Tiga bulan berlalu. Tiga bulan itu juga Anggun dan Seno menunggu hasil ujian paket C yang mereka ikuti. Tidak ada hal istimewa yang terjadi di tiga bulan itu. Sekarang, keluarga Marsih sedang berkumpul di ruang keluarga. Hari sore menjelang malam. Hari ini adalah hari pengumuman hasil ujian dari Anggun dan Seno.
Anggun sudah berada di depan laptop. Dia sendiri sudah tidak sabar untuk melihat hasil ujiannya, apakah lulus atau tidak.
"Mbak, gimana udah ada pengumuman belum?" Bukan hanya Anggun ya penasaran tapi Seno juga.
"Bentar... Masih muter-muter ini internetnya"
"Sabar.. Banyak yang akses situsnya ya kayak gitu. Feeling-nya mas sih kalian lulus kok." Farhan mencoba menenangkan kedua adiknya itu. Wajah tegang dan sedikit panik jelas terlihat dari Anggun dan Seno.
"Haduuh... Ini kok lama banget sih loading-nya?" Anggun tampaknya sudah tidak sabar. Koneksi internet yang biasanya lancar, mendadak menjadi tersendat hari ini.
Tiba-tiba saja...
"HORREEE.... SENO LULUS.... HOREEE..." Tiba-tiba saja Seno berteriak. Dia malahan meloncat-loncar kegirangan. Nyaris saja ponsel yang ada di genggamannya terjatuh. Apa yang dilakukan oleh Seno tentu saja membuat semua mata tertuju padanya. Menyadari itu, Seno lalu berhenti dengan aksi tidak jelasnya itu sambil tersenyum dengan sedikit malu.
"Kok kamu bisa akses, Sen?" Tanya Anggun yang sedari tadi masih menunggu di laptop dan masih belum bisa mengakses situs tempat pengumuman.
"Ini mbak, pakai punya Seno aja. Mbak Anggun tinggal masukin aja nomer ujiannya kemarin. Mungkin laptopnya mbak yang eror. Ini pake ponselnya Seno bisa cepet kok" Seno lalu menyodorkan ponselnya ke arah Anggun dan tentu saja diterima Anggun. Dengan cepat Anggun mengetikkan nomer ujiannya, dan beberapa saat kemudian:
"YESSSS!!!! LULUS JUGA!!!!" Kini Anggun yang bersorak.
Farhan dan Marsih spontan saja tersenyum melihat Anggun dan Seno. Tidak sia-sia mereka belajar. Setiap malam sesudah selesai beres-beres warung mereka sering belajar bersama.
"Tuh kan, apa mas bilang, kalian pasti lulus. Feeling mas gak salah kan? Adik-adiknya mas pinter semuanya.. Good job!" Farhan lalu menghampiri Anggun dan Seno. Dia merangkul keduanya dengan hangat.
"Ibu juga yakin kalau kalian pasti lulus" Marsih ikut-ikutan memberikan selamatnya. Marsih benar-benar lega. Dia sangat yakin dengan kelulusan Anggun pasti akan membawa dampak positif. Senyum yang selalu menguar dari bibir Anggun sudah menjadi bukti bagi keyakinan Marsih tersebut.
"Kita keluar yuk. Makan di luar. Mas traktir deh sebagai hadiah kelulusan kalian" Farhan langsung berinisiatif untuk memberikan sedikit apresiasi atas apa yang dicapai adik-adiknya itu.
"Itu ibu setuju banget. Kebetulan juga kan ibu gak masak tadi. Ya udah kita makan di luar aja ya" Mendengar Marsih setuju dengan rencana dari Anggun dan Seno langsung berbinar.
Mereka berempat lantas bersiap diri. Sedikit bergegas karena tidak ingin terlalu malam. Selesai bersiap, mereka berkumpul di teras rumah. Tepat saat itu, mobil Andro berhenti di depan pintu pagar rumah Marsih.
"Kayaknya kita gak perlu pesen taksi online deh. Pasti ada yang mau nganterin gratisan" Farhan berucap dengan suara sedikit pelan. Matanya melirik ke arah Anggun. Dia tidak mau jika dengan adanya Andro, maka mood Anggun akan rusak. Bagaimanapun acara makan di luar ini adalah untuk merayakan keberhasilannya lulus. Namun, saat dilihat Anggun tidak menunjukkan respon apapun, Farhan berani berucap seperti tadi.
"Lha ini mau kemana? Ada acara ya bu?" Andro yang baru turun dari mobil langsung menghampiri keluarga Marsih.
"Kita mau makan di luar. Sedikit syukuran, Anggun sama Seno dinyatakan lulus" Jawab Marsih tenang.
"Wiihh.. Selamat ya Nggun... Selamat juga ya Sen.." Andro berucap tulus. Dalam hatinya dia sangat bangga dengan Anggun. Walaupun kondisinya sempat terpuruk dan butuh waktu lama untuk mengembalikannya, namun dia bisa melewatinya. Dan sekarang, dia bisa melihat untuk pertama kalinya Anggun tersenyum dengan ringan dan beberapa kali hatinya menggumamkan satu kata. Cantik!
"Mau ikut gak? Kalo iya, ayok!" Farhan menawari Andro yang sebenarnya tujuannya adalah agar dia tidak perlu pesan taksi online. Tidak ada salahnya juga memanfaatkan situasi, bukan?
"Hm... Andro sih gak masalah.. Tapi ntar Andro ganggu, nggak?" Agak sedikit berhati-hati Andro berucap. Dirinya sangat tahu jika dia belum diterima sepenuhnya.
"Gak masalah. Ikut aja. Gue yang traktir. Santai aja." Farhan meyakinkan Andro. Langsung saja senyum merekah di bibir Andro. Niat hanya ingin main dan tentu pendekatan ke Anggun, malah dapat rejeki.
Sekarang, mereka berlima sudah berada di satu meja. Menikmati makan malam sebagai tanda syukur atas kelulusan Anggun dan Seno. Satu sisi, sangat terlihat Anggun dan Seno dengan senyum yang sangat lebar. Senyum kelegaan dari keduanya.
"Bu, gajinya Seno bulan ini buat nambahin nasi bungkus gratis yang biasa kita bagiin ya bu. Jadinya Seno bulan gak usah gajian aja" Marsih langsung tersenyum mendengar apa yang dikatakan oleh Seno. Dia lantas mengangguk menyetujui apa yang diminta oleh Seno.
"Kalian gimana rencananya habis ini?" Tanya Farhan singkat. Sebenarnya, apapun yang akan diambil oleh dua adiknya itu dia akan selalu mendukung.
"Anggun kayaknya mau konsen di kursus kuliner aja mas. Habis ngambil weekend course kemarin itu kok kayaknya jadi seneng di dunia kuliner" Jawab Anggun. Dirinya memang sekarang cukup nyaman berada dan berkutat di dapur.
"Oke, berarti rencana kita yang bikin tempat makan baru itu bisa dilakuin dong" Farhan lantas mengingatkan tentang rencana yang sempat mereka susun.
"Eh, tapi bener lho kalau mau buka tempat makan. Itu kemarin pudingnya enak banget. Pasti laku banget tuh kalau dijual" Andro langsung saja nimbrung pembicaraan Farhan dan Anggun.
"Nanti aja mas kita pikirin lagi. Anggun palingan habis ini mau ambil kursus masak lagi." Sejujurnya memang Anggun ingin mengambil kursus masak lagi, tapi untuk membuka tempat makan baru, dia masih belum berpikir ke sana.
"Kalau kamu Sen? Gimana kamu?" Seno yang merasa kena tembak pertanyaan sedikit bingung.
"Seno sih pengennya habis ini kuliah kayak mas Farhan. Ambil kelas malam, jadi paginya kan masih bisa ngurusi warung. Pengen kayak mas Farhan gitu yang dulunya kerja sambil kuliah juga" Seno memang tampaknya menjadikan Farhan sebagai role model buatnya. Farhan lantas tersenyum dan mengacak rambut Seno. Merasa tersanjung dengan perkataan Seno yang menjadikannya sebagai panutan.
"Mas dulu ambil jurusan apa sih mas? Pengen kuliah kayak mas Farhan"
"Business Administration. Kamu pengan ambil jurusan itu? Good... Mas dukung penuh kamu"
Mereka lalu terlibat percakapan ringan. Makan malam yang cukup menyenangkan bagi semuanya.
Drrrttt... Drrrtttt... Drrrrttt
Andro lantas mengangkat ponsel miliknya setelah melihat di layar ponselnya ternyata ayahnya yang menelpon.
"Kamu cepetan ke rumah sakit! Adik kamu mau lahiran!" Tanpa menyebutkan salam terlebih dulu, Wiryo langsung memerintahkan Andro dengan nada yang tanpa bantahan. Kerasnya suara Wiro bahkan sampai semuanya mendengarnya.
"Udah, lo langsung aja ke rumah sakit. Keluarga lo lebih butuh lo. Kita bisa pake taksi buat pulang" Farhan berkata pada Andro dan itu membuatnya meringis. Seolah tidak enak karena meninggalkan acara makan malam dengan cara demikian.
"Ibu, Mas, Nggun, Sen, pamit dulu ya. Terimakasih udah diajak makan malamnya. Andro balik dulu" Sesudah berkata demikian, Andro meninggalkan resto tempat mereka makan malam dengan langkah yang tergesa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Be Your Man (Tamat)
RandomHari sudah menjelang petang kala itu. Anggun melangkah tertatih keluar dari gudang sekolah. Tubuhnya terluka, namun hatinya jauh lebih terluka dari yang terlihat. Habis sudah air matanya meruntuki apa yang terjadi padanya. Dia sendiri tidak lagi bis...