Part 32

8.2K 580 4
                                    

Malam harinya, Andro juga masih terlihat tidak bersemangat. Seusai ngobrol dengan Wiryo dan Gina, Andro memilih masuk ke kamar. Niatnya memang akan mengistirahatkan badannya, tapi sepertinya tidak bisa. Pikirannya yang tidak tenang dengan memikirkan semua kemungkinan paling buruk dengan perginya Anggun ke Jepang. Bagaimana jika memang benar, Farhan dipindahkan ke kantor pusat di Jepang dan dia membawa semua keluarganya ke Jepang. Hingga saat ini belum ada satupun balasan permintaan maafnya keluar. Entah itu dari Farhan atau dari Anggun. Itu yang membuat pikirannya tidak tenang.

Balkon kamarnya adalah tempat paling disukai Andro ketika di sedang galau seperti sekarang. Seperti yang sudah-sudah, jika dalam kondisi galau seperti ini teman setianya adalah rokok yang kini juga terselip diantara jari-jarinya. Asap mengepul saat dari bibir tipis miliknya. Tangannya lalu meraih ponsel yang dari tadi tergeletak di meja sampingnya. Segera dicarinya aplikasi media sosial milik Farhan. Satu fitur yang dicarinya, yaitu instant massaging dan berharap Farhan membaca notifikasi darinya.

Andro meletakkan kembali ponselnya setelah dia mengetik pesan. Pikirannya kini kembali menerawang jauh. Jujur saja dia sangat berharap setelah dia pulang dari dinas perbantuannya, dia ingin segera bertemu dengan Anggun.

"Kamu itu kalau kamu ngelamun kayak gini, bisa kesurupan. Jangan dibiasain ngelamun seperti ini. Gak baik" Tepukan halus di pundaknya langsung menyadarkan Andro. Ternyata Gina yang melakukannya.

"Mama... Ngagetin aja" Andro buru-buru mematikan rokoknya.

"Kamu mikir apaan? Tuh, dipanggil ayah. Dari tadi dicariin malah di sini, ngerokok lagi. Kamu tahu kan kita gak ada yang seneng sama asep rokok?" Gina sedikit menggerutu karena memang dari tadi mencari anak sulungnya itu.

"Ngapain lagi ayah nyariin? Kayaknya tadi udah ngobrol deh mah.. Belum cukup juga?" Andro masih kebingungan dengan ayahnya. Ada apa lagi mencarinya. Tadi sudah ngobrol, dan sekarang ngajak ngobrol lagi.

"Udah, gih temuin ayahmu di ruang kerjanya. Mama juga gak tahu apa yang mau di obrolin sama kamu" Gina menyahut gerutuan Andro.

Beranjak dari kamarnya, Andro menuju ke ruang kerja Wiryo. Sesampainya di sana, dia malah mendapati Wiryo yang malah sibuk dengan semua berkas-berkas di meja kerjanya. Tidak mau mengganggu ayahnya, Andro memilih duduk di sofa. Sambil menunggu ayahnya, dia memilih untuk memainkan ponselnya. Tetap saja yang menjadi perhatiannya adalah sosial media milik Farhan. Barangkali dia bisa memperoleh bocoran kapan Farhan pulang kembali ke Indonesia.

Sadar jika Andro sudah ada di ruangannya, Wiryo lalu segera menyudahi pekerjaannya. Dia berdiri lalu duduk di depan Andro. Kini, berbalik Wiryo yang menunggu Andro yang masih tidak bisa lepas dari ponselnya.

"Kamu habis ngerokok? Bau rokok gini kamu?" Andro hanya mengedikkan bahunya menjawab pertanyaan dari Wiryo. Mendapati jawaban itu, Wiryo hanya menggelengkan kepalanya. Dia sangat tahu apa artinya jika ada aroma rokok di tubuh Andro.

"Kamu belum jawab pertanyaan ayah tadi. Bagaimana sebenarnya perasaanmu sama Anggun?" Andro yang mendengar ulangan pertanyaan itu lantas mendongakkan kepalanya.

"Andro gak bisa jawab yah. Andro gak tahu apa namanya perasaaan Andro. Cuman, kalau boleh Andro gambarin, kemarin pas balik dari lapangan di otak Andro cuman pengen aja ketemuan sama Anggun. Biarpun kalau ke rumahnya juga dia masih jutek sama Andro, tapi ya lega aja kalau udah ketemuan"

Wiryo tersenyum mendengarnya. Semua yang dikatakan Andro sudah cukup untuk membuat kesimpulan. Anaknya itu sedang jatuh cinta.

"Kamu lagi jatuh cinta rupanya" Ucapan singkat Wiryo ini membuat Andro mengernyitkan keningnya.

"Kalau kamu pengen ketemuan gara-gara dia itu seksi, atau dia itu cantik, itu namanya nafsu. Kalau kamu pengen ketemuan gara-gara dia itu pintar, itu namanya kamu kagum. Tapi kalau kamu pengen aja ketemuan sama dia, biarpun dia jutekin kamu, kamu tetep aja pengen ketemu, ya itu namanya kamu mulai jatuh cinta sama Anggun"

Wiryo beranjak dari tempat duduknya lalu memilih duduk di samping Andro. Dirangkulnya pundak anak sulungnya itu sambil melanjutkan perkataannya.

"Sekarang, kamu harus berjuang, dan perjuanganmu jadi bertambah. Kamu harus berjuang untuk maafnya Anggun dan juga untuk perjuangin cinta kamu. Berjuanglah. Ayah mendukung kamu"

Sekarang, tinggal Andro yang masih bengong. Benarkah dia sudah jatuh cinta?

"Cepatlah bawa Anggun ke sini. Ayah ingin mengenalnya lebih dalam lagi" Ucap Wiryo sebelum Andro keluar dari ruang kerja Wiryo.

***

Andro sekarang mempunyai kebiasaan baru. Semenjak dia kehilangan jejak Anggun, sebelum dia berangkat kerja pasti akan melewati terlebih dulu rumah Marsih. Dia akan memastikan dulu apakah mereka semua sudah pulang dari Jepang atau belum. Jika dia sudah memastikan bahwa mereka belum sampai rumah, maka Andro akan melanjutkan ke warung. Sama, dia akan memastikan dulu bahwa warung masih tutup dan itu menandakan mereka memang belum pulang ke Indonesia.

Sudah tiga hari Andro melakukan kebiasaan barunya itu. Sekarang, hari keempat Andro menjalani hobi barunya itu. Hari ini dia harus berangkat lebih pagi karena memang jatahnya untuk piket pagi. Saat mobilnya sampai di depan rumah Marsih, dia sedikit terkejut bercampur senang. Pemandangan yang ada di depannya sekarang ini yang membuatnya langsung melengkungkan senyum di bibirnya.

Andro bergegas turun dari mobil. Dia tidak mau melewatkan apa yang selama ini dia tunggu.

"Pagi bu, mas.. Pagi Anggun... " Ucap Andro pada Marsih, Farhan dan Anggun yang saat itu sedang menurunkan barang-barang dari taksi. Semuanya langsung menghentikan sejenak kegiatan memasukkan koper dan barang-barang ke rumah.

"Mas, selamat ya.. Kok wisudaan gak omong-omong sih mas" Dahi Farhan berkerut mendengar basa basi dari Andro

"Emang harus?" Tanya Farhan dengan sedikit nada sinis dan sarkas.

"Heheh.. Iya juga sih.. Eh, bu nanti sore lepas dinas Andro main ya bu. Sekalian ada oleh-oleh untuk ibu dan semuanya" Perkataan Andro jelas membuat bingung Marsih, Farhan dan Anggun. Setahu mereka, merekalah yang baru pulang dari luar negeri, bukan Andro. Lalu kenapa ini justru Andro yang membawa oleh-oleh?

"Mari bu, mas... Anggun... Pamit dulu, keburu apel paginya dimulai." Andro pamit sambil tersenyum. Empat pasang mata memandang mobil Andro yang melaju meninggalkan rumah Marsih.

Langkah Andro sangat ringan pagi ini. Tujuh hari kelabunya hilang sudah. Bibir yang selalu mengerucut karena kesal tidak bisa bertemu dengan Anggun, sudah hilang. Sekarang, dia harus langsung tancap gas untuk mendekati lagi Anggun. Kali ini dia tidak boleh lagi kehilangan jejak Anggun dan yang paling penting, dia harus mendapatkan hati dari Anggun. Tekadnya sekarang cuman ada satu, menjadikan Anggun sebagai satu-satunya istri untuknya.

Let Me Be Your Man (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang