Pagi ini dilalui Anggun sedikit lebih sibuk dibandingkan hari sebelumnya. Seperti biasanya, setiap pagi dia pasti akan memasak untuk dijual ke warung. Tapi sekarang ini, selain dia juga memasak makanan yang akan dijual ke warung, dia juga membuat puding untuk dihantarkan ke rumah Wiryo, sekedar buah tangan sekaligus ingin mengucapkan terima kasih kepada Andro.
"Yakin kamu ke sana sendirian? Gak perlu mas atau Seno anter kamu?" Farhan sekali lagi bertanya ke Anggun. Pasalnya, saat Anggun minta ijin tadi, dia ingin berangkat sendiri saja.
"Yakin mas. Kan cuman nganterin puding ini sama bilang terima kasih aja. Udah... Habis itu palingan juga Anggun nyusul ibu sama Seno di warung. Kalau barengan sama mas, nanti mas bisa telat kerjanya kan? Trus kalau dianter Seno, ibu kasihan di warung sendirian kan? Gak apa-apa sendirian ke rumahnya Andro"
"Ya udah, nanti kalau ada apa-apa atau gimana-gimana, kamu cepet-cepet telpon mas mu atau nelpon Seno ya." Kejadian kemarin membuat Marsih was-was. Dia benar-benar takut jika sampai Anggun harus kembali mengalami kejadian buruk itu lagi.
"Iya bu. Anggun akan lebih hati-hati lagi. Maafin Anggun ya bu, kemarin Anggun kurang hati-hati"
Hari masih sangat pagi saat Anggun berangkat ke rumah Wiryo. Sengaja, karena Anggun ingin langsung mengucapkan terima kasihnya kepada Andro. Jadi, dia harus sampai di rumah Wiryo sebelum Andro berangkat ke kantornya.
Selisih beberapa menit, ojek yang dinaiki oleh Anggun sudah sampai di depan rumah Wiryo. Terkejut dan kaget. Dua hal ini yang menggambarkan bagaimana Gina saat melihat Anggun datang ke rumahnya. Saat itu dia ada di depan rumah sambil mengangin-anginkan Davin.
"Ya ampun Anggun... Ayok masuk.. Kamu sendirian aja? Kenapa gak telpon Andro aja, biar dijemput?" Gina dengan heboh langsung menyambut Anggun. Sederetan pertanyaan langsung saja meluncur dari mulutnya. Saat Anggun ingin menjawab, yang terjadi malahan Gina yang menarik tangannya untuk segera masuk.
"Ayok masuk yuk. Sarapan bareng sekalian. Kamu sepagi ini udah nyampe di sini pasti belum sarapan kan?" Anggun hanya bisa menurut saja dengan perlakuan Gina kepadanya.
"YAH... Ayah... Sini yah, cepetan..." Bahkan saat sampai di dalam rumahpun Gina masih saja heboh. Sekarang dia heboh dengan teriakannya di dalam rumah. Wiryo yang masih ada di kamar dan sedang bersiap langsung keluar. Dia berpikir ada sesuatu dengan Davin, cucunya.
"APA? Eh... Kok ada Anggun?" Wiryo langsung saja bingung saat di depannya kini ada Anggun yang sedang berdiri tepat di samping Gina yang juga menggendong Davin.
"Anggun cuman mau mampir aja. Mau ngucapin makasih buat Andro udah nolongin Anggun kemarin malam. Sama mau nganterin ini, tadi bikin puding. Andro cerita seneng sama puding kemarin itu" Anggun akhirnya bisa menjelaskan mengapa sepagi ini dia bisa ada di rumah Wiryo.
"HAH? Gimana? Nolongin kamu?" Wiryo dan Gina saling pandang kebingungan. Anggun lantas menjelaskan bagaimana Andro menolongnya malam kemarin.
"Ya udah, mumpung kamu di sini, kita sarapan dulu aja. Andronya belum bangun. Mungkin dia dinas siang atau malam, jadinya jam segini belum bangun. Biasanya kalau kena dinas pagi dia udah bangun kok. Mama ke atas dulu ya, mau nidurin Davin dulu"
Anggun hanya menurut saja. Dia lantas ke meja makan lalu meletakkan puding yang dibawanya tadi ke dalam piring. Tidak berapa lama, Gina lalu turun kembali diikuti Wiryo di belakangnya. Sekarang mereka bertiga duduk rapi dan bersiap untuk sarapan. Belum juga mereka mulai sarapan, tiba-tiba saja Andro datang. Dari penampakannya jelas menunjukkan jika dia baru saja bangun tidur. Dia langsung saja duduk di samping Anggun.
"NDRO! Kamu itu. Sopan dikit! Liat siapa di samping kamu!" Bentak Wiryo yang sebenarnya malu dengan ulah anaknya. Andro dengan mata yang masih belum terbuka sepenuhnya lantas menoleh ke Anggun. Seketika matanya membola mendapati siapa yang ada di sampingnya.
GLUDAK BRUGH
"HADOOOH..."
Karena sangat kaget Andro malah terjungkang ke belakang sekalian dengan kursi yang di dudukinya. Sadar bahwa dia sedang diperhatikan oleh semua orang termasuk Anggun, Andro segera berdiri, tetapi lagi, karena kecerobohannya kakinya tersandung kursi yang tadi juga jatuh bersama dengannya.
"He.. He... He...Ada Anggun...." Andro langsung cengengesan saat melihat Anggun yang tersenyum tipis melihat kelakuannya.
"Astaga, belum mandi sama cuci muka.... Bentaran, aku mandi dulu... Tungguin ya, Nggun.." Andro langsung berlari menuju kamarnya. Sementara yang lain melanjutkan acara makan paginya.
Sepuluh menit kemudian Andro sudah turun dengan wajah yang lebih segar. Dia langsung mengambil kursi dan duduk di samping Anggun kembali.
"Kenapa gak ngasih tau mau kesini? Kan bisa aku jemput?" Andro membuka pembicaraan
"Aku ke sini cuman mau bilang terima kasih soal semalam. Maaf kemarin belum sempat bilangnya. Sekalian bawain puding ini"
Setelah sarapan, Anggun bermaksud untuk segera pamit. Tujuannya sudah terpenuhi. Namun ternyata berpamitan dari keluarga Wiryo tidak semudah yang Anggun kira. Mereka berusaha menahan Anggun lebih lama. Tapi karena Anggun beralasan akan membantu ibunya di warung, akhirnya mereka mengijinkan Anggun pulang. Tentu Andro langsung berinisiatif mengantarkannya.
Suasana di mobil sulit untuk digambarkan. Anggun yang masih dengan kecanggungannya dan Andro yang dalam hatinya justru bersorak gembira. Wajah yang masih lebam dan perih membuat senyumnya tidak bisa selebar biasanya, namun siapapun pasti tahu jika suasana hati Andro sedang berbunga-bunga.
"Nggun, apa aku udah bener-bener gak bisa ngeraih hati kamu? Masih belum cukupkah aku membuktikan selama ini? Kamu mau aku ngapain biar kamu bisa percaya sama aku?" Di sela menyetir Andro berusaha untuk mencairkan suasana.
"Aku ini barang bekas kalau kamu lupa. Tubuhku udah kotor. Banyak tangan yang udah nyentuh. Banyak mata yang udah liat aku. Aku juga bahkan tidak lulus SMA dan harus Paket C" Anggun berkata dengan pandangan lurus ke dapan. Dingin tanpa ekspresi apapun.
Rahang Andro mengeras. Dia marah mendengar semua ucapan dari Anggun, tapi dia juga tidak bisa melampiaskan kemarahannya. Andro menepikan mobilnya, menarik nafas panjang sebelum dia berkata
"Jangan pandang rendah dirimu sendiri Nggun. Kamu bukan barang, jadi stop berfikiran kalau kamu barang bekas." Mata Andro memerah. Menahan marah dan sesak yang tiba-tiba datang padanya. Ingin sebenarnya dia marah, namun dia tidak bisa jika sudah berhubungan dengan Anggun.
"Aku udah jadi orang bodoh dengan nurutin semua yang dimau Elena. Jadiin kamu bullyan, ngefitnah kamu, dan aku gak mau jadi orang yang lebih bodoh lagi dengan ngelepas kamu. Aku udah janji buat ngehapus semua hal buruk itu dan menggantinya dengan ngebahagiain kamu. Aku janji Nggun, aku janji. Aku akan berusaha sebisa aku untuk bahagiain kamu."
"Jadi ijinkan aku sekali ini untuk wujudin itu semua. Kalau emang nanti aku gagal bahagiain kamu, aku akan mundur. tapi setidaknya, sekali aja kasih aku kesempatan, Nggun"
Anggun terdiam. Sebagai wanita, bohong jika Anggun tidak merasa tersentuh dengan semua yang sudah dilakukan oleh Andro. Bohong jika hatinya tidak mulai mencair dengan apa yang sudah Andro perbuat sekarang. Tetapi, Andro adalah sumber kesakitannya di masa lalu dan sekarang Andro datang kepadanya seolah memberikan penawar dari rasa sakit itu, haruskah dia terima? Dirinya sudah membuka diri untuk Andro, sekarang apakah dia juga harus membuka hatinya untuk menerima Andro sebagai suaminya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Be Your Man (Tamat)
AcakHari sudah menjelang petang kala itu. Anggun melangkah tertatih keluar dari gudang sekolah. Tubuhnya terluka, namun hatinya jauh lebih terluka dari yang terlihat. Habis sudah air matanya meruntuki apa yang terjadi padanya. Dia sendiri tidak lagi bis...