak tahan, akhirnya Marsih ikut nimbrung juga.

"Eh, itu bu Seno mau luluran, trus mau apa lagi ya? Pokoknya mau perawatan. Biar kayak artis-artis yang di tivi itu lho buk. Bisa kinclong kulitnya." Tidak menunggu lama, jawaban polos dan kocak dari Seno justru membuat rumah itu menjadi ramai oleh gelak tawa. Bahkan baru kali ini Marni bisa melihat bagaimana Anggun bisa tertawa dengan lepas. Setelah peristiwa itu, Anggun memang cenderung berubah sifatnya. Dia tidak lagi menampakkan keceriaan dan menjadi pendiam.

"Kamu itu ya, mau luluran sehari sepuluh kali ya tetep aja warna kulitmu cenderung coklat gitu" Marsih menjawab sambil masih tertawa kecil.

"Lagian ya, warna kulit kayak kamu ini bagus lho. Eksotis gimana gitu. Cowok kayaknya juga lebih seksi kalau warna kulitnya coklat kayak kamu itu."

"Bener tuh mbakmu. Yang penting kamu itu rajin cuci muka biar gak jerawatan. Tuh liat, muncul kan jerawat di pipi kamu" Mendengar itu, Seno langsung berlari ke kamarnya. Sungguh, dia penasaran apa yang dikatakan oleh Marsih benar atau tidak. Seingatnya, tadi sore saat pulang dari warung, dia tidak menemukan keanehan di wajahnya. Beberapa menit kemudian, Seno kembali bergabung di ruang tengah, tempat mereka menonton tivi bersama. Wajahnya cemberut saat dia menyadari kalau dia sedang dikerjai oleh Marsih.

"Ibu bohong ya. Ini mulus kok. Gak ada jerawatnya" Seno mendudukkan diri di karpet, bersebelahan dengan Anggun, sementara Marsih duduk di kursi. Marsih yang gemas dengan tingkah Seno hanya mengacak pelan rambut Seno.

Begitulah. Hari-hari di rumah Marsih kini seolah kembali hidup. Celutukan dan canda yang biasanya dimulai oleh Seno menjadi penyebabnya. Tentu Marsih sangat-sangat bersyukur untuk itu. Melihat kembali senyum di Anggun merupakan hal yang tidak ternilai bagi Marsih. Apapun akan Marsih lakukan untuk membuat Anggun kembali seperti dulu lagi.

Let Me Be Your Man (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang