Part 17

9.9K 678 1
                                    

Selepas mengambil gajinya di bank tadi pagi dan tanpa disengaja malah bertemu dengan Anggun, Andro menjadi kacau. Dia sama sekali tidak bisa berkonsentrasi dengan baik. Pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya ringan dan sudah menjadi rutinitas buatnya, menjadi sangat susah dikerjakan olehnya. Sedari tadi yang bisa dilakukan Andro adalah menggerutu. Seolah hari ini adalah hari kesialan buatnya. Sesampai di kantor dia justru mendapati komputer yang ada di meja kerjanya malah bermasalah. Daripada dia suntuk dan tidak ada yang dikerjakan, Andro memilih untuk menghabiskan sisa waktu kerjanya di kantin kantornya.

Menikmati pisang goreng dengan segelas besar es teh. Rokok yang masih menyala terselip diantara jarinya. Memilih untuk duduk sendiri dan menghindari keramaian. Pandangan matanya tidak fokus dan sering hanya menatap kosong jalanan di depannya. Letak kantin itu memang ada di samping kantor kepolisian tempatnya berdinas dan dari kantin itu juga dia bisa melihat pemandangan kesibukan kota siang itu.

Radit menatap heran pemandangan di depannya saat ini. Setelah berkeliling kantor untuk mencari Andro, mencoba menghubungi lewat ponselnya, namun semua tidak berhasil, dia justru menemukan Andro di kantin. Dengan langkah sedikit tergesa, dia lantas mendatangi Andro.

"Kamu itu, dicariin kemana-mana, tahunya di sini!" Radit menepuk dengan sedikit keras pundak Andro. Mungkin sekalian melampiaskan kekesalannya setelah dia harus mencari Andro kemana-mana. Mendapati itu, Andro hanya meringis sedikit. Melihat Radit yang datang, Andro buru-buru mematikan rokok yang sedari tadi menemaninya. Pikirannya sedang kalut dan dia tidak ingin jika gara-gara rokok, abang seniornya di kantor itu akan menceramahinya.

"Cek ponsel kamu!" Perintah singkat Radit setelah dia mengambil duduk di depan Andro dan mengambil satu pisang goreng.

"Hehehe.. Maaf bang. Pikiran lagi kacau" Andro berucap singkat saat didapatinya banyak panggilan tidak terjawab dan beberapa pesan yang belum terbaca. Semuanya dari senior kesayangannya itu.

"Kacau soal tadi pagi?" Pertanyaan Radit dijawab anggukan Andro.

"Iya bang. Trus pas kita balik tadi, komputer tempat Andro juga lagi error. Manggil teknisi, katanya masih ada kerjaan di markas besar. Gak mungkin juga kan bang, ngerjain laporannya manual pake mesin ketik? Ya udah, akhirnya ke sini aja. Ngademin diri juga" Andro menjelaskan mengapa sampai dia tidak ada di mejanya.

"Kalau gitu, ngapain kamu gak lapangan. Cek lapangan kasus kamu kan bisa? Paling enggak kamu gak kayak orang pengangguran di sini. Atau bantuin lalu lintas sana juga bisa"

"Otak kayaknya lagi gak sinkron bang. Percuma kayaknya mau cek lapang atau kerjain yang lain. Ada juga kerjaan Andro hari ini salah semuanya. Gak ada yang bener" Pandangan mata Andro memang terlihat lesu.

"Soal Anggun? Kalau abang liat sejak drama di parkiran mobil tadi kamu jadi kayak gini. Bener?" Sebenarnya tanpa diberitahu sekalipun Radit tentu juga sudah tahu jawabannya. Dia ingin tahu saja respon dari Andro. Lagi, respon Andro hanya mengangguk saja. Anggukannya sekarang malah lemas.

"Trus, dengan penolakan yang tadi Anggun tunjukin ke kamu itu, kamu mau nyerah?"

"Gak akan nyerah sih bang. Tapi kalau boleh jujur, Andro tadi kaget banget. Anggun berubah banget bang. Sangat berubah" Radit yang melihat Andro sudah mulai nyaman untuk bisa berbicara hanya bisa diam sambil terus mengamati saja bagaimana Andro bercerita.

"Kalau fisik sih gak terlalu berubah. Dia tetep sama kulitnya yang emang cenderung gelap gitu. Dia juga kayaknya masih gak suka dandan, masih sama kayak dulu jaman SMA. Cuman dari cara dia berbicara, cara dia menatap dan caranya dia bersikap beda jauh dari waktu SMA dulu" Mata Radit mengernyit, namun kemudian dia tersenyum ringan. Andro menatap Radit bingung. Cerita yang dia sampaikan bukanlah cerita gembira, namun mengapa Radit justru tertawa? Tatapan menuntut jawab dari Andro tampaknya dipahami oleh Radit.

"Itu artinya apa yang udah kamu, adik kamu sama temen kamu lakuin ke Anggun udah melukai dia sampai dalam. Sifat seseorang bisa berubah karena ada satu peristiwa besar yang terjadi di hidupnya. Peristiwa yang terjadi itu biasanya akan terus membekas dan tidak akan bisa hilang dari ingatannya. Biasanya juga, perubahan sifat itu hasil dari kondisi traumatik dari kejadian itu" Radit akhirnya menjelaskan mengapa dia tadi tersenyum. Sebagai penyidik polisi otaknya terbiasa merangkai puzzle dari cerita yang Andro ceritakan.

"Maksud abang, dari kejadian itu Anggun menderita traumatik gitu?"

"Balikin ke kamu, Ndro! Gimana kalau kamu diperkosa, trus foto-foto pemerkosaan kamu itu beredar! Gimana? Hancur gak?" Andro terdiam. Ucapan Radit terdengar sarkas, namun membuat dirinya semakin merasa bersalah.

"Abang gak kenal yang namanya Anggun itu. Gak tahu juga gimana sifatnya dia, tapi dari apa yang tadi pagi abang liat, dari cara dia berbicara ke kamu dan cara dia memperlakukan kamu, yang abang tahu dia itu orang yang kuat. Kalau enggak, kemungkinan cuman dua, dia bunuh diri atau dia jadi gila! Kenapa? Kelakuan kalian itu udah diluar batas kenakalan remaja."

Keadaan hening sejenak. Tidak ada yang bersuara diantara keduanya.

"Ndro, permintaan abang yang kemarin itu serius ya. Jangan kamu pikir itu becandaan abang doang"

"Hah? Permintaan? Permintaan yang mana bang?" Andro sedikit gelagapan. Dia merasa Radit tidak pernah meminta apapun darinya.

"Abang pernah bilang kan kalau sampai Anggun gak mau sama kamu, kasih tahu abang. Abang akan berjuang dengan cara abang buat dapetin Anggun." Andro mengacak rambutnya cepaknya sendiri. dia sekarang sudah cukup stres dengan semuanya, kini abang seniornya malah membuatnya semakin stres dengan permintaannya. Bagaimana mungkin dia akan bersaing dengan Radit. Jika tidak ada kejadian waktu sekolah dulu, tentu Andro akan terima saja tantangan Radit. Tapi keadaannya berbeda.

Waktu terus merambat dan sekarang sudah waktunya untuk pulang bagi Andro. Obrolan selepas siang dengan Radit tadi malah membuat Andro semakin kepikiran. Ucapan-ucapan Radit terasa sangat tajam ke arahnya.

Andro menjalankan mobilnya tidak tentu arah. Dia malah berputar-putar di kota, hingga akhirnya dia memilih untuk memarkirkan mobilnya pada satu resto cepat saji yang buka 24 jam. Setelah memesan makanannya, dia memilih untuk menghabiskan junk food di area atas, tempat dia bisa menghabiskan rokoknya tanpa khawatir mengganggu pengunjung lainnya.

Cukup lama Andro berada di sana sampai jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Sepertinya cukup sudah dia menggalau di resto. Segera dia masuk ke mobilnya, tapi masih saja dia melajukan mobilnya tak tentu arah.

"Arrgghhh... Ngapain gue jadi gini sih..." Andro menggurutu sendirian di mobilnya.

"Apa gue ketemu aja kali ya sama Anggun. Tapi ntar dia lari lagi kayak tadi gimana? Ah, coba dulu ajalah." Andro masih melanjutkan monolognya. Tampaknya kegalauannya masih berlanjut di mobil.

"Ah, kayaknya gue harus nekat ketemu sama Anggun. Bodo amat dah jadi drama lagi." Mungkin jika ada yang melihat Andro kali ini ada yang menyangka dia sedang kerasukan atau sedang stres berat. Bagaimana tidak? Andro terlihat bergumam sendiri, bertanya juga pada diri sendiri, lantas dia juga menjawab pertanyaannya sendiri. Tapi masa bodo dengan itu semuanya. Dia hanya merasa kesal dengan dirinya sendiri. Kesal karena ternyata dia tidak cukup berani untuk mengambil keputusan. Kesal karena dia sangat terlambat menyadari semuanya. Kesal karena semuanya tidak sesuai dengan ekspektasinya.

Let Me Be Your Man (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang