Part 22

8.9K 596 11
                                    

Aura di rumah Marsih yang awalnya ceria, penuh canda dari semuanya mendadak menjadi tidak nyaman. Penyebabnya tidak lain karena kedatangan Andro malam itu. Mendengar ada keributan di depan rumah, Marsih dan Seno yang masih ada di dapur, mau tidak mau mereka ke depan. Tidak mau ada keributan di depan rumah mereka, Marsih dengan sedikit terpaksa menyuruh Andro untuk masuk ke dalam, dan sekarang di sinilah mereka semua. Di ruang tamu, semuanya sudah berkumpul di sana. Seno yang awalnya akan kembali ke belakang namun ditahan oleh Marsih. Dia masih merasa harus ada yang bisa menenangkan Farhan.

Semuanya masih diam. Farhan duduk tepat di depan Andro. Matanya menatap tajam dan penuh amarah ke arah Andro. Andro yang ditatap seperti itu hanya bisa menunduk. Walaupun dia seorang polisi, namun dalam kondisi sekarang dia layaknya seorang terdakwa yang sedang dilucuti dosa-dosanya.

Di sisi lainnya, ada Anggun yang duduk di sebelah Marsih. Anggun memilih bergelayut di lengan Marsih, tapi tatapannya tidak langsung tertuju ke arah Andro. Tatapan yang menyiratkan marah dan penuh luka.

"Kamu mau apa datang ke sini?" Marsih membuka ketegangan. Ada emosi yang tertahan di ucapan Marsih. Sekuat tenaga Marsih untuk menjaga emosinya. dia tahu siapa yang dihadapinya.

Andro masih diam untuk beberapa saat. Pandangan matanya tetap tertuju pada lantai rumah Marsih. Dia sama sekali tidak mempunyai kekuatan dan keberanian untuk menatap secara langsung orang-orang di depannya itu.

'HOI ANJING!! JAWAB! MAU APA LO KE SINI? HAH?" Farhan langsung berucap sambil menggebrak meja di depannya. Untungnya meja itu terbuat dari kayu dan bukan kaca.

"Gu.. Saya mau minta maaf sa..." Belum juga selesai Andro berbicara, Farhan langsung menyelanya

"LO MINTA MAAF? ANJING BANGSAT KAYAK LO TAHU APA SOAL MAAF?"

"Saya bener-bener minta maaf. Saya tahu saya salah. Makannya saya beranikan untuk minta maaf" Andro berucap lirih. Tatapannya yang dari tadi ke bawah, dia beranikan untuk menatap ke langsung ke Farhan.

"Buat apa? Buat apa minta maaf?" Anggun kini yang berucap. Sontak saja semua mata kini tertuju kepadanya.

"Sebelum kamu datang, aku sudah mulai bisa menghilangkan kenangan buruk. Sudah mulai bisa menata hidupku kembali! Lalu kamu datang lagi, buat apa? Buat ingetin kembali kelakuan kamu waktu itu? Lebih baik kita gak usah ketemu lagi. Anggap kita tidak saling mengenal!" Anggun kembali berucap. Pelan dan tegas, namun masih bisa terdengar oleh semuanya.

"LO DENGER!!!" Marsih yang tadi duduk di samping Anggun, beralih ke samping Farhan. Kini, dia justru lebih khawatir dengan Farhan yang tampaknya sangat emosi. Sementara, Seno menggantikan posisi Marsih, duduk di samping Anggun.

Marsih mencoba menenangkan Farhan dengan mengelus lengan Farhan. Mencoba memberikan sedikit ketenangan untuk anak lelakinya.

"Nak, jangan teriak-teriak..."

"Maaf bu. Tapi bajingan kayak dia ini yang udah bikin keluarga kita kayak gini. Dan sekarang, dia tiba-tiba dateng ke sini, mau apa? Mau ketawain kondisi keluarga kita kan? Dia pasti puas ngeliat keluarga kita yang jatuh gara-gara dia. Ya kan? Itu kan sebenernya tujuan lo ke sini!" Walaupun intonasi suaranya sudah menurun tapi tetap saja apa yang terucap sarat dengan kemarahan dan emosi. Andro yang mendengar itu, spontan menggeleng. Dia menerima saja semua ucapan kasar dari Farhan. Semua caci maki dan umpatan kasar yang dikeluarkan Farhan dia telan saja. Tidak membantah, tidak pula menyanggah apa yang dikatakan oleh Farhan.

"Beneran saya ke sini untuk minta maaf. Saya benar-benar menyesal" Andro kembali mengulangi permintaan maaf-nya.

"Apa bedanya? Mau saya maafin kamu apa enggak, gak akan ngaruh! Saya tetep hancur! Bapak saya juga gak akan balik lagi! Orang tetap aja beranggapan saya yang jual diri ke kamu! Lalu untuk apa? Kamu cuman bikin usaha saya melupakan semuanya jadi sia-sia!" Lagi Anggun bersuara. Semuanya diam saat Anggun mengatakan itu semuanya.

Andro juga terdiam karena memang tidak tahu apa yang harus dikatakan selain kata maaf. Sekarang, dia benar-benar tahu bahwa perbuatannya mungkin memang tidak layak mendapatkan maaf. Dia seorang pemerkosa. Dia seorang pembunuh.

"Lo denger adek gue ngomong apa? Lo minta maaf itu sia-sia! Gak ngaruh sama sekali! Gak akan balikin waktu!" Farhan kembali berucap tajam ke Andro.

Andro merasa bingung. Dia datang ke rumah Marsih dengan niatan tulus ingin minta maaf, namun yang dia dapatkan hanya caci maki. Tidak masalah dia mendapatkan caci maki itu. Tidak masalah dia tadi didorong hingga harus terjatuh oleh Farhan. Sungguh, dia tidak akan mempermasalahkan itu semuanya. Dia merasa pantas mendapatkan itu semuanya. Hanya saja, dia ingin sekali mendengar ucapan maaf dari mulut Anggun. Bahkan, sampai dia harus diusir dari rumah Marsih, Anggun belum mengucapkan kata-kata itu.

Andro kini melangkah lemas. Dia merasa usahanya sia-sia. Terduduk diam untuk beberapa saat di belakang kemudi, Andro tidak bisa berpikir apapun. Otak miliknya yang biasanya sangat cerdas, mendadak tumpul. Sampai akhirnya dia melajukan mobilnya untuk pulang ke rumahnya. Mungkin dengan bercerita dengan orang tuanya dia akan bisa mendapatkan jawabannya.

"Ternyata minta maaf itu gak gampang. Susah. Gue harus gimana biar bisa dapatin maaf dari Anggun? Mana kakaknya galak kayak singa lagi?" Seperti kebiasaannya, Andro bermonolog sendirian di mobil.

"Minta maaf aja sesusah ini, apalagi ntar kalau mau ngelamar Anggun. Gimana gue bisa ngelewatin kakaknya juga? Omonganya nyelekit pake banget." Pandangan Andro menerawang jauh ke depan tanpa fokus.

"Bener kata ayah, kok gue waktu itu goblok banget ya nurutin Elena. Sekarang, gue juga yang nyesel kan?"

Andro melajukan mobilnya dengan kecepatan yang pelan. Pikirannya bercabang dengan kejadian yang baru saja dia hadapi.

Sampai di depan rumahnya, Andro sedikit heran. Ada Wiryo dan Gina yang sepertinya terburu sesuatu. Andro hanya memakirkan mobilnya asal saja, lalu bergegas keluar dan menghampiri orang tuanya.

"Ayah, Mama, kenapa? Wajahnya panik gitu?" Tanya Andro.

"Akhirnya kamu datang Ndro.. Ayo sekarang kamu ikut sama ayah. Adikmu bikin malu sama ulahnya" Andro masih belum bisa berpikir dengan jernih. Elena membuat ulah? Apa lagi dengan adiknya itu?

"Kenapa Ele sih yah? Ada masalah apa sama dia?"

"Tadi ayah ditelpon. Adikmu itu ditemukan mabuk dan pingsan di toilet club malam. Anak itu sungguh keterlaluan! Kamu juga! Ayah telpon sejak tadi gak diangkat. Kemana aja kamu?" Wiryo sepertinya sudah siap meledak amarahnya.

Andro memilih tidak menjawab pertanyaan dari Wiryo. Pikirannya sudah penuh dengan masalahnya dengan Anggun, dan sekarang adiknya malah membuat masalah baru. Jika boleh, ingin rasanya dia berteriak melepaskan beban pikiran yang ada di pundaknya, namun dia masih cukup waras untuk tidak menimbulkan permasalahan baru lagi. Dia cukup sadar, sebagian masalah yang sekarang dia hadapi juga berasal dari dirinya sendiri.

Let Me Be Your Man (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang